Selasa, 15 Desember 2015

Pengertian akhlak menurut filosoif, dan penjelasan tentang ruang lingkup akhlak

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak  manusia. Sejarah pun mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar  akhlak dan keluhuran  budi Nabi Muhamad SAW itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.
Pentingnya akhlak dalam praktek-praktek kehidupan juga ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis yang artinya: ”Sesungguhnya aku (Rasul) diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia” (H.R. Bukhari dan Muslim). Pernyataan langsung dari Rasulullah ini, menjelaskan bagaimana pentingnya akhlak dalam kehidupan ini, baik dalam hubungannya dengan Sang Khaliq maupun dengan sesama makhluk. Akhlak tidak hanya menjadi pembahasan bagi pemikiran teologi tapi juga sebagai pembahasan para filosof. Oleh karena itu, pemakalah akan sedikit menjelaskan tentang beberapa pendapat filosof tentang filsafat akhlak.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian akhlak?
2.      Bagaimana akhlak menurut para filosof?
3.      Bagaimana  penjelasan tentang ruang lingkup akhlak?







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akhlak
Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa arab akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, jama’nya khuluqun yang berarti perangai (al-sajiyah), adat kebiasaan (al’adat), budi pekerti, tingkah laku atau tabiat (ath-thabi’ah), perbedaan yang baik (al-maru’ah), dan agama (ad-din).[1] Secara istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi.

B.     Akhlak menurut beberapa filosof
Akhlak ialah perbuatan secara spontan. Adapun penjelasan dari Ahklak itu sendiri memiliki berbagai versi, diantaranya:
·         Menurut ibnu Miskawaih akhlak ialah suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan. Akhlak yang tercela menurutnya dapat berubah menjadi akhlak yang terpuji yaitu melalui jalan pendidikan dan latihan.[2]
·         Menurut Ar-Razi akhlak dalam bukunya Ath-Thibb Ar-Ruhani dan Shirat Al-Falsafiyyah. Ia berpendapat bahwa seorang filosof harus moderat tidak terlalu menyendiri, tidak terlalu menuruti hawa nafsu. Dalam kehidupan ada dua batasan yaitu batas tertinggi dan batas terendah. Dengan adanya batasan tersebut orang dapat hidup ketakterlayakan. Melalui bukunya  Ath-Thibb Ar-Ruhani, ia menjelaskan apakah keburukan itu dan bagaimana cara menghindarinya. Dalam buku itu juga ia membahas masalah-masaah pada etika: dusta, kekhawatiran, tamak, sifat sembrono dan ambisi.
·         Menurut Ibnu Bajah, akhlak terbagi menjadi dua jenis yaitu: yang pertama, perbuatan yang timbul dari motivasi naluri dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya, baik dekat maupun jauh. Yang kedua, akhlak ialah perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang bersih dan tinggi.[3]

C.    Ruang lingkup Akhlak
Kata Akhlak merupakan bentuk jamak (plural) dari kata khuluq.  Ibnu Maskawaih memberikan pengertian kata khuluk, ialah peri keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya. Dengan kata lain, peri keadaan jiwa yang mendorong timbulnya perbuatan-perbuatan secara spontan.[4] Diperlukan adanya nasihat-nasihat dan berbagai macam ajaran tentang adab dan sopan santun yang memungkinkan akal manusia memilih dan membedakan mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang seharusnya ditinggalkan. Sehingga apa yang dilakukan menghasilkan sebuah keutamaan. Ibnu Miskawaih merumuskan beberapa keutamaan yang ada pada diri manusia menjadi empat, yaitu:
1.      Kearif’an, merupakan keutamaan jiwa berfikir dan mengetahui yang terletak pada pengetahuan atas segala yang ada.
2.      Kesederhanaan, yaitu keutamaan dari bagian hawa nafsu, keutamaan ini akan terlihat ketika seseorang mengarahkan hawa nafsu menurut penilaian baiknya.
3.      Keberanian, adalah keutamaan jiwa amarah dan akan muncul pada diri seorang bila jiwa ini tunduk dan taat pada jiwa berfikir serta menggunakan penilaian baik dalam menghadapi situasi yang membahayakan.
4.      Keadilan, adalah bagaimana sikap seseorang bisa menempatkan segala sesuatu pada tempat dan porsinya masing-masing. Keadilan yang dimaksud Ibn Miskawaih merupakan penyatuan ketiga yang akan menimbulkan keseimbangan berupa keadilan.
Menurut Ibn Miskawaih, pokok-pokok gagasan tersebut menunjukan bahwa manusia satu-satunya yang terlahir dalam wujud yang menambahkan akhlak terpuji dan tingkah laku yang mulia, karena wujud manusia mempunyai kelebihan faktor yang bisa menentukan secara baik seperti berpikir dan analisis.
Mengenai ajaran tentang adab dan sopan santun  yang menimbulkan kosep moral yang dirumuskan oleh  Ibnu Maskawaih tentang manusia dan membagi daya manusia menjadi tiga, yaitu:
1.      Daya Bernafsu (al-nafs al-bahimiyyah), sebagai daya paling rendah dengan nafsu, yaitu daya hewani yang mendorong untuk makanan, minuman, kelezatan, seksualitas, dan segala macam kenikmatan indrawi, dan alat yang dipergunakan adalah jantung.
2.      Daya Berani (al-nafs al-subu’iyyat) sebagai daya pertengahan yang memiliki daya marah, yaitu keberanian menghadapi resiko, ambisi terhadap kekuasaan, kedudukan dan kehormatan, yang menggunakan alat hati.
3.      Daya Berfikir (al-nafs al-nathiqah) sebagai daya tertinggi.
Ketiganya tersebut merupakan unsur dari ruhani manusia yang asal kejadiannya berbeda dengan satu dan yang lainnya.













BAB III
PENUTUP
Simpulan
Akhlak ialah perbuatan secara spontan yang berasal dari jiwa tanpa dipikirkan sebelumnya. Menurut para filosof secara umum akhlak ialah hal ataupun perbuatan baik dan buruk untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Berasal dari pendapat para filosof akhlak dapat disimpulkan yaitu bahwa akhlak ialah kebahagiaan.
Pembahasan mengenai ruang lingkup akhlak adalah tentang perbuatan-perbuatan manusia yang mendorong kepada baik atau buruk. Menurut Ibnu Miskawaih ruang lingkup akhlak ialah Kearif’an, Kesederhanaan, Keberanian, dan Keadilan. Akhlak bukanlah tingkah laku manusia melainkan perbuatan yang dilakukan atas kemauan manusia itu sendiri yang selalu dilakukan dan kemudian mendarah daging dalam diri  manusia itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Mustofa,A,Filsafat Islam,Yogyakarta: CV. Pustaka Setia,1997.
Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Salatiga: CV. Rosda, 1987.
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012.
http://iingwelano.blogspot.com/2014/09/makalah-pengertian-akhlak-ruang-lingkup.html (diakses pada tanggal 25 April 2015 , pukul 20.00)





[1] http://iingwelano.blogspot.com/2014/09/makalah-pengertian-akhlak-ruang-lingkup.html (diakses pada tanggal 25 April 2015, pukul 20.00 )
[2] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.135
[3] Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam (Salatiga: CV. Rosda, 1987), hlm. 190.
[4] A,Mustofa,Filsafat Islam (Yogyakarta:CV. Pustaka Setia,1997), hlm.177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar