Selasa, 15 Desember 2015

Sejarah Agama Hindu

BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
Dengan adanya dunia yang semakin maju dalam perkembangannya dari zaman purba hingga  zaman modern ini, manusia dituntut untuk dapat berpikir maju. Tanpa didasari sejarah maka sejarah sangat penting bagi manusia dalam mengetahui bagaimana sebuah tatanan masyarakat bisa terbentuk. Contoh kongkritnya saja ialah pada masyarakat Indonesia yang baik, harus mengetahui sejarah terbentuknya Negara Indonesia. Begitupun dengan umat beragama, misalnya umat islam yang bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah-Nya berarti Ia harus tahu awal mula terbentuknya agama Islam.
Bagi umat non muslim apabila mau masuk Islam maka dia harus mengetahui silsilah adanya agama Islam. Begitu juga dengan agama hindu yang akan kami bahas dalam makalah ini. Dengan demikian mempelajari ilmu atau asal-usul agama penting bagi kita demi terbentuknya sikap toleransi yang baik dalam kehidupan agama yang majemuk ini.

B.     Rumusan masalah
1.      Pengertian Agama Hindu
2.      Sejarah Muncul dan Penyebaran Agama Hindu
3.      Inti Ajaran dan Aliran dalam Agama Hindu
4.      Kitab-kitab dalam Agama Hindu











BAB II
Pembahasan
A.    Pengertian Agama Hindu
Sebelum kata “Hindu” dan “Hinduisme” diterima, ada istilah-istilah yang diperkenalkan oleh orang asing, yakni: orang Persia, Yunani dan Inggris. Umat Hindu menyebut tradisi mereka sebagai Vaidika Dharma, Artinya Dharmanya weda.1
Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu  (Bahasa Sanskerta).  Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam  Zend Avesta — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda.2
Riwayat Hinduisme yang diketahui paling dini terdapat pada peradaban Lembah Sungai Indus. Kata itu sendiri berasal dari bahasa Sansekerta untuk Sungai Indus, Sidddhu, kata yang oleh bangsa Persia kuno diucapkan sebagai “Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan untuk menyebut semua bangsa India pada umumnya, tetapi sekarang kata itu hanya digunakan untuk menyebut pengikut Hinduisme.3

B.     Sejarah dan Penyebaran Agama Hindu
§  Sejarah Agama Hindu
Pendiri Hinduisme tidak diketahui dan titik awalnya merujuk pada masa pra-sejarah. Hinduisme juga merupakan tradisi religious utama yang tertua. Menurut Yong Choon Kim, Hinduisme juga seringkali disebut sebagai agama ahistoris dan nonhistoris, karena tidak memiliki awal sejarah dan tidak ada pendiri tunggal. Menurut tradisi, seseorang tidak dapat menjadi seorang Hindu kecuali ia dilahirkan dalam keluarga Hindu.
Antara 3000 dan 2000 SM, dilembah sungai Sindhu (Indus) tinggallah bangsa-bangsa yang peradabannya menyerupai bangsa Sumeria didaerah sungai Efrat dan Tigris. Berbagai cap daripada gading dan tembikar yang ada tanda-tanda

1.   Matius Ali, “FILSAFAT INDIA Sebuah Pengantar Hinduisme & Buddihisme”, Sanggar Luxor, karang mulya 2010, cet:1,hlm 3-4
2.   id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu(online),diakses pada tanggal 11 maret 2014
3.   Michael Keene, “Agama-Agama Dunia”, Kansius, Yogyakarta 2006, hlm 10


tulisan dan lukisan-lukisan binatang, menceritakan bahwa adanya persesuaian didalam peradaban tersebut. Sepanjang pantai dari laut Tengah sampai ke Teluk Belangga terdapat sejenis peradaban yang sama, dan sudah meningkat perkembangannya. Sisa-sisa kebudayaan tersebut terdapat dikota Harappa di pundjabd dan disebelah utara Karachi, ditemukan sebuah kota, Mohenjodaro telah ditemukan rumah-rumah yang berdinding tebal dan bertetangga.
Penduduk India pada zaman itu terkenal sebagai “bangsa Drawida”. Mula-mula mereka tinggal tersebar diseluruh negeri, tetapi lama kelamaan tinggal disebelah selatan dan memerintah negerinya sendiri. Karena mereka disebelah utara hidup sebagai orang taklukan dan bekerja pada bangsa-bangsa yang merebut negeri tiu. Mereka adalah bangsa-bangsa yang berkulit hitam dan berhidung pipih, berperawakan kecil dan berambut keriting.
Antara tahun 2000 dan 1000 SM masuklah kaum “Arya” ke India , yang memisahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran. Mereka memasuki India melalui jurang-jurang di pegunungan “Hindu-Kush”. Bangsa Arya itu serumpun dengan bangsa German, Junani, dan Romawi bahkan bangsa-bangsa lainnya di Eropa dan Asia. Mereka tergolong dengan rumpun Indo-German.
Setelah datang di India mereka menetap didataran sungai Shindu yang pada zaman itu masih subur; jadi di daerah itu mereka telah menjumpai suatu peradaban tua.  Kemudian mereka lebih memasuki India sampai di tepi sungai Gangga dan sampai sebelah selatan sehingga pencampuran bangsa Drawida, dengan demikian terwujudlah akhirnya suatu kesatuan. Berkat peleburan kebudayaan Drawida yang tua itu dengan kebudayaan Arya membentuk kebudayaan India.
Bangsa Arya ketika masuk ke India kurang beradab dari pada bangsa Drawida yang ditaklukkan. Tetapi mereka unggul dalam ilmu peperangan daripada bangsa Drwida pada waktu mereka masuk ke India mereka adalah bangsa setengah nomad (pengembara) mereka beranggapan bahwa peternakan lebih besar artinya daripada pertanian. Bagi bangsa Arya kuda dan lembu dianggap binatang suci. Dibandingkan dengan bangsa Arya, Drawida yang tinggal di kota-kota dan bercocok tanam serta menyelenggarakan perniagaan disepanjang pantai,maka Pada saat itu bangsa Arya bisa dibilang masih Primitif.  Dapat diketahuilah bahwa bermacam-macam unsur kebudayaan India berasal dari kebudayaan Drawida yang tua. Bangsa Arya belum mempunyai dewa-dewa, bangsa Drawida sudah. Sebuah gejala yang khas didalam agama Hindu ialah pengakuan adanya dewa induk.
Jadi dapatlah disimpulkan, bahwa agama Hindu sebagai agama tumbuh dari dua sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua bangsa yang berlainan, yang berawal banyak hal-hal yang berlainan, tetapi kemudian lebur menjadi satu.
§  Penyebaran Agama Hindu
Dalam suatu peninggalan di mesir ditemukan sebuah inskripsi yang diketahui berangka tahun1200 SM. Isi dari peninggalan tersebut adalah perjanjian antara Ramses II dengan Hittiles. Dalam perjanjian ini “ Maitra Waruna” yaitu manifestasi Sang Hiyang Widhi Wasa menurut agama Hindu yang disebut-sebut dalam Weda dianggap sebagai saksi.
Gunung sahara yang terdapat di Afrika Utara menurut penelitian Geologi adalah bekas lautan. Diketahua pula bahwa penduduk yang hidup disekeliling gunung sahara pada zaman dahulu berhubungan erat dengan Raja Kosala yang beragama Hindu dari India.
Penduduk asli meksiko mengenal dan merayakan hari raya Rama Sinta, yang bertepatan dengan perayaan Nawa Ratri di India. Dari  hasil pengalian didaerah itu di dapatkan patung-patung Ganesha yang erat hubungannya dengan agama Hindu.
Penduduk asli peru  mempunyai hari raya tahunan yang dirayakan pada saat-saat matahari berada pada jarak terjauh dari katulistiwa dan penduduk asli ini di sebut Inca. Kata inca berasal dari kata “Ina” dalam bahasa sanskerta yang berarti matahari dan memang orang-orang Inca adalah pemuja surya.
Uraian tentang Asmaweda Yadnya ( korban kuda ) dalam purana yaitu salah satu Smrti Hindu menyatakan bahwa Raja Sagara terbakar menjadi abu oleh Resi Kapila. Putra-putra raja ini berusaha ke Patala Loka (negeri di balik bumi=Amerika di balik India ) dalam usaha korban kuda ini . Karena Maha Resi Kapila yang sedang bertapa dihutan (Aranya) terganggu, lalu marah dan membakar semua putra-putra Raja Sagara sehingga menjadi abu.
Dilingkungan suku-suku penduduk asli Australia ada suatu jenis tarian tertentu yang dilukiskan sebagai tarian Siwa (Siwa Dance) . Tarian itu dibawakan oleh penari-penarinya dengan memakai tanda “ Tri Kuta “ atau tanda mata ketiga pada dahinya . Tanda- tanda yang sugestif ini jelas menunjukkan bahwa negeri itu telah mengenal kebudayaan yang dibawa oleh agama Hindu.

C.     Inti Ajaran dan Aliran dalam Agama Hindu
§  Inti Ajaran Agama Hindu
Ø Tentang korban dan sajian, sebagai persembahan kepada para dewa atau penghormatan terhadap arwah nenek moyang yang telah meninggal. Korban umum dilakukan dalam bentuk kebersamaan antara masyarakat setempat, biasanya dalam menghadapi musibah, upacara pembakaran mayat dan lain-lain. Korban dilakukan khusus oleh keluarga tertentu dalam hubungannya dengan peristiwa perkawinan, kelahiran dan kematian.
Ø Tentang roh disebutkan adanya roh umum yang bersifat universal, yakni Brahman sebagai Tuhan penguasa semesta dan roh umum yang telah terkurung dalam tubuh atau benda yang disebut Atman.
Ø Perihal karma, bahwa perbuatan manusia di dunia akan selalu berhubungan dengan hukum kausalitas dimana perbuatan baik akan menimbulkan akibat baik, dan perbuatan jahat akan mengakibatkan timbulnya kejahatan.
Ø Bahwa proses kehidupan manusia, tidak terlepas dari kesengsaraan (samsara) dimana manusia lahir, hidup, berbuat, mati, lahir lagi, dan seterusnya. Semuanya akan terus berputar dan tak pernah berhenti, melainkan dengan jalan kelepasan.
Ø Tentang kelepasan atau disebut Moksa, merupakan jalan menghindari kesengsaraan dengan cara membebaskan diri dan godaan keinginan yang melekat dalam tubuh manusia.
D.    Aliran dalam Agama Hindu
Sebagaimana yang terdapat dalam agama-agama besar lainnya, maka dalam agama Hindu juga terdapat aliran-aliran atau sekte-sekte yang masing-masing mempunyai konsepsi untuk menanggapi beberapa segi ajaran agama yang dipandang lebih penting dari pada ajaran pokoknya. Dengan demikian itu maka muncullah aliran atau sekte-sekte, yaitu sebagai berikut:
1)      Aliran Agama Hindu “VEDANTA”.
Aliran Agama Hindu Vedanta, memiliki arti penyempurnaan kitab-kitab Suci Veda. Pendiri aliran ini adalah.
Menurut teori Vedanta : Objek Pemujaan dan Tujuan Akhirnya ialah terletak pada sumber segala-galanya yang disebut “BRAHMAN” (yang diartikan sebagai Yang Maha Ada atau makro-kosmos) dan subjek yang melakukan pemujaan kepadaNya disebut “ATMAN” (yang diartikan sebagai jiwa manusia atau mikro-kosmos). Brahman dan Atman terpisah oleh Samsara. Sedangkan samsara sendiri timbul karena pengaruh materi dan badan jasmani. Selama manusia masih terikat oleh materi/jasmani itu, mereka tetap akan mengalami samsara (menderita). Keadaan demikian menyebabkan tetapnya perpisahan antara Atman dan Brahman.
Untuk menyadarkan manusia tentang penderitaan karena adanya ikatan kebendaan serta samsara yang bersifat maya (khayal) itu harus mencari guru yang baik yang dapat menerangkana sebab akibat penderitaan tersebut, dan tentang perpisahan Atman dan Brahman serta tentang pengetahuan kitab-kitab wedha sedalam-dalamnya.
Tujuan aliran Vedanta yaitu mengarah pada faham persatuan antara makhluk dengan Dewa/Tuhan sehingga faham ini dapat dikatakan sebagai filsafat Pantheisme.
2)      Aliran Agama yang Bercorak Atheistis “SANKYA”.
Aliran ini muncul kira-kira abad VII S.M. yang didirikan oleh seorang bangsawan bernama Kapila.
Materi ajarannya yang dikemukakan ialah berlawanan dengan faham Vedanta di atas. Ajaran-ajarannya adalah sebagai berikut : segala yang maujud ini terdiri dari 2 anasir yaitu Purusha artinya jiwa seseorang, dan anasir Prakerti artinya jasmani manusia. Keduanya dipandang sebagai anasir yang kekal abadi. Samsara disebabkan karena adanya persatuan antara Purusha dan Prakerti.
Ada 3 (tiga) faktor sebab yang membawa penderitaan manusia karena terjadinya persatuan antara Purusha dan Prakerti tersebut, yaitu :
1.      Adanya SATYA, yaitu dasar penerangan, kesempurnaan dan kemurnian.
2.      Adanya RAJAS,yaitu dasar kemampuan berkembang, berubah hawa nafsu.
3.      Adanya TAMAS, yaitu dasar kegelapan dan kejahatan.
Bila mana kita teliti ajarannya benar-benar, maka sankya merupakan aliran yang befaham atheism karena tidak percaya adanya dewa yang dapat menolong ddalam usaha memisahkan antara Purusha dan Prakerti dan disamping itu juga bercorak dualism karena adanya anggapan bahwa kedua unsure Purusha dan Prakerti merupakan anasir yang kekal kedua-duanya.
3)      Aliran Hinduisme “YOGA”.
Aliran ini, terdapat ajaran tentang latihan-latihan kejiwaan dalam usaha melepaskan diri dari samsara. Mula-mula manusia ingin mencapai persatuan dengan Brahman atau ingin memisahkan antara perusha dan praketi dengan berbagai jalan, misalnya dengan berpuasa, dengan menahan nafsu, dengan berbuat kebaikan dan kesucian, menjauhi kelezatan duniawi dan sebagainya.
Namun cara-cara itu kurang memuaskan. Maka timbullah upaya untuk merumuskan metode-metode yang dipandang tepat yaitu dengan memusatkan akal fikiran (samadhie) menyeluruh secara teratur. Dengan menjalankan samadhie itulah diharapkan seorang yogin (menjalankan Yoga) dapat mencapai titik lingkaran dimana fikiran berada dalam keadaan statis (diam tak bergerak), maka barulah manusia mencapai Mokhsada (lepas dari Samsara)
Aliran ini akhirnya tidak mementingkan upacara-upacara agama, melainkan mementingkan metode Samadhie.
4)      Aliran Hinduisme “JAINISME”.
Sekte ini mempunyai konsepsi begitu mendalam. Para ahli menyebutkan sebagai aliran Jaina. Inti ajaran ialah mengharapkan kebahagiaan abadi. Pandangan tentang segala penderitaan ada kesamaan dengan ajaran Vadenta yaitu segala penderitaan jiwa itu disebabkan oleh penganut/ikatan kebendaan.
Oleh karena itu manusia harus berdaya upaya untuk membebaskan jiwa dari ikatan benda/materi tersebut. Caranya dengan menjalankan ahimsa yaitu tidak membunuh segala makhluk hidup dalam segala jenisnya. Pendeta agama ini disebut dengan nama “Arhant”. Aliran ini membenci wanita sehingga mereka tidak mendapatkan tempat dalam usaha pelepasan menurut agama ini.
Aliran faham ini dalam mencapai kebahagiaan Nirvana tidak memandang perlu adanya tafakur, samadhie dan metode lainnya, tetapi lebih menekankan usaha yang harus dilakukan oleh pengikutnya yaitu melakukan AHIMSA (tidak membunuh makhluk hidup).
5)      Aliran Wisnuisme “VAISNAVA”.
Sekte ini lebih mengutamakan pemujaanya terhadap Dewa Wisnu karena Dewa ini sangat simpatik bagi mereka dengan sifat-sifatnya yang berdasarkan pada perasaan bhakti (cinta).
Pandangan pengikutnya menyatakan kebaikan Wisnu dengan bhaktinya ialah member jaminan hidup bagi umat pemujanya, karena cukuplah bagi pengikutnya untuk menyerahkan saja kepadaNya. Sikap menyerahkan diri kepadaNya akan membawa mereka kepada Nirwana. Segala kebaikan bakti Wisnu itu dituliskan dalam kitab sucinya yaitu kitab purana.
6)      Aliran Siwaisme “SAIVA”.
Pemeluk aliran ini sangat optimis terhadap kebulatan kekuasaan dewa Siwa, karena ia dipercaya dapat menjelma dalam berbagai bentuk kedewatan yang menggambarkan kekuasaanya yang besar. Kekuasaan meliputi : penentuan hidup dan matinya manusia dan kekuasaanya adalah yang tertinggi diantara dewa-dewa.
Jadi, keistimewaan Dewa Siwa ini ialah dapat mempunyai watak/sifat-sifat pribadi yang satu sama lain kadang-kadang berlawanan. Disaat penjelmaan yang baik, maka pengikutnya memuja untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dan rahmat, sedang saat penjelmaan jahat, maka ia dipuja untuk tidak memperbesar kemaharahannya serta untuk tidak menimpakan kejahatannya kepada ummat manusia. Dalam pemujaan-pemujaan demikian mereka memberikan korban-korban dan sajian dalam setiap waktu tertentu dibawah pimpinan pendeta-pendetanya.
7)      Aliran Brahmaisme.
Aliran ini lebih mengutamakan pemujaan kepada dewa Brahma, yang didalam faham Trimurti dipandang dewa pencipta alam.  Kaum brahmanalah yang banyak mengikut sekte ini, dengan kitab sucinya yang disusun mereka sendiri bernama kitab Brahmana (800 SM)
Kitab tersebut menguraikan tentang cara-cara bersaji dan penyelenggaraan kurban-kurban yang dianggap sah bila didasarkan atas petunjuk-petunjuk para pendeta. Dalam kitab Brahmana dijelaskan bahwa orang-orang harus tunduk kepada dua jenis dewa yaitu dewa-dewa yang sesungguhnya yang tinggal di khayangan dan dewa manusia yaitu para pendeta-pendeta yang tinggal di dunia.
Brahma dalam rangkaian Trimurti dipandang sebagai dewa yang paling berkuasa dalam penciptaan sesuatu, jadi dipandang lebih tinggi kekuasaannya daripada kedua dewa lainnya. Oleh karena itu, dewa Brahma-lah satu-satunya dewa tertinggi yang harus dipuja oleh siapapun, karena besar cipta dan karsanya. Itulah sebabnya ia digambarkan sebagai tokoh dewa yang berkepala empat serta berwajah indah dengan tanda sekuntum bunga teratai serta naik Hamsa (angsa).
8)      Aliran Tantrisme “TANTRAYANA”.
Aliran ini dalam mencapai Nirwana lebih mementingkan cara pembacaan
mantra-mantra rahasia dan membebaskan ruang gerak hawa nafsu. Dalam kitab Tantrisme yang disebut kitab : “Agama” dan “Tantra” dinyatakan bahwa :
“hendaknya manusia jangan mengekang hawa nafsunya tetapi sebaliknya nafsu harus dibebaskan dan diberi kepuasan. Dengan demikian, maka jiwa manusia jadi merdeka dari segala tekanan-tekanan psikisnya’.
Cara-cara yang ditempuh ialah dengan menjalankan lima “ma” yang terdiri dari Matsya : makan ikan sebanyak-banyaknya; Mada : meminum tuak sebanyak mungkin. Mamsa : memakan daging sebanyak-banyaknya; Mudra : makan sejenis padi-padian sebanyak-banyaknya; akhirnya Maethuna melepaskan nafsu birahi sebanyak-banyaknya dengan wanita. Dengan kepuasan nafsu tersebut, manusia dapat membebaskan diri dari samsara.
9)      Aliran Agama Hindu Bali “HINDU DHARMA”.
Aliran ini merupakan syncretisme antara faham animism setempat dengan Hinduisme India dan antara Siwaisme dan Budhisme yang telah mengalami proses rohaniyah typis Jawa. Dewa yang dijadikan titik pemujaan dalam agama Hindu Darma ini adalah Siwa.  Dewa inilah yang sangat ditakuti oleh mereka karena dapat menghancurkan jalan hidup manusia serta alam sekitar.  Dan dewa inilah bila dilalaikan orang, akan dapat menimbulkan kemarahannya. Sehingga dapat merusak manusia serta alam pulau Bali khusnya. Dewa ini juga dipandang memberikan kesuburan di tanah Bali.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat Bali senantiasa mengadakan upacara untukNya. Dalam upaca pemujaan dewa-dewa Hindu Darma terdapat beberapa macam yajnya (kurban). Yajnya kecil dalam tiap keluarga dan dalam proses perkembangan hidupnya. Adapun Yajnya yang besar utnuk menjaga alam semesta ini agar tidak hancur.
Konsepsi ketuhanan Hindu Darma  dalam buku “Upadesa” di uraikan bahwa kepercayaan Hindu Darma kepada Tuhan tidak boleh polytheisme (faham banyak Tuhan), akan tetapi sebaliknya agama tersebut adalah Monotheisme (faham Tuhan Esa). Meskipun Tuhan hanya satu, akan tetapi dapat dimanifestasikan dalam bermacam-macam nama menurut sifat-sifat kekuasaan yang ada padaNya.4
E.     Kitab-kitab dalam Agama Hindu
·         Sruti, yakni setiap kitab yang berisikan ajaran yang langsung diwahyukan Brahma (Zat Tunggal Maha Pencipta) kepada setiap rishi (orang suci), yaitu :        


4. Arifin, “menguak misteri ajaran agama-agama besar”, Jakarta : Golden trayon, hlm 78-93.

-          Kitab Suci Veda.
·         Smriti, yakni setiap tradisi (ucapan,perbuatan, tulisan) yang mengandung ajaran seseorang richi (orang suci) atau ajaran seseorang acharya (guru) ataupun ajaran avatar ( Inkarnasi-ilahi) seumpama krisnha dan lainnya.
-          Brahmanas
Brahmanas itu bermakna hal-hal yang berkaitan dengan  Brahman, kodrat universal yang menjadi tumpuan kebaktian. Bramanas ini berisikan penafsiran atas ajaran-ajaran keagamaan yang terkandung dalam himpunan nyanyan veda.
-          Upanishads
Arti dari kata Upanishad ialah “duduk berdekatan dengan kidmad,” dan juga mempunyai arti “ajaran yang teramat rahasia”.
Upanishads berisikan pembahasan-pembahasan yang bersifat mistik dan filosofis tentang Brahman, dan kejadian alam semesta, diri, jiea,atman, dan cara memulangkan Atman kedalam Brahman.
-          Mahabhatara
Mahabharata itu terbentuk sejak terdiri atas 200.000 bait. Pada mulanya Cuma terdiri atas 9.000 bait tetapi dari abad kea bad berkembang dan bertambah isinya.
-          Baghavat-gita
merupakan suatu bagian integral dalam Mahabharata, dan merupakan salah satu kitab suci Hindu yang masyhur. Kitab tersebut mengandung ajaran filosofis yang dinarasikan oleh Kresna, sebagai awatara Wisnu--kepada Arjuna, menjelang perang di Kurukshetra. Bhagawadgita terdiri dari delapan belas bab dan berisi ± 650 sloka. Setiap bab menguraikan jawaban-jawaban yang diajukan oleh Arjuna kepada Kresna. Jawaban-jawaban tersebut merupakan wejangan suci sekaligus pokok-pokok ajaran Weda.[218] Akan tetapi, kitab yang termasuk Gita, kadangkala disebut Gitopanishad seringkali digolongkan ke dalam Sruti, karena konteksnya bersifat Upanishad.
-          Ramayana

-          Upa Purana
Kitab Upa Purana menguraikan ajaran-ajaran Hindu melalui kisah-kisah yang gamblang—tergolong ke dalam Smerti. Purana memuat mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman purba yang diyakini kebenarannya oleh umat Hindu. Kata Purana berarti "sejarah kuno" atau "cerita kuno". Penulisan kitab-kitab Purana diperkirakan dimulai sekitar tahun 500 SM. Terdapat delapan belas kitab Purana yang disebut Mahapurana.


Daftar Pustaka
Ali, Matius. “FILSAFAT INDIA Sebuah Pengantar Hinduisme & Buddihisme”. Karang Mulya: Sanggar Luxor, 2010
Arifin,M.“menguak misteri ajaran agama-agama besar”, Jakarta : Golden trayon,1987.
Honig,G A. “Ilmu Agama”,jld I, cet 2, Jakarta : Kristen,1966.
Sou’yb, Joesoef. “Agama-Agama Besar Di Dunia”, cet 1, Jakarta : Pustaka Alhusna, 1983.
Keene, Michael. “Agama-Agama Dunia”. Yogyakarta: Kansius, 2006.
id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu




Tidak ada komentar:

Posting Komentar