BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Historiografi
modern Indonesia dimulai pada abad XX, yang mana dalam masa ini historiografi
telah mengalami perkembangan dari masa ke
masa. Mulai dari masa tradisonal yang penulisan sejarahnya
berkisar tentang agama, dewa-dewa, mitos, dan sebagianya. Kemudian masa
kolonial yang penulisan sejarah Indonesia didominasi oleh orang asing yang
banyak mengandung unsur subyektifitas. Kemudian babakan baru penulisan sejarah
Indonesia yaitu oleh bangsa sendiri mulai terlihat pada era modern. Setelah
peran pribumi dalam penulisan sejarah di era kolonial tidak terlihat karena
lebih didominasi para sejarawan Barat.
Pada era baru
ini penulisan sejarah berkisar pada sejarah nasional Bangsa Indonesia dan para tokoh
pejuang. Setelah pada era kolonial penulisan sejarah banyak ditulis atas dasar
kepentingan pribadi. Maka dalam babakan baru ini sejarah ditulis atas dasar
prinsip-prinsip metode kritis. Metode kritis sejarah oleh pribumi dimulai oleh
Husein Djojodiningrat dengan karyanya yang berjudul “Critische Beschouwning
van de Sedjarah Banten (tinjauan kritis tentang sejarah Banten) “. Karyanya tersebut kemudian mendapat apresiasi dari sejarawan
Barat seperti Snouck Hurgronje.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Latarbelakang Hoesein
Djojodiningrat ?
2. Apa Kontribusi Husein Djojodiningrat dalam
Historiografi ?
3. Apa kelemahan dan kelebihan dari penulisan
sejarah Hoesein Djojodiningrat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latarbelakang Hoesein Djojodiningrat
Husein Djajadiningrat adalah putera seorang Bupati di Banten. Ia
lahir pada
8 Desember 1886 di Kramat Waru, sebuah distrik diantara Serang dengan Cilegon
Banten[1], dan
wafat pada 12 November 1960 dengan usia 74 tahun. Husein merupakan salah
seorang yang beruntung karena bisa mengenyam pendidikan di Belanda. Ia
mengenyam pendidikan Barat sampai tingkat Hogare Burger Schoool (HBS) dan bila lulus bisa meneruskan ke universitas.
Model sekolah-sekolah yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir anak
pembesar pribumi. Pendidikan yang sama juga diperoleh dua saudara Husein yaitu
Ahmad dan Hasan. Ahmad kemudian menjadi bupati Banten dan Hasan menjadi tokoh
sarikat Islam.
Husein
Djajadiningrat adalah seorang yang memiliki kecerdasan, karena kecerdasannya
tersebut yang menjadi salah satu faktor yang membawanya
bisa sampai ke Belanda. Husein ke Belanda atas usulan dari Snouck Hurgronje.
Snouck yang merupakan seorang ahli pribumi, karena ia adalah kaki tangan dari
Belanda, sehingga ia memiliki kedekatan dengan pribumi seperti para bupati dan
sebagainya. Atas anjuran Snouck, selulusnya dari HBS, Husein berangkat ke Belanda untuk melanjutkan
studinya. Awalnya, terlebih dulu ia
belajar bahasa latin dan Yunani Kuno antara tahun 1904-1905 di sebuah
Gymnasium kota Leiden, lalu ikut ujian masuk Universitas Leiden. Husein lulus
diterima dan menjadi mahasiswa calon sarjana pada jurusan bahasa dan sastra
kepulauan Indonesia. Husein tidak berhenti pada tingkatan sarjana namun terus
sampai tingkat Doktor. Husein merasa tertarik dengan ilmu sejarah, dia berniat
melihat tanah Hindia, yang juga tanah kelahirannya dengan kacamata historis.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Leiden, Husein kemudian
kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai peneliti bahasa-bahasa di Indonesia
pada Kantoor voor Inlandsche Zaken (kantor Urusan Bumiputra) sampai
tahun 1918. Pada 19 Mei 1920 sampai dengan tahun 1925, Husein bekerja sebagai Adjunct
Adviseur voor Inlandsche Zaken (Ajun atau wakil penasehat
urusan pribumi Hindia Belanda) pada kantor yang sama. Kantor tempat Husein
bekerja, Kantoor voor Inlandsche Zaken, berdiri sejak tahun 1899 oleh
Snouck Hurgronje. Kantor ini diisi oleh banyak orang antara lain ahli agama
Islam, bahasa sastra maupun bahasa.[2]
Selain
tersebut, Husein juga bergerak dibidang jurnalistik dan pendidikan mengenai
kebudayaan Jawa. Tahun 1919 Husein mendirikan Java Institut dan menerbitkan
majalah bulanan Jawa ditahun 1921. Husein menjadi redakturnya bersama J. Kats,
Sam Koperberg, R. Ngabehi Poerbatjaraka dan J.W. Teiler. Tahun 1924, Husein
diangkat sebagai guru besar di Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di
Jakarta untuk mata kuliah bahasa Melayu dan hukum Islam.[3]
Satu hal yang menarik dari Husein adalah ia
merupakan orang Indonesia pertama yang mendapat gelar doktor dan professor. Gelar yang ia peroleh dari
Universitas Leiden di Belanda dengan
desetasinya “Critische
Beschouwning van de Sedjarah Banten (tinjauan kritis tentang sejarah
Banten) “. Dengan munculnya karya Husein tersebut maka
dianggap bahwa itu adalah akhir atau berakhirnya historiografi tradisional.[4]
B.
Kontribusi Hoesein Djojodingrat dalam Historiografi
Perkembangan historiografi dari masa kemasa terus mengalami
kemajuan, begitu juga historiografi di Indonesia. Historiografi Indonesia tradisional
yang berbau mitologi cukup tinggi mulai memudar pada periode selanjutnya, yaitu
pada historiografi Indonesia modern. Periode dalam perkembangan historiografi
Indonesia tersebut ditandai dengan adanya studi sejarah yang kritis, dan
mengakhiri periode historiografi Indonesia tradisional.
Hoesein Djajadiningrat dapat disebut sebagai pionir historiografi
Indonesia modern.[5] Hal itu dikarenakan usahanya dalam penelitian sejarah yang
menerapkan di dalamnya metode kritis. Husein
merasa tertarik dengan ilmu sejarah, dia berniat melihat tanah Hindia, yang
juga tanah kelahirannya dengan kacamata historis. Dia dicatat sebagai
putra Indonesia pertama yang menggunakan prinsip-prinsip metode kritis sejarah.[6] Dia tidak hanya
dinobatkan sebagai Bapak Metodologi Ilmu Sejarah di Indonesia, namun juga
Indolog atau ahli Indonesia pertama dari kalangan pribumi. Dialah orang Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar Doktor.[7] Bahkan
dia juga menjadi Guru Besar pertama orang Indonesia di perguruan tinggi
Indonesia.
Karya Hoesein
Djajadiningrat yang terkenal ialah Critische Beschouwingen van de Sejarah
Banten, karyanya
inilah yang membawanya menjadi sejarawan terkemuka. Karya Hoesein
Djajadiningrat, Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten, pada
hakekatnya adalah studi filologi yang menggunakan suatu karya dari
historiografi tradisional sebagai obyek dan sekaligus sebagai sumber sejarah.[8] Dalam studi tersebut secara teliti dia menggunakan metode kritis
dalam mengungkapkan makna dan isi dari sumber-sumber sejarah tradisional. Tulisannya mendapat pujian karena analisanya yang
kritis, alur pikirnya yang logis dan metodenya yang jernih.
Pada karyanya tersebut, yang terdapat 400 halaman, Hoesein membagi menjadi
empat bab. Pada Bab Pertama diuraikan isi Sajarah Banten. Bab Kedua menganalisis bagian yang tergolong fakta sejarah, dan Bab
Ketiga mengupas bagian yang berupa legenda. Dalam Bab Keempat Hoesein
menerangkan ciri pokok penulisan sejarah Jawa.[9]
Semua berita yang ada, diuji kebenarannya dengan menggunakan sumber sejarah
yang lain sebagai pembanding. Adapun naskah pembanding tersebut sebagian besar
merupakan kepunyaan dari Snouck Hurgronje, berikut merupakan naskah-naskah yang
diteliti dalam penulisan buku Critische
Beschouwingen van de Sejarah Banten oleh Hoesein:
1.
Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje, dalam pegon[10],
bentuk tulisannya kuno, sebagian besar permulaan dan penghabisannya hilang. Diterima
pada tahun 1892 dari Bupati Serang waktu itu.
2.
Naskah koleksi Brandes no. 86, pada Bataviaasch
Genootschap, dalam pegon. Salinan suatu naskah yang dipinjamkan pada
akhir tahun 1890 dan berasal dari Banten.
3.
Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje, dalam pegon,
dengan teks yang telah cacat sejalan dengan teks yang diatas, apa yang tidak
ada di situ, untuk sebagian besar ada disini, tetapi naskah ini mempunyai
kekurangan lain. diterima pada tahun 1890 dari Bupati Serang pada waktu itu.
4.
Cod. 236 dari Bijbel-Genootshap, dalam pegon.
Pengharakahan sangat buruk, redaksi isinya berlainan dari ketiga naskah 1,2 dan
3.
5.
Cod. 652 koleksi Brandes pada Bat. Genootshap, dalam pegon.
Merupakan salinan dari naskah 4.
6.
Naskah kepunyaan Hoesein sendiri, diterima dari Banten,
dalam pegon. Redaksinya juga berlainan pada bait penutupnya. Salinan
dimulai hari Senin 26 Sja’ban tahun Ehe, menurut sebuah naskah asli
dalam tulisan Jawa yang diselesaikan pada hari Rabu 9 Ruwah tahun Be,
1144 Hijriah, yaitu 6 Februaru 1732. Penanggalan lain tanpa tahun tak cukup
dapat ditentukan. Jika tanggal itu benar, maka itu berarti penanggalan menurut
kalender Reboan yang dimulai 28 September 1821, sehingga naskah tersebut
seharusnya ditulis sebelum waktu itu.
7.
Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje, dalam pegon.
Menurut Snouck, dibuat pada tahun 1892, menurut naskah tua dalam tulisan Jawa,
berisi redaksi yang sama dengan 6, tetapi bait penutup 6 dengan penanggalan
Senin 26 Sja’ban tahun Ehe, tidak terdapat disini, namun ada penanggalan
penyelesaian kronik itu.
8.
Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje, dalam tulisan
Jawa, merupakan turunan yang aslinya, menurut tambahan yang ada ditulis pada
hari Selasa Haji, tahun Alip, 1155 H, yaitu 3 Februari 1743 berisi redaksi yang
sama dengan 7.
9.
Naskah yang dipinjam dari Dr. D. A. Rinkes, dalam
huruf Latin, mempunyai teks yang sama dengan 8.
10.
Cod, 1982 dari Hibah Warner (Legatum Warnerianum),
dalam pegon, bagian besarnya hilang, redaksi sama dengan 7.
Tidak satupun dari naskah-naskah diatas itu
lengkap. Akan tetapi dalam pandangan sepintas ada beberapa naskah yang
memberikan kesan lengkap, namun setelah ditelaah lebih jauh, naskah tersebut
mempunyai kesalahan-kesalahan kecil, dan hal ini tentusaja menyebabkan
kesukaran-kesukaran dalam mengartikan beberapa bagian.
Hoesein merekonstruksikan isi Sajarah Banten yang merupakan fakta
sejarah. Perbandingan dilakukan agar menghindari mitologi dalam penulisan
sejarah, dan memisahkan yang tergolong ke dalam fakta sejarah, ia juga
menguraikan latar belakang isi Sajarah Banten yang tidak merupakan
fakta sejarah. Misalnya, silsilah Mahdum Gunung Jati dari Nabi Adam dan Nabi
Muhammad, yang bertujuan memuliakan salah seorang Wali Songo[11], ini
termasuk dalam fakta sejarah. Kemudian contoh lainnya yang tidak merupakan
fakta sejarah atau lagenda, ialah pengembaraan Bondan Kajawan ke
hutan-hutan kemudian bertemu dengan bidadari yang tercantik, yang pada akhirnya
Ki Bondan memperistri bidadari tersebut serta mendapatkan anak laki-laki yang
yang diberi nama Pandjuwed. Dimasa sekarang cerita dari Ki Bondan tersebut lebih terkenal dengan Jaka
Tarub dan Bidadari. Maka disinilah Husein mencoba menguraikan isi Sajarah
Banten dengan kritis pada Bab ke II yang berupa bagian Fakta Sejarah, dan
Bab ke III yang berupa Lagenda begitu seterusnya.
Karyanya yang tak kalah hebat ialah Kamus Bahasa Aceh dua jilid. Kamus ini
merupakan kamus yang terlengkap yang pernah dibuat orang tentang bahasa-bahasa
Nusantara hingga kini. Jilid pertama terdapat 1011 halaman, dan jilid kedua terdapat
1349 halaman.[12]
Selama satu tahun berada di Aceh Hoesein belajar bahasa Aceh dalam rangka
penyiapan kamus Aceh, karya itu diselesaikan di Jakarta dengan bantuan Teuku
Mohammad Nurdin, H. Abu Bakar Aceh, dan Dr. Hazeu.
Tulisannya Critische overzicht van de geschiedenis van het Soeltanaat
van Aceh (1913), memperoleh mendali emas dalam lomba mengarang sejarah Aceh
berdasarkan sumber naskah Indonesia atau Melayu di Universitas
Laiden.[13]Analisis Kritis Atas Sumber Berbahasa Melayu
Tentang Sejarah Kesultanan Aceh menghasilkan 130 halaman, dan isi dari
analisanya kritis dan juga logis.
C.
Kelebihan dan Kekurangan dalam penulisan
sejarah Hoesein Djojodiningrat
Hoesein Djojodiningrat
|
|||
Kelebihan
|
Kekurangan
|
||
1.
|
Menulis buku yang berjudul “Cristiche
Beschouwing van de Sadjarah Banten” yang merupakan tinjauan Kritis
tentang Sejarah Banten[14]
|
1.
|
Mengkaji
tentang Sejarah Banten secara tekstual, filologis dan historiografi antropologis,
sehingga terlihat seperti fakta sejarah walaupun sebenarnya, tidak
akurat dalam tahun, karena angka memiliki makna simbolis.[15]
|
2.
|
Memisahkan antara aspek-aspek
histori dari aspek nonhistoris.
|
2.
|
Historiografi tradisional sebagai
obyek sekaligus sumber sejarah, padahal Historiografi tradisional banyak
memuat tentang kehidupan kerajaan saja
|
3.
|
Dalam bukunya tersebut isinya
menjelaskan studi filologis yang menggunakan historiografi tradisional.
|
3.
|
|
4.
|
Ia dicatat sebagai Putera
Indonesia Pertama yang menggunakan prinsip-prinsip metode kritis sejarah.[16]
|
4.
|
|
BAB III
Penutup
Simpulan
Hoesein Djojodiningrat lahir pada 8 Desember 1886 di Kramat waru
Serang Banten. Ia adalah putera dari seorang Bupati Banten. Latar belakang
keluarga yang golongan atas membuatnya mudah dalam memperoleh pendidikan, yang
pada masa kolonial pendidikan bagi pribumi sangat sulit diperoleh, karena hanya
kalangan tertentu saja yang bisa merasakan pendidikan
tersebut. Karena kepandaian yang dimiliki kemudian ia melanjutkan studinya ke
Universitas Leiden. Dalam studinya di Belanda ia memperoleh gelar doctor, yang
mana gelar tersebut merupakan gelar
pertama bagi pribumi.
Karyanya yang berjudul “Critische Beschouwning van de Sedjarah
Banten” (tinjauan kritis tentang sejarah Banten) telah menjadi tonggak penulisan sejarah kritis
di Indonesai terutama oleh pribumi bukan lagi oleh orang Barat. Karyanya tersebut
merupakan salah satu kontribusi Hoesein yang paling penting dalam pensejarahan
Indonesia. Selain itu ia juga disebut sebagai bapak metodologi sejarah
Indonesia. Dalam membuat atau menulis sebuah sejarah ia melakukan kritik sumber
dengan melakukan perbandingan-perbandingan antara satu
sumber dengan sumber yang lain untuk dapat menemukan fakta yang sesungguhnya.
Hoesein
Djojodiningrat yang mendapat gelar bapak metodologi sejarah Indonesia, pada
dasarnya masih terdapat kekurangan dalam karyanya. Yang mana ia masih
menggunakan historiografi tradisional sebagai objek kajian.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik dan Abdurrahman Surjomihardjo. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif . Jakarta: PT. Gramedia, 1982.
Djajadiningrat, Husein. Tinjauan Historis Sajarah Banten. Djakarta:
Djambatan, 1983
Kartodirdjo,
Sartono. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia.
Jakarta: PT. Gramedia, 1992.
Kahin, G. McT. An Introduction to
Indonesian Historiography. Ed. Soejatmoko and Mohammad Ali, G.J. Resink,
and G. Mct. Kahin. London : Cornell University Press. Cet III. 1975.
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah,Edisi
kedua. Yogyakarta:PT. Tiara Wacana Yogyakarta. 2003.
http://dewimutiaraintanberlianpakidulan.blogspot.co.id/2011/12/prof-dr-ir-husein-djajadiningrat.html, diakses pada 23 November 2015.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52175f1148b36/profesor-indonesia-dalam-pembukaan-irechtshogeschool-i,
diakses pada 23 November 2015.
https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2011/11/24/resume-tinjauan-kritis-tentang-sejarah-
banten/, diakses pada 23 November 2015.
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3662, diakses pada
23 November 2015.
http://rafazky.blogspot.co.id/2014/12/historiografi_3.html
diakses pada tanggal 24
nov 2015,20.58 wib
http://sertifikasi-kearsipan.blogspot.co.id/2011_03_01_archive.html
diakses pada tanggal 24 November 2015, 20.29 wib
[1]http://dewimutiaraintanberlianpakidulan.blogspot.co.id/2011/12/prof-dr-ir-husein-djajadiningrat.html, diakses pada 23 November 2015.
[2]http://www.kompasiana.com/maspet/husein-djajadiningrat-indolog-pertama_5500223ca33311537250fd54 diakses pada 16 November 2015.
[5]Taufik Abdullah dan Abdurrahman Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan
Perspektif (Jakarta: PT. Gramedia, 1982), hlm. 30.
[6] Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi
Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), hlm. 22.
[7] http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3662,
diakses pada 23 November 2015.
[9]https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2011/11/24/resume-tinjauan-kritis-tentang-sejarah-banten/,
diakses pada 23 November 2015.
[11] Ibid.
[12]http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52175f1148b36/profesor-indonesia-dalam-pembukaan-irechtshogeschool-i,
diakses pada 23 November 2015.
[14] http://rafazky.blogspot.co.id/2014/12/historiografi_3.html
diakses pada tanggal 24 November
2015,20.58 wib
[15]
http://sertifikasi-kearsipan.blogspot.co.id/2011_03_01_archive.html diakses pada tanggal 24 November 2015, 20.29 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar