BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Dengan adanya dunia yang semakin maju dalam perkembangannya dari
zaman purba hingga zaman modern ini, manusia dituntut untuk dapat
berpikir maju. Tanpa didasari sejarah maka sejarah sangat penting bagi manusia
dalam mengetahui bagaimana sebuah tatanan masyarakat bisa terbentuk. Contoh
kongkritnya saja ialah pada masyarakat Indonesia yang baik, harus mengetahui
sejarah terbentuknya Negara Indonesia. Begitupun dengan umat beragama, misalnya
umat islam yang bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah-Nya berarti Ia
harus tahu awal mula terbentuknya agama Islam.
Bagi umat non muslim apabila mau masuk Islam maka dia harus
mengetahui silsilah adanya agama Islam. Begitu juga dengan agama hindu yang
akan kami bahas dalam makalah ini. Dengan demikian mempelajari ilmu atau
asal-usul agama penting bagi kita demi terbentuknya sikap toleransi yang baik
dalam kehidupan agama yang majemuk ini.
B.
Rumusan
masalah
1.
Pengertian
Agama Hindu
2.
Sejarah
Muncul dan Penyebaran Agama Hindu
3.
Inti
Ajaran dan Aliran dalam Agama Hindu
4.
Kitab-kitab
dalam Agama Hindu
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian
Agama Hindu
Sebelum kata
“Hindu” dan “Hinduisme” diterima, ada istilah-istilah yang diperkenalkan oleh
orang asing, yakni: orang Persia, Yunani dan Inggris. Umat Hindu menyebut
tradisi mereka sebagai Vaidika Dharma, Artinya Dharmanya weda.1
Dalam bahasa
Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa
Sanskerta). Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta
Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak
benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai
Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang
termuat dalam Zend Avesta
— sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya
kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai
Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk
setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana.
Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul
semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda.2
Riwayat Hinduisme yang diketahui paling dini
terdapat pada peradaban Lembah Sungai Indus. Kata itu sendiri berasal dari
bahasa Sansekerta untuk Sungai Indus, Sidddhu, kata yang oleh bangsa
Persia kuno diucapkan sebagai “Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan
untuk menyebut semua bangsa India pada umumnya, tetapi sekarang kata itu hanya
digunakan untuk menyebut pengikut Hinduisme.3
B.
Sejarah
dan Penyebaran Agama Hindu
§ Sejarah Agama Hindu
Pendiri Hinduisme tidak diketahui dan titik
awalnya merujuk pada masa pra-sejarah. Hinduisme juga merupakan tradisi
religious utama yang tertua. Menurut Yong Choon Kim, Hinduisme juga seringkali
disebut sebagai agama ahistoris dan nonhistoris, karena tidak memiliki awal
sejarah dan tidak ada pendiri tunggal. Menurut tradisi, seseorang tidak dapat
menjadi seorang Hindu kecuali ia dilahirkan dalam keluarga Hindu.
Antara 3000 dan
2000 SM, dilembah sungai Sindhu (Indus) tinggallah bangsa-bangsa yang
peradabannya menyerupai bangsa Sumeria didaerah sungai Efrat dan Tigris.
Berbagai cap daripada gading dan tembikar yang ada tanda-tanda
1.
Matius Ali, “FILSAFAT INDIA Sebuah Pengantar Hinduisme & Buddihisme”, Sanggar
Luxor, karang mulya 2010, cet:1,hlm 3-4
2.
id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu(online),diakses pada tanggal 11 maret 2014
3.
Michael Keene, “Agama-Agama Dunia”, Kansius, Yogyakarta 2006, hlm 10
tulisan dan
lukisan-lukisan binatang, menceritakan bahwa adanya persesuaian didalam peradaban
tersebut. Sepanjang pantai dari laut Tengah sampai ke Teluk Belangga terdapat
sejenis peradaban yang sama, dan sudah meningkat perkembangannya. Sisa-sisa
kebudayaan tersebut terdapat dikota Harappa di pundjabd dan disebelah utara
Karachi, ditemukan sebuah kota, Mohenjodaro telah ditemukan rumah-rumah yang
berdinding tebal dan bertetangga.
Penduduk
India pada zaman itu terkenal sebagai “bangsa Drawida”. Mula-mula mereka
tinggal tersebar diseluruh negeri, tetapi lama kelamaan tinggal disebelah
selatan dan memerintah negerinya sendiri. Karena mereka disebelah utara hidup
sebagai orang taklukan dan bekerja pada bangsa-bangsa yang merebut negeri tiu.
Mereka adalah bangsa-bangsa yang berkulit hitam dan berhidung pipih,
berperawakan kecil dan berambut keriting.
Antara
tahun 2000 dan 1000 SM masuklah kaum “Arya” ke India , yang memisahkan diri
dari kaum sebangsanya di Iran. Mereka memasuki India melalui jurang-jurang di
pegunungan “Hindu-Kush”. Bangsa Arya itu serumpun dengan bangsa German, Junani,
dan Romawi bahkan bangsa-bangsa lainnya di Eropa dan Asia. Mereka tergolong
dengan rumpun Indo-German.
Setelah
datang di India mereka menetap didataran sungai Shindu yang pada zaman itu
masih subur; jadi di daerah itu mereka telah menjumpai suatu peradaban
tua. Kemudian mereka lebih memasuki
India sampai di tepi sungai Gangga dan sampai sebelah selatan sehingga
pencampuran bangsa Drawida, dengan demikian terwujudlah akhirnya suatu
kesatuan. Berkat peleburan kebudayaan Drawida yang tua itu dengan kebudayaan
Arya membentuk kebudayaan India.
Bangsa
Arya ketika masuk ke India kurang beradab dari pada bangsa Drawida yang
ditaklukkan. Tetapi mereka unggul dalam ilmu peperangan daripada bangsa Drwida
pada waktu mereka masuk ke India mereka adalah bangsa setengah nomad (pengembara)
mereka beranggapan bahwa peternakan lebih besar artinya daripada pertanian.
Bagi bangsa Arya kuda dan lembu dianggap binatang suci. Dibandingkan dengan
bangsa Arya, Drawida yang tinggal di kota-kota dan bercocok tanam serta
menyelenggarakan perniagaan disepanjang pantai,maka Pada saat itu bangsa Arya
bisa dibilang masih Primitif. Dapat
diketahuilah bahwa bermacam-macam unsur kebudayaan India berasal dari
kebudayaan Drawida yang tua. Bangsa Arya belum mempunyai dewa-dewa, bangsa
Drawida sudah. Sebuah gejala yang khas didalam agama Hindu ialah pengakuan
adanya dewa induk.
Jadi
dapatlah disimpulkan, bahwa agama Hindu sebagai agama tumbuh dari dua sumber
yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua bangsa yang
berlainan, yang berawal banyak hal-hal yang berlainan, tetapi kemudian lebur
menjadi satu.
§ Penyebaran Agama Hindu
Dalam suatu
peninggalan di mesir ditemukan sebuah inskripsi yang diketahui berangka
tahun1200 SM. Isi dari peninggalan tersebut adalah perjanjian antara Ramses II
dengan Hittiles. Dalam perjanjian ini “ Maitra Waruna” yaitu manifestasi Sang
Hiyang Widhi Wasa menurut agama Hindu yang disebut-sebut dalam Weda dianggap
sebagai saksi.
Gunung sahara
yang terdapat di Afrika Utara menurut penelitian Geologi adalah bekas lautan. Diketahua
pula bahwa penduduk yang hidup disekeliling gunung sahara pada zaman dahulu
berhubungan erat dengan Raja Kosala yang beragama Hindu dari India.
Penduduk asli
meksiko mengenal dan merayakan hari raya Rama Sinta, yang bertepatan dengan
perayaan Nawa Ratri di India. Dari hasil pengalian didaerah itu di
dapatkan patung-patung Ganesha yang erat hubungannya dengan agama Hindu.
Penduduk asli
peru mempunyai hari raya tahunan yang dirayakan pada saat-saat matahari
berada pada jarak terjauh dari katulistiwa dan penduduk asli ini di sebut Inca.
Kata inca berasal dari kata “Ina” dalam bahasa sanskerta yang berarti matahari
dan memang orang-orang Inca adalah pemuja surya.
Uraian tentang
Asmaweda Yadnya ( korban kuda ) dalam purana yaitu salah satu Smrti Hindu
menyatakan bahwa Raja Sagara terbakar menjadi abu oleh Resi Kapila. Putra-putra
raja ini berusaha ke Patala Loka (negeri di balik bumi=Amerika di balik India )
dalam usaha korban kuda ini . Karena Maha Resi Kapila yang sedang bertapa
dihutan (Aranya) terganggu, lalu marah dan membakar semua putra-putra Raja
Sagara sehingga menjadi abu.
Dilingkungan
suku-suku penduduk asli Australia ada suatu jenis tarian tertentu yang
dilukiskan sebagai tarian Siwa (Siwa Dance) . Tarian itu dibawakan oleh
penari-penarinya dengan memakai tanda “ Tri Kuta “ atau tanda mata ketiga pada
dahinya . Tanda- tanda yang sugestif ini jelas menunjukkan bahwa negeri itu
telah mengenal kebudayaan yang dibawa oleh agama Hindu.
C.
Inti
Ajaran dan Aliran dalam Agama Hindu
§ Inti Ajaran Agama Hindu
Ø Tentang korban
dan sajian, sebagai persembahan kepada para dewa atau penghormatan terhadap
arwah nenek moyang yang telah meninggal. Korban umum dilakukan dalam bentuk
kebersamaan antara masyarakat setempat, biasanya dalam menghadapi musibah,
upacara pembakaran mayat dan lain-lain. Korban dilakukan khusus oleh keluarga
tertentu dalam hubungannya dengan peristiwa perkawinan, kelahiran dan kematian.
Ø Tentang roh
disebutkan adanya roh umum yang bersifat universal, yakni Brahman sebagai Tuhan
penguasa semesta dan roh umum yang telah terkurung dalam tubuh atau benda yang
disebut Atman.
Ø Perihal karma,
bahwa perbuatan manusia di dunia akan selalu berhubungan dengan hukum
kausalitas dimana perbuatan baik akan menimbulkan akibat baik, dan perbuatan
jahat akan mengakibatkan timbulnya kejahatan.
Ø Bahwa proses
kehidupan manusia, tidak terlepas dari kesengsaraan (samsara) dimana manusia
lahir, hidup, berbuat, mati, lahir lagi, dan seterusnya. Semuanya akan terus
berputar dan tak pernah berhenti, melainkan dengan jalan kelepasan.
Ø Tentang
kelepasan atau disebut Moksa, merupakan jalan menghindari kesengsaraan dengan
cara membebaskan diri dan godaan keinginan yang melekat dalam tubuh manusia.
D.
Aliran
dalam Agama Hindu
Sebagaimana yang terdapat dalam agama-agama besar lainnya, maka
dalam agama Hindu juga terdapat aliran-aliran atau sekte-sekte yang
masing-masing mempunyai konsepsi untuk menanggapi beberapa segi ajaran agama
yang dipandang lebih penting dari pada ajaran pokoknya. Dengan demikian itu
maka muncullah aliran atau sekte-sekte, yaitu sebagai berikut:
1)
Aliran
Agama Hindu “VEDANTA”.
Aliran
Agama Hindu Vedanta, memiliki arti penyempurnaan kitab-kitab Suci Veda. Pendiri
aliran ini adalah.
Menurut
teori Vedanta : Objek Pemujaan dan Tujuan Akhirnya ialah terletak pada sumber
segala-galanya yang disebut “BRAHMAN” (yang diartikan sebagai Yang Maha Ada
atau makro-kosmos) dan subjek yang melakukan pemujaan kepadaNya disebut “ATMAN”
(yang diartikan sebagai jiwa manusia atau mikro-kosmos). Brahman dan Atman
terpisah oleh Samsara. Sedangkan samsara sendiri timbul karena pengaruh materi
dan badan jasmani. Selama manusia masih terikat oleh materi/jasmani itu, mereka
tetap akan mengalami samsara (menderita). Keadaan demikian menyebabkan tetapnya
perpisahan antara Atman dan Brahman.
Untuk
menyadarkan manusia tentang penderitaan karena adanya ikatan kebendaan serta
samsara yang bersifat maya (khayal) itu harus mencari guru yang baik yang dapat
menerangkana sebab akibat penderitaan tersebut, dan tentang perpisahan Atman
dan Brahman serta tentang pengetahuan kitab-kitab wedha sedalam-dalamnya.
Tujuan
aliran Vedanta yaitu mengarah pada faham persatuan antara makhluk dengan
Dewa/Tuhan sehingga faham ini dapat dikatakan sebagai filsafat Pantheisme.
2)
Aliran
Agama yang Bercorak Atheistis “SANKYA”.
Aliran
ini muncul kira-kira abad VII S.M. yang didirikan oleh seorang bangsawan
bernama Kapila.
Materi
ajarannya yang dikemukakan ialah berlawanan dengan faham Vedanta di atas.
Ajaran-ajarannya adalah sebagai berikut : segala yang maujud ini terdiri dari 2
anasir yaitu Purusha artinya jiwa seseorang, dan anasir Prakerti artinya
jasmani manusia. Keduanya dipandang sebagai anasir yang kekal abadi. Samsara
disebabkan karena adanya persatuan antara Purusha dan Prakerti.
Ada
3 (tiga) faktor sebab yang membawa penderitaan manusia karena terjadinya
persatuan antara Purusha dan Prakerti tersebut, yaitu :
1.
Adanya
SATYA, yaitu dasar penerangan, kesempurnaan dan kemurnian.
2.
Adanya
RAJAS,yaitu dasar kemampuan berkembang, berubah hawa nafsu.
3.
Adanya
TAMAS, yaitu dasar kegelapan dan kejahatan.
Bila
mana kita teliti ajarannya benar-benar, maka sankya merupakan aliran yang befaham atheism karena tidak percaya
adanya dewa yang dapat menolong ddalam usaha memisahkan antara Purusha dan
Prakerti dan disamping itu juga bercorak dualism karena adanya anggapan bahwa
kedua unsure Purusha dan Prakerti merupakan anasir yang kekal kedua-duanya.
3)
Aliran
Hinduisme “YOGA”.
Aliran
ini, terdapat ajaran tentang latihan-latihan kejiwaan dalam usaha melepaskan
diri dari samsara. Mula-mula manusia ingin mencapai persatuan dengan Brahman
atau ingin memisahkan antara perusha dan praketi dengan berbagai jalan,
misalnya dengan berpuasa, dengan menahan nafsu, dengan berbuat kebaikan dan
kesucian, menjauhi kelezatan duniawi dan sebagainya.
Namun
cara-cara itu kurang memuaskan. Maka timbullah upaya untuk merumuskan
metode-metode yang dipandang tepat yaitu dengan memusatkan akal fikiran
(samadhie) menyeluruh secara teratur. Dengan menjalankan samadhie itulah diharapkan
seorang yogin (menjalankan Yoga) dapat mencapai titik lingkaran dimana fikiran
berada dalam keadaan statis (diam tak bergerak), maka barulah manusia mencapai
Mokhsada (lepas dari Samsara)
Aliran
ini akhirnya tidak mementingkan upacara-upacara agama, melainkan mementingkan
metode Samadhie.
4)
Aliran
Hinduisme “JAINISME”.
Sekte ini
mempunyai konsepsi begitu mendalam. Para ahli menyebutkan sebagai aliran Jaina.
Inti ajaran ialah mengharapkan kebahagiaan abadi. Pandangan tentang segala
penderitaan ada kesamaan dengan ajaran Vadenta yaitu segala penderitaan jiwa
itu disebabkan oleh penganut/ikatan kebendaan.
Oleh karena itu
manusia harus berdaya upaya untuk membebaskan jiwa dari ikatan benda/materi
tersebut. Caranya dengan menjalankan ahimsa yaitu tidak membunuh segala makhluk
hidup dalam segala jenisnya. Pendeta agama ini disebut dengan nama “Arhant”.
Aliran ini membenci wanita sehingga mereka tidak mendapatkan tempat dalam usaha
pelepasan menurut agama ini.
Aliran faham
ini dalam mencapai kebahagiaan Nirvana tidak memandang perlu adanya tafakur,
samadhie dan metode lainnya, tetapi lebih menekankan usaha yang harus dilakukan
oleh pengikutnya yaitu melakukan AHIMSA (tidak membunuh makhluk hidup).
5)
Aliran
Wisnuisme “VAISNAVA”.
Sekte
ini lebih mengutamakan pemujaanya terhadap Dewa Wisnu karena Dewa ini sangat
simpatik bagi mereka dengan sifat-sifatnya yang berdasarkan pada perasaan
bhakti (cinta).
Pandangan
pengikutnya menyatakan kebaikan Wisnu dengan bhaktinya ialah member jaminan
hidup bagi umat pemujanya, karena cukuplah bagi pengikutnya untuk menyerahkan
saja kepadaNya. Sikap menyerahkan diri kepadaNya akan membawa mereka kepada
Nirwana. Segala kebaikan bakti Wisnu itu dituliskan dalam kitab sucinya yaitu
kitab purana.
6)
Aliran
Siwaisme “SAIVA”.
Pemeluk
aliran ini sangat optimis terhadap kebulatan kekuasaan dewa Siwa, karena ia
dipercaya dapat menjelma dalam berbagai bentuk kedewatan yang menggambarkan
kekuasaanya yang besar. Kekuasaan meliputi : penentuan hidup dan matinya
manusia dan kekuasaanya adalah yang tertinggi diantara dewa-dewa.
Jadi,
keistimewaan Dewa Siwa ini ialah dapat mempunyai watak/sifat-sifat pribadi yang
satu sama lain kadang-kadang berlawanan. Disaat penjelmaan yang baik, maka
pengikutnya memuja untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dan rahmat, sedang saat
penjelmaan jahat, maka ia dipuja untuk tidak memperbesar kemaharahannya serta
untuk tidak menimpakan kejahatannya kepada ummat manusia. Dalam
pemujaan-pemujaan demikian mereka memberikan korban-korban dan sajian dalam
setiap waktu tertentu dibawah pimpinan pendeta-pendetanya.
7)
Aliran
Brahmaisme.
Aliran
ini lebih mengutamakan pemujaan kepada dewa Brahma, yang didalam faham Trimurti
dipandang dewa pencipta alam. Kaum
brahmanalah yang banyak mengikut sekte ini, dengan kitab sucinya yang disusun
mereka sendiri bernama kitab Brahmana (800 SM)
Kitab
tersebut menguraikan tentang cara-cara bersaji dan penyelenggaraan
kurban-kurban yang dianggap sah bila didasarkan atas petunjuk-petunjuk para
pendeta. Dalam kitab Brahmana dijelaskan bahwa orang-orang harus tunduk kepada
dua jenis dewa yaitu dewa-dewa yang sesungguhnya yang tinggal di khayangan dan
dewa manusia yaitu para pendeta-pendeta yang tinggal di dunia.
Brahma
dalam rangkaian Trimurti dipandang sebagai dewa yang paling berkuasa dalam
penciptaan sesuatu, jadi dipandang lebih tinggi kekuasaannya daripada kedua
dewa lainnya. Oleh karena itu, dewa Brahma-lah satu-satunya dewa tertinggi yang
harus dipuja oleh siapapun, karena besar cipta dan karsanya. Itulah sebabnya ia
digambarkan sebagai tokoh dewa yang berkepala empat serta berwajah indah dengan
tanda sekuntum bunga teratai serta naik Hamsa (angsa).
8)
Aliran
Tantrisme “TANTRAYANA”.
Aliran ini
dalam mencapai Nirwana lebih mementingkan cara pembacaan
mantra-mantra
rahasia dan membebaskan ruang gerak hawa nafsu. Dalam kitab Tantrisme yang
disebut kitab : “Agama” dan “Tantra” dinyatakan bahwa :
“hendaknya
manusia jangan mengekang hawa nafsunya tetapi sebaliknya nafsu harus dibebaskan
dan diberi kepuasan. Dengan demikian, maka jiwa manusia jadi merdeka dari
segala tekanan-tekanan psikisnya’.
Cara-cara
yang ditempuh ialah dengan menjalankan lima “ma” yang terdiri dari Matsya :
makan ikan sebanyak-banyaknya; Mada : meminum tuak sebanyak mungkin. Mamsa :
memakan daging sebanyak-banyaknya; Mudra : makan sejenis padi-padian
sebanyak-banyaknya; akhirnya Maethuna melepaskan nafsu birahi
sebanyak-banyaknya dengan wanita. Dengan kepuasan nafsu tersebut, manusia dapat
membebaskan diri dari samsara.
9)
Aliran
Agama Hindu Bali “HINDU DHARMA”.
Aliran
ini merupakan syncretisme antara faham animism setempat dengan Hinduisme India
dan antara Siwaisme dan Budhisme yang telah mengalami proses rohaniyah typis
Jawa. Dewa yang dijadikan titik pemujaan dalam agama Hindu Darma ini adalah
Siwa. Dewa inilah yang sangat ditakuti
oleh mereka karena dapat menghancurkan jalan hidup manusia serta alam
sekitar. Dan dewa inilah bila dilalaikan
orang, akan dapat menimbulkan kemarahannya. Sehingga dapat merusak manusia
serta alam pulau Bali khusnya. Dewa ini juga dipandang memberikan kesuburan di
tanah Bali.
Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat Bali senantiasa mengadakan
upacara untukNya. Dalam upaca pemujaan dewa-dewa Hindu Darma terdapat beberapa
macam yajnya (kurban). Yajnya kecil dalam tiap keluarga dan dalam proses
perkembangan hidupnya. Adapun Yajnya yang besar utnuk menjaga alam semesta ini
agar tidak hancur.
Konsepsi ketuhanan Hindu Darma dalam buku “Upadesa” di uraikan bahwa
kepercayaan Hindu Darma kepada Tuhan tidak boleh polytheisme (faham banyak
Tuhan), akan tetapi sebaliknya agama tersebut adalah Monotheisme (faham Tuhan
Esa). Meskipun Tuhan hanya satu, akan tetapi dapat dimanifestasikan dalam
bermacam-macam nama menurut sifat-sifat kekuasaan yang ada padaNya.4
E.
Kitab-kitab
dalam Agama Hindu
·
Sruti,
yakni setiap kitab yang berisikan ajaran yang langsung diwahyukan Brahma (Zat
Tunggal Maha Pencipta) kepada setiap rishi (orang suci), yaitu :
4. Arifin, “menguak misteri
ajaran agama-agama besar”, Jakarta : Golden trayon, hlm 78-93.
-
Kitab
Suci Veda.
·
Smriti,
yakni setiap tradisi (ucapan,perbuatan, tulisan) yang mengandung ajaran
seseorang richi (orang suci) atau
ajaran seseorang acharya (guru)
ataupun ajaran avatar (
Inkarnasi-ilahi) seumpama krisnha dan lainnya.
-
Brahmanas
Brahmanas itu
bermakna hal-hal yang berkaitan dengan Brahman, kodrat universal yang menjadi
tumpuan kebaktian. Bramanas ini berisikan penafsiran atas ajaran-ajaran
keagamaan yang terkandung dalam himpunan nyanyan veda.
-
Upanishads
Arti
dari kata Upanishad ialah “duduk berdekatan dengan kidmad,” dan juga mempunyai
arti “ajaran yang teramat rahasia”.
Upanishads
berisikan pembahasan-pembahasan yang bersifat mistik dan filosofis tentang
Brahman, dan kejadian alam semesta, diri, jiea,atman, dan cara memulangkan
Atman kedalam Brahman.
-
Mahabhatara
Mahabharata
itu terbentuk sejak terdiri atas 200.000 bait. Pada mulanya Cuma terdiri atas
9.000 bait tetapi dari abad kea bad berkembang dan bertambah isinya.
-
Baghavat-gita
merupakan suatu bagian
integral dalam Mahabharata, dan
merupakan salah satu kitab suci Hindu yang masyhur. Kitab tersebut mengandung
ajaran filosofis yang dinarasikan oleh Kresna, sebagai awatara Wisnu--kepada Arjuna, menjelang perang di Kurukshetra. Bhagawadgita terdiri dari
delapan belas bab dan berisi ± 650 sloka. Setiap bab menguraikan jawaban-jawaban yang diajukan oleh Arjuna kepada
Kresna. Jawaban-jawaban tersebut merupakan wejangan suci sekaligus pokok-pokok
ajaran Weda.[218] Akan tetapi, kitab yang termasuk Gita, kadangkala disebut Gitopanishad seringkali digolongkan ke dalam Sruti, karena konteksnya bersifat Upanishad.
-
Ramayana
-
Upa
Purana
Kitab Upa Purana menguraikan ajaran-ajaran Hindu melalui kisah-kisah yang gamblang—tergolong
ke dalam Smerti. Purana memuat mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman purba yang diyakini kebenarannya oleh umat Hindu.
Kata Purana berarti "sejarah kuno" atau "cerita
kuno". Penulisan kitab-kitab Purana diperkirakan dimulai sekitar
tahun 500 SM. Terdapat delapan belas kitab Purana yang disebut Mahapurana.
Daftar Pustaka
Ali, Matius. “FILSAFAT
INDIA Sebuah Pengantar Hinduisme & Buddihisme”. Karang Mulya: Sanggar
Luxor, 2010
Arifin,M.“menguak misteri
ajaran agama-agama besar”, Jakarta : Golden trayon,1987.
Honig,G A. “Ilmu Agama”,jld
I, cet 2, Jakarta : Kristen,1966.
Sou’yb, Joesoef. “Agama-Agama
Besar Di Dunia”, cet 1, Jakarta : Pustaka Alhusna, 1983.
Keene, Michael.
“Agama-Agama Dunia”. Yogyakarta: Kansius, 2006.
id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar