BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara
historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar selamat
di dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad
SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sejarah pun mencatat
bahwa faktor pendukung keberhasilan
dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan
oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Kepada
umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta
agar akhlak dan keluhuran budi Nabi Muhamad SAW itu
dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi
permintaan ini dijamin keselamatan
hidupnya di dunia dan akhirat.
Pentingnya akhlak dalam
praktek-praktek kehidupan juga ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah
hadis yang artinya: ”Sesungguhnya aku (Rasul) diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia” (H.R. Bukhari dan Muslim). Pernyataan langsung dari
Rasulullah ini, menjelaskan bagaimana pentingnya akhlak dalam kehidupan ini,
baik dalam hubungannya dengan Sang Khaliq maupun dengan sesama makhluk.
Akhlak tidak hanya menjadi pembahasan bagi pemikiran teologi tapi juga sebagai
pembahasan para filosof. Oleh karena itu, pemakalah akan sedikit menjelaskan
tentang beberapa pendapat filosof tentang filsafat akhlak.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian akhlak?
2. Bagaimana
akhlak menurut para filosof?
3. Bagaimana penjelasan tentang ruang lingkup akhlak?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Secara
etimologi akhlak berasal dari bahasa arab akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan,
jama’nya khuluqun yang berarti perangai (al-sajiyah), adat kebiasaan (al’adat),
budi pekerti, tingkah laku atau tabiat (ath-thabi’ah), perbedaan yang baik
(al-maru’ah), dan agama
(ad-din).[1] Secara
istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah
dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi.
B. Akhlak menurut beberapa
filosof
Akhlak ialah perbuatan secara spontan. Adapun penjelasan
dari Ahklak itu sendiri memiliki berbagai versi, diantaranya:
·
Menurut ibnu Miskawaih akhlak ialah
suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa
pikir dan pertimbangan. Akhlak yang tercela menurutnya dapat berubah menjadi
akhlak yang terpuji yaitu melalui jalan pendidikan dan latihan.[2]
·
Menurut Ar-Razi akhlak dalam bukunya
Ath-Thibb Ar-Ruhani dan Shirat Al-Falsafiyyah. Ia berpendapat bahwa seorang
filosof harus moderat tidak terlalu menyendiri, tidak terlalu menuruti hawa
nafsu. Dalam kehidupan ada dua batasan yaitu batas tertinggi dan batas
terendah. Dengan adanya batasan tersebut orang dapat hidup ketakterlayakan.
Melalui bukunya Ath-Thibb Ar-Ruhani, ia
menjelaskan apakah keburukan itu dan bagaimana cara menghindarinya. Dalam buku
itu juga ia membahas masalah-masaah pada etika: dusta, kekhawatiran, tamak,
sifat sembrono dan ambisi.
·
Menurut Ibnu Bajah, akhlak terbagi
menjadi dua jenis yaitu: yang pertama, perbuatan yang timbul dari motivasi
naluri dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya, baik dekat maupun jauh.
Yang kedua, akhlak ialah perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan
kemauan yang bersih dan tinggi.[3]
C. Ruang lingkup Akhlak
Kata Akhlak merupakan bentuk jamak
(plural) dari kata khuluq. Ibnu Maskawaih memberikan pengertian kata
khuluk, ialah peri keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya. Dengan kata
lain, peri keadaan jiwa yang mendorong timbulnya perbuatan-perbuatan secara
spontan.[4]
Diperlukan adanya nasihat-nasihat dan berbagai macam ajaran tentang adab dan
sopan santun yang memungkinkan akal manusia memilih dan membedakan mana yang
seharusnya dilakukan dan mana yang seharusnya ditinggalkan. Sehingga apa yang
dilakukan menghasilkan sebuah keutamaan. Ibnu Miskawaih merumuskan beberapa
keutamaan yang ada pada diri manusia menjadi empat, yaitu:
1.
Kearif’an, merupakan
keutamaan jiwa berfikir dan mengetahui yang terletak pada pengetahuan atas
segala yang ada.
2.
Kesederhanaan, yaitu
keutamaan dari bagian hawa nafsu, keutamaan ini akan terlihat ketika seseorang
mengarahkan hawa nafsu menurut penilaian baiknya.
3.
Keberanian, adalah
keutamaan jiwa amarah dan akan muncul pada diri seorang bila jiwa ini tunduk
dan taat pada jiwa berfikir serta menggunakan penilaian baik dalam menghadapi
situasi yang membahayakan.
4.
Keadilan, adalah bagaimana
sikap seseorang bisa menempatkan segala sesuatu pada tempat dan porsinya
masing-masing. Keadilan yang dimaksud Ibn Miskawaih merupakan penyatuan ketiga
yang akan menimbulkan keseimbangan berupa keadilan.
Menurut Ibn Miskawaih, pokok-pokok
gagasan tersebut menunjukan bahwa manusia satu-satunya yang terlahir dalam
wujud yang menambahkan akhlak terpuji dan tingkah laku yang mulia, karena wujud
manusia mempunyai kelebihan faktor yang bisa menentukan secara baik seperti
berpikir dan analisis.
Mengenai ajaran tentang adab dan
sopan santun yang menimbulkan kosep
moral yang dirumuskan oleh Ibnu
Maskawaih tentang manusia dan membagi daya manusia menjadi tiga, yaitu:
1.
Daya Bernafsu (al-nafs
al-bahimiyyah), sebagai daya paling rendah dengan nafsu, yaitu daya hewani yang
mendorong untuk makanan, minuman, kelezatan, seksualitas, dan segala macam
kenikmatan indrawi, dan alat yang dipergunakan adalah jantung.
2.
Daya Berani (al-nafs al-subu’iyyat)
sebagai daya pertengahan yang memiliki daya marah, yaitu keberanian menghadapi
resiko, ambisi terhadap kekuasaan, kedudukan dan kehormatan, yang menggunakan
alat hati.
3.
Daya Berfikir (al-nafs al-nathiqah)
sebagai daya tertinggi.
Ketiganya tersebut merupakan unsur
dari ruhani manusia yang asal kejadiannya berbeda dengan satu dan yang lainnya.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Akhlak ialah perbuatan
secara spontan yang berasal dari jiwa tanpa dipikirkan sebelumnya. Menurut para
filosof secara umum akhlak ialah hal ataupun perbuatan baik dan buruk untuk
kehidupan dunia maupun akhirat. Berasal dari pendapat para filosof akhlak dapat
disimpulkan yaitu bahwa akhlak ialah kebahagiaan.
Pembahasan mengenai ruang lingkup akhlak adalah tentang perbuatan-perbuatan manusia yang
mendorong kepada baik atau buruk. Menurut Ibnu Miskawaih ruang lingkup
akhlak ialah Kearif’an, Kesederhanaan,
Keberanian,
dan Keadilan. Akhlak
bukanlah tingkah laku
manusia melainkan perbuatan yang dilakukan atas kemauan manusia
itu sendiri yang selalu dilakukan dan kemudian mendarah daging dalam diri manusia
itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Mustofa,A,Filsafat
Islam,Yogyakarta: CV. Pustaka Setia,1997.
Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Salatiga: CV. Rosda, 1987.
Zar, Sirajuddin, Filsafat
Islam : Filosof dan Filsafatnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012.
http://iingwelano.blogspot.com/2014/09/makalah-pengertian-akhlak-ruang-lingkup.html
(diakses pada tanggal 25 April 2015 , pukul 20.00)
[1] http://iingwelano.blogspot.com/2014/09/makalah-pengertian-akhlak-ruang-lingkup.html
(diakses pada tanggal 25 April 2015, pukul 20.00 )
[2]
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya
( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.135
[3] Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam (Salatiga:
CV. Rosda, 1987), hlm. 190.
[4] A,Mustofa,Filsafat Islam (Yogyakarta:CV. Pustaka Setia,1997), hlm.177
Tidak ada komentar:
Posting Komentar