Selasa, 15 Desember 2015

Nasionalisme, Kapitalisme, sejarah, perkembangan serta Dampaknya

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Istilah Nasionalisme yang telah diserap kedalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan Negara sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa secara petensial atau actual bersama-sama dalam mencapai, mempertahankan dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu.
Kapitalisme adalah sistem sosial yang didasarkan pada pengakuan hak-hak individu. Dalam ranah ekonomi, kapitalisme memisahkan intervensi Negara dengan perekonomian, seperti halnya ada sekuler yang memisahkan agama dengan negaranya.
Nasionalisme dan Kapitalisme sebenarnya bukanlah hal yang baru untuk untuk di perbincangkan, tetapi melihat pengaruhnya yang masih begitu kuat terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat dunia. Oleh karena itu tiada salah bila kita sekali lagi mengenal sedikit tentang Nasionalisme dan kapitalisme mengenai sejarah perkembangannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Nasionalisme ?
2.      Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Kapitalisme ?
3.      Apa Dampak Nasionalisme dan Kapitalisme ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah dan Perkembangan Nasionalisme
Ada banyak pengertian Nasionalisme diantaranya: Nasionalisme ialah suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan.[1] Pengertian lainnya Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, dan nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal. Selain itu nasionalisme ialah suatu kepercayaan, dianut oleh sejumlah besar manusia perseorangan, sehingga mereka membentuk “kebangsaan”, nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan sebagai suatu Bangsa.[2]
Kata nasionalisme berasal dari Eropa. Sebelum abad 17 belum ada atau terbentuk satu Negara nasional di Eropa. Dahulu yang ada ialah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran hampir diseluruh Eropa, diantaranya kekuasaan kekaisaran Romawi Kuno atau kekaisaran Jerman dibawah pimpinan Karolus Agung. Kekuasan-kekuasaan tersebut bekerjasama dengan gereja Katolik, sehingga tidaklah heran jika masyarakat dengan mudah menerima dan menaati penguasa yang mereka anggap sebagai titisan Tuhan di dunia. Seruan nasionalisme pertama dilakukan oleh Nicollo Machiavelli di Italia. Ia merupakan seorang Florin, akan tetapi ia tidak mau tahu tentang universalisme atau agama. Dalam bukunya Il Principe ia melukiskan Negara keduniaan yang baru, bebas daripada kekuasaan agama dan moral apapun juga. Kemudian Nasionalisme muncul pada tahun 1779 di Eropa sehingga pada tahun 1830 nasionalisme menjadi sangat dominan di Eropa.
Pada abad ke 17 perang besar terjadi selama kurang lebih tiga puluh tahun antara suku bangsa di Eropa. Perang tersebut ialah perang Perancis melawan Spanyol, Perancis melawan Belanda, Swiss melawan jerman, dan Spanyol melawan Belanda dll. Kekuasaan kekaisaran Inggris merupakan salah satu penyebab adanya perang tersebut, yaitu ketika raja Edward I mengusir orang-orang Yahudi dari negerinya. Peristiwa tersebut memicu adanya kekacauan yang dilakukan oleh tokoh Yahudi di Perancis, Belanda, Jerman, dan Inggris[3]. Disini terlihat bahwa konspirasi Yahudi Internasional mulai meracuni dunia. Kekacauan-kekacauan terjadi antara kerajaan dan pemerintahan serta rakyat Sedangkan dalangnya bersembunyi. Perang ini berakhir dengan adanya perjanjian di barat daya Jerman yang disebut perjanjian Westphalia yang mengatur tentang pembagian teritori dan daerah-daerah kekuasaan Eropa yang umumnya masih dipertahankan.
Semangat nasionalisme yang pertama muncul di Eropa adalah nasionalisme romantis (romantic nationalism) yang kemudian dipercepat oleh munculnya revolusi Prancis dan penaklukan daerah-daerah selama era Napoleon Bonaparte. Beberapa gerakan nasionalisme pada waktu tersebut bersifat separatis, karena kesadaran nasionalisme mendorong gerakan untuk melepaskan diri dari kekaisaran atau kerajaan tertentu. contohnya, setelah kejatuhan Napoleon Bo-naparte, Kongres Wina (1814–1815) memutuskan bahwa Belgia yang sebelumnya dikuasai Prancis menjadi milik  Belanda, dan lima belas tahun kemudian menjadi negara nasional yang merdeka. Atau, Revolusi Yunani tahun 1821–1829 di mana Yunani ingin melepaskan diri dari belenggu kekuasaan Kekaisaran Ottoman dari Turki.
Sementara di belahan Eropa lain, nasionalisme muncul sebagai kesadaran untuk menyatukan wilayah atau daerah yang ter-pecah-belah. Misalnya, Italia di bawah pimpinan Giuseppe Mazzini, Camillo Cavour, dan Giusepe Garibaldi, mempersatukan dan membentuk Italia menjadi sebuah negara-kebangsaan tahun 1848. Di Jerman sendiri, kelompok-kelompok negara kecil akhirnya membentuk sebuah negara kesatuan Jerman dengan nama Prusia tahun 1871 di bawah Otto von Bismarck. Banyak negara kecil di bawah kekuasaan kekaisaran Austria pun membentuk negara bangsa sejak awal abad 19 sampai masa setelah Perang Dunia I. Sementara itu, Revolusi 1917 di Rusia telah melahirkan negara-bangsa Rusia.
Semangat nasionalisme menyebar ke seluruh dunia dan mendorong negara-negara Asia–Afrika memperjuangkan kemerdekaannya. Keadaan ini terjadi setelah Perang Dunia I dan selama Perang Dunia II. Hanya dalam dua puluh lima tahun pasca Perang Dunia II, ada sekitar 66 negara-bangsa yang lahir. Indonesia termasuk salah satu dari negara bangsa yang baru lahir pasca Perang Dunia II ini.
Di abad ini, semangat nasionalisme telah mendorong negara-negara di bawah bekas Yugoslavia dan bekas Uni Soviet lahir sebagai negara-negara bangsa. Dapat dipastikan bahwa ke depan, nasionalisme akan terus menjadi ideologi yang menginspirasi dan mendorong gerakan pembentukan komunitas bersama berdasarkan karakteristik etnis, kultur, atau pun politik.
B.     Bentuk-bentuk Nasionalisme
Nasionalisme terbagi kedalam beberapa bentuk: pertama, nasionalisme kewarganegaraan (nasionalisme sipil) ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya. Teori ini dibangun oleh Jean Jacques Rousseau. Bukunya yang terkenal ialah Du Contract Sociale. Kedua, nasionalisme etnis, didirikan oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat"). Ketiga, nasionalisme romantik, ke empat, nasionalisme budaya, kelima, ialah nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis.
 Perasaan nasionalistik yang kuat memberikan keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bilamana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.[4]
C.     Sejarah dan Perkembangan Kapitalisme
Kapitalisme merupakan istilah yang sering dipakai untuk menamakan sistem ekonomi yang menguasai dunia Barat sekarang ini. Kapitalis sebagai sistem, bermakna hubungan di antara para pemilik pribadi atas alat-alat industri yang bersifat non pribadi (tanah, tambang, instalasi industri dan sebagainya yang secara keseluruhan disebut modal atau kapital) dengan para pekerja yang biar pun bebas namun tak punya modal, yang menjual jasa tenaga kerjanya kepada para majikan. Di bawah kapitalisme, keputusan-keputusan yang menyangkut produksi dibuat kaum bisnis swasta dan diarahkan demi keuntungan pribadi. Para pekerja tidak memiliki alat produksi yang diperlukan untuk bekerja sendiri, mereka dipaksa oleh keniscayaan ekonomis untuk menawarkan jasa kepada para majikan yang menyangkut upah akan menentukan proporsi dimana produski total masyarakat akan dibagi antara kelas pekerja dengan kelas wiraswasta kapitalis.
Kapitalisme sudah muncul sejak abad ke 16. Ketika itu, Inggris dengan industri Flanders dan Florence dengan industri wool dan sandangnya tidak mampu mengatasi ketegangan yang timbul antara kapitalis kaya dan kelompok pekerja miskin. Industri sandang Inggris beralih ke wilayah pedesaan dan berkembang pesat disana pada abad ke-16, 17 dan 18. Industri wool di Inggris menjadi pelopor sistem kapitalisme sebagai sistem sosial ekonomi yang sudah mengakar sangat kuat.
Pada tahap awal perkembangan kapitalisme di wilayah Eropa Barat, terdapat tiga hal yang tidak dapat dipisahkan darinya:
1.      Dukungan agama bagi kerja keras dan sikap hemat
2.      Pengaruh logam-logam mulia dari Dunia Baru terhadap pembagian relatife pendapatan atas upah, laba, dan sewa.
3.      Peranan Negara-negara dalam membantu dan secara langsung melakukan pembentukan modal.
Sesudah Perang Dunia pertama, Inggris mengalami kegagalan dalam mempertahankan kedudukannya sebagai Negara industri terkuat. Hal ini disebabkan dengan adanya Revolusi Amerika yang menentang kolonialisme, Revolusi Rusia dengan sosialisnya berhasil membongkar lembaga berupa kepemilikan pribadi atas sarana produksi yang luas, membongkar struktur kelas, dan bentuk-bentuk pemerintahan tradisional dan agama yang mapan.
Ketika Perang Dunia Kedua pecah, masa depan kapitalisme sangat suram. Pada akhir perang, kecenderungan ini diperkuat dengan adanya Partai Buruh Inggris yang menang mutlak dalam pemilu dan mulai menasionalisasi industri-industri dasar, termasuk batubara, transportasi, komunikasi, kepentingan umum, dan Bank of England. Pendapat bahwa kapitalisme telah punah, adalah pendapat yang salah. Pada dasarnya, perusahaan-perusahaan kapitalis  telah mampu bertahan di Inggris, Amerika Serikat, Jerman Barat, Jepang, dan Negara-negara lain dengan vitalitas yang sangat kuat pasca perang.
D.    Dampak Nasionalisme dan Kapitalisme
1.      Dampak Nasionalisme
Banyak sekali terjadi, karena fanatisme yang berlebihan, hasilnya menjadi jauh dari harapan. Ada beberapa orang yang menjadi budak dari nasionalismenya sendiri. Karena sifatnya yang emosional dan sakral, nasionalisme (juga cinta, agama, dll) merupakan senjata yang ampuh buat beberapa pihak untuk memenuhi kepentingan pribadi. Banyak orang yang tergiur untuk memanfaatkan senjata bernama nasionalisme karena kekuatannya yang besar. Buat orang-orang ini, nasionalisme hanyalah sekedar alat untuk mencapai tujuan.
Contohnya bisa dilihat pada beberapa perang. Banyak perang yang sebenarnya adalah karena alasan pribadi, namun si pencetus perang mengajak masyarakat terlibat dengan alasan-alasan yang sangat nasionalis seperti demi kedaulatan negara, demi martabat bangsa, dan lain-lain. Dengan alasan alasan seperti itu, pencetus perang mempermainkan rasa nasionalis masyarakatnya. Kematian yang didapat dari nasionalisme buta seperti ini mungkin bisa disebut sebagai kematian yang konyol. Tidak bermanfaat untuk hal yang dibela, walau cintanya terhadap negara sangat besar. Mungkin ini bisa juga dialamatkan untuk para teroris, hanya bermanfaat untuk pemimpinnya, malah merugikan hal yang dibela (mencemarkan nama baik islam).
Untuk mencegah masalah-masalah seperti diatas, diperlukan keseimbangan antara nasionalisme dan rasionalisme dalam mengambil keputusan, Sehingga nasionalisme yang terbentuk bukanlah nasionalisme yang buta, tapi nasionalisme yang beralasan dan penuh pertimbangan, atau nasionalisme yang rasional. Dengan nasionalisme yang rasional, seseorang akan mengambil keputusan tidak hanya berdasarkan perasaan, namun juga terencana.
Nasionalisme bukan sekedar perasaan cinta pada tanah air, melainkan juga pandangan bahwa tanah airnya lah yang paling utama, lebih berharga daripada yang lain. Ini dapat menimbulkan dampak negatif :
·         Pengkotakan komunitas, menonjolkan perbedaan bangsa dari pada persamaan aqidah. Misalnya saat bertemu 2 orang Muslim, yang satunya Indonesia dan satunya Malaysia dalam (katakanlah) pertandingan sepak bola, maka seringkali kita tidak menonjolkan kesamaan aqidahnya.
·         Arogansi, meremehkan bangsa lain saat kepentingan dua bangsa bertabrakan. Padahal di saat yang sama kita sering membaca contoh para sahabat yang berlainan kebangsaan saling mendahulukan yang lain (itsar, atau dalam bahsa jamaah tabligh “ikromul muslimin”).
2.      Dampak Kapitalisme
Sesungguhnya, sistem kapitalisme memang sengaja diterapkan oleh sebagian kelompok rahasia-kita menyebutnya para konspirator- untuk menciptakan adanya hutang. Dengan hutang yang beruntut, maka akan bertambah banyak. Hal ini menyababkan adanya sistem perbudakan. Kedua hal ini kita istilahkan dengan Debt and Slavery.
      Mathias Brokers menyebutkan dalam bukunya, bahwa sistem keuangan kita erat dengan kata kunci “rahasia bank”. Hal ini adalah sebuah konspirasi nyata yang menutupi, memajukan dan yang dipertahankan sekuat tenaga sehingga justru memungkinkan transaksi keuangan rahasia organisasi kriminal, uang hasil korupsi dan terorisme secara besar-besaran. Pengawasan jaringan yang diklaim demi keamanan dalam negeri dan global ini lewat “Skala Schilly” yaitu pengawasan tanpa batas hingga ke posisi teratas.
      Dia menambahkan, bahwa Pencucian uang dan  para satria perampok sistem keuangan kita adalah contoh sebuah konspirasi telanjang dan legal  dan tak kurang kriminalnya. Bahkan, hal ini sudah cukup untuk memulai Perang Dunia Ketiga. Dan juga untuk operasi-operasi keuangan yang lebih luas. Sejak adanya Federal Reserve Bank, atau yang sering disebut temple, tidak jelas setiap hari mencetak sekitar satu miliar dolar dan mendevaluasi dolar dengan sebuah mata uang tak berharga. Sehingga inflasi mengggulung Amerika Serikat karena muncul secara luar biasa banyak. [5]
a)      Dampak positif :
1)      Mendorong aktivitas ekonomi secara signifikan.
2)      Persaingan bebas akan mewujudkan produksi dan harga ke tingkat wajar dan rasional.
3)      Mendorong motivasi pelaku ekonomi mencapai prestasi terbaik.[6]
b)      Dampak Negatif
1)      Sistem buatan manusia
Sekelompok kecil pribadi mendominasi pasar untuk mencapai kepentingan sendiri tanpa menghargai kebutuhan masyarakat dan menghormati kepentingan umum.
2)      Egoistik
Dalam sistem kapitalisme individu dan sekelompok kecil pribadi mendominasi pasar untuk mencapai kepentingan sendiri tanpa menghargai kebutuhan masyarakat dan menghormati kepentingan umum.
3)      Monopolostik
Dalam sistem kapitalisme seorang kapitalis memonopoli komoditas dan menimbunnya. Apabila barang tersebut habis di pasar ia mengeluarkannya untuk dijual dengan harga mahal yg berlipat ganda mencekik konsumen dan orang-orang lemah.
4)      Terlalu berpihak kepada hak milik pribadi
Kapitalisme terlalu mengagungkan hak milik pribadi. Sedangkan komunisme malah menghilangkan hak milik pribadi.
5)      Persaingan
Sistem dasar kapitalisme membuat kehidupan menjadi arena perlombaan harga. Semua orang berlomba mencari kemenangan. Sehingga kehidupan dalam sistem kapitalisme berubah menjadi riba di mana yg kuat menerkam yang lemah. Hal ini sering menimbulkan kebangkrutan pabrik atau perusahaan tertentu.
6)      Perampasan tenaga produktif
Kapitalisme membuat para tenaga kerja sebagai barang komoditas yang harus tunduk kepada hukum permintaan dan kebutuhan yg menjadikan dia sebagai barang yang dapat ditawarkan tiap saat. Pekerja ini bisa jadi sewaktu-waktu diganti dengan orang lain yang upahnya lebih rendah dan mampu bekerja lebih banyak dan pengabdiannya lebih baik.
7)      Pengangguran
Suatu fenomena umum dalam masyarakat kapitalis ialah munculnya pengangguran yang mendorong pemilik perusahaan utk menambah tenaga yang akan memberatkannya.
8)      Kehidupan yang penuh gejolak
Ini adalah akibat logis dari persaingan yang berlangsung antara dua kelas yang satu mementingkan pengumpulan uang dengan segala cara. Sedangkan yang satu lagi tidak diberi kesempatan mencari sendiri kebutuhan pokok hidupnya tanpa kenal belas kasihan.
9)      Penjajahan
Karena didorong mencari bahan baku dan mencari pasar baru untuk memasarkan hasil produksinya kapitalisme memasuki petualangan penjajahan terhadap semua bangsa. Pada mulanya dalam bentuk penjajahan ekonomi pola pikir politik dan kebudayaan. Kemudian memperbudak semua bangsa dan mengeksploitasi tenaga-tenaga produktif demi kepentingan penjajahan.
10)  Peperangan dan malapetaka
Ummat manusia telah menyaksikan berbagai bentuk pembunuhan dan pembantaian luar biasa biadabnya. Itu terjadi sebagai akibat logis dari sebuah penjajahan yang menimpa ummat manusia di bumi yang melahirkan bencana paling keji dan kejam.
11)  Didominasi hawa nafsu
Orang kapitalisme berpegang kepada prinsip demokrasi politik dan pemerintahan. Pada umumnya demokrasi yang mereka gembar-gemborkan dibarengi dengan hawa nafsu yang mendominasi dan jauh dari kebenaran dan keadilan.
12)  Riba
Sistem kapitalisme tegak di atas landasan riba. Sedangkan riba merupakan akar penyakit yang membuat seluruh dunia menderita.
13)  Tidak bermoral
Kapitalisme memandang manusia sebagai benda materi, karena itu manusia dijauhkan dari kecenderungan ruhani dan akhlaknya. Bahkan dalam sistem kapitalisme antara ekonomi dan moral dipisahkan jauh-jauh.
14)  Kejam
Kapitalisme sering memusnahkan begitu saja komoditas yang lebih dengan cara dibakar atau dibuang ke laut karena khawatir harga akan jatuh disebabkan banyaknya penawaran. Mereka berani melakukan itu padahal masih banyak bangsa-bangsa yg menjerit kelaparan.
15)  Boros
Orang-orang kapitalisme memproduksi barang-barang mewah disertai iklan besar-besaran tanpa peduli kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Sebab yang mereka cari keuntungan belaka.
16)  Tidak berperikemanusiaan maksudnya Orang Kapitalis sering mengusir begitu saja seorang buruh karena alasan tenaganya kurang produktif. Tetapi kekejaman ini mulai diperingan akhir-akhir ini dengan adanya perbaikan dalam tubuh kapitalisme.[7]
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Nasionalisme merupakan rasa cinta terhadap tanah air dengan tetap menghargai bangsa lain. Rasa Nasionalisme sangat penting  untuk dimiliki setiap warga negara karena merupakan satu hal yang dapat membentuk hubungan simbiosis antara negara dan warga negara yang saling utuh-mengutuhkan dan kuat-menguatkan, ketika nasionalisme tidak dimiliki oleh masyarakat dalam suatu negara, maka jelas akan terlihat masyarakat tersebut bersifat apatis terhadap negaranya, jika keadaannya sudah seperti itu akan dibawa kemana masa depan bangsa dan negara yang telah memberikan dia hak dan kewajiban. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya agar nasionalisme tidak memudar di kalangan masyarakat.
Nasionalisme itu sendiri tidak selalu bersifat positif, namun ada juga dampak negatif dari nasionalisme, tetapi hal tersebut tergantung pada pribadi yang memiliki rasa nasionalisme, jika dia dapat mengendalikan dirinya untuk tetap menempatkan nasionalisme pada tempatnya, dan tidak menyalahgunakan nasionalisme.
Kapitalisme adalah sistem sosial yang didasarkan pada pengakuan hak-hak individu. Dalam ranah ekonomi, kapitalisme memisahkan intervensi Negara dengan perekonomian, seperti halnya ada sekuler yang memisahkan agama dengan negaranya. Dalam perekonomian kapitalisme menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya.
Dalam perjalanannya, kapitalisme telah memberikan efek buruk bagi perekonomian dan kesenjangan sosial yang semakin menganga, terjadinya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Itu semua merupakan dampak dari kejamnya kapitalisme yang terjadi di di beberapa negara berkembang termasuk di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Carr, William G. Yahudi menggegam dunia
Kohn,Hans.Nasionalisme Arti dan Sejarahnya, terj Sumantri Mertodipuro. Jakarta: Pustaka Sarjana.1961
Stoddard, L. Dunia Baru Islam. Jakarta. 1966
Brockers, Mathias. Konspirasi 119. Jakarta : PT. Ina Publikatama, 2006
http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme (diakses pada tanggal 5 Mei pukul 11.05 WIB)
https://abees1010.wordpress.com/2013/04/17/dampak-positif-dan-negatif-sistem-ekonomi-kapitalisme/ (diakses pada tanggal 5 Mei 2015, pukul 10.00 WIB)
http://arfen-media.blogspot.com/2012/10/liberalisme-kapitalisme-dan-sosialisme.html (diakses pada tanggal 5 Mei 2015, pukul 09.45 WIB)




[1] Hans Kohn,Nasionalisme Arti dan Sejarahnya, terj Sumantri Mertodipuro (Jakarta:Pustaka Sarjana,1961) hlm. 11.
[2] L.Stoddard, Dunia Baru Islam,(Jakarta:1966) hlm. 137.
[3] William G. Carr, Yahudi menggegam dunia,  hlm 20
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme diakses pada tanggal 5 Mei pukul 11.05

[5] Mathias Brockers. Konspirasi 119 (Jakarta : PT. Ina Publikatama, 2006) Hal: 146-154
[6] https://abees1010.wordpress.com/2013/04/17/dampak-positif-dan-negatif-sistem-ekonomi-kapitalisme/
[7] http://arfen-media.blogspot.com/2012/10/liberalisme-kapitalisme-dan-sosialisme.html

1 komentar:

  1. bagus tapi kesimpulannya lebih baik dikaitkan nasionalisme dengan kapitalis nyambungnya dimananya

    BalasHapus