Selasa, 15 Desember 2015

Hasan Al-Banna : Latarbelakang kehidupan, Peran dan Pemikirannya

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
      Mesir termasuk wilayah Afrika, dari sisi sejarah dan budaya selama berabad-abad merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Asia Barat. Mesir adalah salah satu negara belahan Arab yang dinamis. Negara yang secara geografis masuk di bagian Afrika belahan timur laut, sejak lama dianggap sebagai negara Islam modern. Mesir merupakan barometer modernisasi yang arahnya sekuler dan kebarat-baratan. Sejak beberapa dasawarsa, Islam merupakan bagian dari arena politik di Mesir yang digunakan oleh pemerintah maupun oposisinya.
      Dunia telah melahirkan banyak tokoh dengan pemikiran dan perjuangannya yang berbeda. Dalam gerakan Islam muncul nama-nama terkenal karena pemikiran dan aktivitasnya yang cukup menonjol dalam memperjuangankan Islam, salah satunya adalah Hasan Al-Banna. Dialah pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin yang sampai sekarang masih menggema diseluruh pelosok bumi. Pemikiran yang cukup luas dan aktivitasnya diberbagai tempat telah melahirkan penafsiran yang beragam tentang Manhaj (metode) dan model dari gerakan Ikhwanul Muslimin.
      Hasan Al-Banna dianggap sebagai pionir kebangkitan peradaban Islam, ia melakukan formulasi untuk membangkitkan gerakan kebangkitan Islam kontemporer yang disebut dengan “Jamaah Al-Ikhwan Al Muslimun”. Al-Banna mampu membentuk dirinya dan ikhwannya melalui halaqah[1] bagi warga Mesir.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana latar keluarga Hasan Al-Banna?
2.      Bagaimana peran dan pemikiran Hasan Al-Banna?






BAB II
LATAR KELUARGA
Nama lengkapnya adalah Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna. Terkenal dengan nama Hasan Al-Banna. Lahir pada tahun 1906, di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah Mesir. Dia dibesarkan oleh keluarga yang terkenal dengan keilmuan agamanya. Al-Banna dilahirkan dalam keluarga yang sederhana, dengan mengamalkan Islam disegenap sudut kehidupan mereka. Ayahnya bernama Syaikh As-Sa’ati adalah seorang ulama fiqih dan ahli hadits. [2] Ibunya bernama Ummu Sa’d Ibrahim Saqr, mempunyai  tipologi yang cerdas, disiplin, cerdik dan kokoh pendirian.[3] 
Sejak usia 12 tahun Al-Banna telah bergabung dalam aktivitas dakwah yaitu Masyarakat untuk Tingkah Laku Moral. Puncaknya ia mendirikan aktivitas dakwahnya sendiri dengan nama Ikhwanul Muslim (IM) pada tahun 1928.  Dunia islam mengenal Al-Banna sebagai mujahid dakwah dan pembangkit umat Islam, hingga akhirnya Al-Banna syahid karena dibunuh oleh penembak misterius yang diduga suruhan dari pemerintah, pada 12 Februari 1949.[4]
A.  Pendidikan
Hasan Al-Banna memperoleh pendidikan dasar di sekolah Ar-Rasyad Ad-Diniyah. Kemudian pendidikan menengah pertama, ditempuh di sekolah muhammadiyah. Di dalam usianya yang ke 12, Hasan Al-Banna yang selalu meraih rangking pertama dalam semua jenjang sekolahnya ini, menyelesaikan hafalan separuh al-Qur’an, kemudian menyempurnakan hafalannya di sekolah diniyah al-Rasyad. Hasan Al-Banna sering mengunjungi perpustakaan As-Salafiyah dan tempat-tempat para ulama Al-Azhar.
 Setelah itu, melanjutkan ke sekolah menengah atas yakni Mu’allimin Awwaliyah  di Damanhur, Hasan al-Banna lulus tahun 1923 dan berhasil mendapat rangking 5 tingkat Negara Mesir dan melanjutkan pendidikan tingginya di Darul Ulum dan lulus pada tahun 1927 dengan mendapat ranking pertama. Di Dar al-Ulum al Banna mempelajari ilmu biologi, sistem pemerintahan, ekonomi, dan politik, selain itu juga mempelajari ilmu Bahasa, sastra, syair, geografi dan sejarah.      
Pada 1927, setelah menamatkan pendidikan tinggi di Dār al-‘Ulūm.al-Banna sangat menyukai syair. al-Banna menjadi guru Sekolah Dasar di Ismailiyah selama sembilan belas tahun.

B.  Pengalaman
·         Hasan al-Banna sering mengunjungi tempat-tempat hiburan, gedung-gedung pertemuan dan klub-klub.
·         Dalam usia 12 tahun, Al-Banna telah bergabung dengan Masyarakat untuk Tingkah Laku Moral.
·         Hasan al-Banna telah berhasil menyelesaikan hafalannya pada usia 14 tahun
·         Al- Banna mempelajari Tarekat Al-Hashafiyah
·         Al-Banna selalu berpindah dari tempat 1 ke tempat lainnya, kemudiaan Al-Banna menetap di Isma’iliyah
·         Tahun 1928, Hasan Al-Banna mendirikan organisasi dengan nama Jama’ah Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Islam)[5]
·         Tahun 1941, Al-Banna dipenjarakan selama sebulan karena pidato yang Ia sampaikan berisi tentang mengkritik sistem politik Inggris pada Perang Dunia II.
·         Tahun 1948, Al-Banna mengirim satu batalyon pasukan ke Palestina.
·         Di Isma’iliyah, Al-Banna mendirikan masjid, kantor organisasi Ikhwanul Muslimin dan Sekolah Hara untuk memperlajari Islam.
·         Al-Banna juga mendirikan sekolah yang diberi nama Ummahatul Mukminin






BAB III
 PERAN DAN PEMIKIRAN
Situasi dan Kondisi Mesir
Setelah perang dunia pertama, kekuatan pendukung Barat di Mesir memperoleh peluang emas disaat melemahnya kekuatan Islam, muncul kekuatan baru yaitu dinasti Usmaniya di didi Mesir membawa angin segar untuk bangkit kembali merebut kejayaannya.
Turki masih menganggap bahwa Mesir adalah wilayah kekuasaannya, sedangkan Inggris berkeinginan untuk menguasai lembah Nil, Laut Tengah, dan Laut Merah. Adapun Turki ingin mengembalikan kekuasaan sebelum diduduki Prancis. Sementara kekuatan rakyat yang sedang berjihad seperti masa-masa ekspansi Prancis. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pejuang Mesir khususnya Umar Makrom yang mempunyai peranan penting dalam mobilisasi jalannya pemerintahan dan dialah yang mengangkat Muhammad Ali Pasya sebagai panglima perang, Kemudian menjadi pemimpin pemerintahan.
Pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya, Mesir kembali mengalami kemajuan, ia mengirimkan pemuda Mesir belajar ke Eropa terutama Prancis, dan memberikan dorongan kemerdekaan kepada negara-negara Arab. Kondisi ini telah mampu mengangkat Mesir sejajar dengan negara-negara lain, sayangnya kepemimpinan Muhammad Ali Pasya tidak berlangsung lama, setelah ia wafat digantikan oleh putranya Said Pasya, ia kurang bijaksana dan kurang memperhatikan kebutuhan sosial utama Mesir. Kondisi ini kembali menjebak Mesir dalam kehancuran.
Sebelum adanya dakwah Hassan Al-Banna, aspek politik di Mesir kurang mendapat perhatian dari masyarakat Islam. Kelompok kleagamaan berada di luar medan politik. Pengertian politik menjadi pertentangan dengan perhatian agama. Sekilas Mesir mengalami kemajuan setelah berhubungan dengan dunia Barat, namun dibalik semua itu sebenarnya Mesir juga mengalami kemunduran. Umat Islam banyak yang meninggalkan kebiasaan mereka dengan kehidupan secara Islami dan rela diperbudak oleh Barat. Melemahnya komitmen umat Islam untuk menjalankan nilai-nilai Islam dalam keseharian mereka ini sempat dimanfaatkan oleh gerakan tasawuf Mesir, yang berhasil mempengaruhi pikiran rakyat di daerah perkampungan.
Masyarakat Mesir pada awal abad 20 menghadapi arus gelombang dan arus pemikiran yang dapat memberikan pengaruh positif dan negatif. Semangat kebangsaan tumbuh seiring dengan makin gencarnya pengaruh Barat ke Mesir, abad 19 merupakan awal semangat nasionalisme itu muncul dan menjadi isu yang hangat ditengah isu masyarakat. Pada zaman ini banyak ditemui perubahan, kudeta, dan revolusi naik di skala regional maupun internasional.[6]
Peran
Perpindahan Al Banna dari tempat kelahirannya Mahmudiyah ke Damanhur kemudian ke Kairo membuatnya banyak mengetahui permasalahan situasi dan kondisi umat Islam. Dimasa Al Banna tinggal di Mahmudiyah, daerah yang tenang dan menjaga tradisi Islam dan ajarannya, belum terlintas di benaknya bahwa di ibukota Kairo, banyak penyimpangan dan kerusakan yang sudah sangat parah.  Belum pernah tergambarkan olehnya bahwa para penulis terkemuka, ulama dan para pakar bekerja demi kepentingan musuh Islam. Tetapi ketika Al Banna berada di Kairo semua itu dilihatnya, kemudian beliau banyak berfikir untuk menghadapinya segala sesuatu sudah berubah seakan-akan manusia sudah jalan dengan kepala dan berfikir dengan dengkul. 
Ulama sibuk dengan urusan pribadi, masyarakat umum dalam keadaan bodoh, peristiwa demi peristiwa datang bertubi-tubi seakan-akan hujan yang deras, atau badai yang kencang, segala sesuatunya sudah berubah.
Surat kabar, majalah dan sarana informasi lainnya memuat dan menyebarkan pemikiran sesat, pornografi dan macam-macam kemungkaran di mimbar politik, masing-masing partai hanya mementingkan golongannya dan cenderung menjadi ajang permusuhan, perpecahan ummat.
Masyarakat sudah meninggalkan dan menjauhi nilai-nilai luhur, sudah asing dengan nilai-nilai Islam.  Begitupun di Perguruan Tinggi sudah banyak berubah, yang tadinya disiapkan untuk menjadi lampu penerang, pusat kebangkitan dan mimbar peradaban dan kebudayaan menjadi sumber malapetaka, pusat kerusakan dan alat penghancur sehingga banyak orang memahami bahwa Perguruan Tinggi dan Universitas adalah tempat revolusi terhadap akhlaq, menentang agama dan memusuhi tradisi yang baik.
Turki yang tadinya menjadi pusat Khilafah Islamiyah pada tahun 1924 M sudah berubah menjadi negara sekuler, negeri Mesir dan negeri-negeri Islam lain dalam keadaan terjajah dan perekonomian ummat Islam dikuasai oleh orang-orang asing kaum penjajah.
Semua itu disaksikan oleh Al-Banna, bahwa kondisi dan situasi semakin memburuk sehingga menyusahkannya dan ia menjadi gelisah.  Sampai beliau tidak dapat tidur selama 15 hari di bulan Ramadhan, akan tetapi ia tidak putus asa, tidak menyerah bahkan menambahnya semangat dan bertekad untuk berbuat sesuatu yang positip bahwa yang bisa mengembalikan Khilafah Islamiyah, mengusir penjajah dan mengangkat martabat hanyalah kesungguhan, cita-cita yang tinggi, kerja yang tak mengenal lelah dan harokah yang berkesinambungan.
Banna mulai melakukan aktifitasnya dengan menghubungi para pemimpin, tokoh masyarakat dan para ulama mengajak mereka untuk membendung arus kerusakan itu.  Beliau menghubungi Syeik Ad Dajawi salah seorang ulama Mesir terkemuka dan beliau menjelaskan permasalahan kepada Syeikh tersebut, tapi Syeikh hanya memperlihatkan keprihatinannya saja, tidak ada sesuatu yang diharapkan oleh Al Banna darinya, dengan alasan bahwa Mesir sedang dijajah Inggris yang memiliki kekuatan dan persenjataan yang dapat menghadapi gerakan apapun yang menentang dan merugikannya.  Al Banna tidak puas dengan jawaban Ad Dajawi itu dan membuatnya lemah semangat.  Kemudian Syeikh Ad Dajawi mengajaknya berziarah ke rumah Syeikh Muhammad Saad yang merupakan juga salah satu ulama terkemuka, disana banyak yang hadir selain Syeikh Ad Dajawi, Syeikh Muhammad Saad dan Al Banna.  Al Banna menjelaskan lagi permasalahan ummat namun Syeikh Ad Dajawi memintanya untuk berfikir, tapi Al Banna seorang pemuda yang memiliki semangat yang tinggi berpendapat waktu itu bukan saatnya untuk berfikir tapi untuk berbuat.
Syeikh Muhammad Saad pada waktu itu menjamu para tamunya kue-kue khas dibuat untuk bulan Ramadhan (halawiyat).  Para tamu asyik menikmati makan dan minuman yang disuguhkan, pemandangan ini membuat Al Banna semakin bersedih dan prihatin.  Beliau memahami bahwa mereka dalam keadaan lalai dari kondisi Islam, maka ia berusaha menyadarkan mereka seraya berkata : “Wahai tuan Syeikh !  Islam sedang diperangi dengan dahsyat, sementara para tokoh, pelindung dan para pemimpin ummat sedang menghabiskan waktunya dengan keni’matan seperti ini, apakah kalian mengira bahwa Allah tidak akan menghisab apa yang kalian sedang lakukan ?  Jika kalian tahu disana ada pemimpin Islam dan pelindungnya selain kalian, tunjukilah saya kepada mereka agar saya mendatangi mereka, mudah-mudahan saya dapati apa yang tidak ada pada kalian”.
Perkataan Al Banna menyentuh hati Syeikh Muhammad Saad, sehingga ia menangis membuat yang lainpun menangis.  Lalu Syeikh bertanya : “Apa yang mesti saya lakukan wahai Hasan ...?”  Al Banna mengusulkan agar Syeikh mengumpulkan nama-nama para ulama dan zuama serta para pemuka, lalu mereka diundang untuk suatu pertemuan dalam rangka memikirkan dan memusyawarahkan apa-apa saja yang harus mereka lakukan.  Sekalipun hanya menerbitkan majalah mingguan untuk mengimbangi majalah-majalah yang ada atau membentuk perkumpulan yang dapat menampung para pemuda.  Syeikh setuju atas pemikiran Al Banna itu dan ia mencatat sebagian nama ulama terkemuka seperti :
1.      Syeikh Yusuf Ad Dajawi
2.      Syeikh Muhammad Khudlori Husain
3.      Syeikh Abdul Aziz Jawis
4.      Syeikh Abdul Wahab Najjar
5.      Syeikh Muhammad Khudlori
6.      Syeikh Muhammad Ahmad Ibrahim
7.      Syeikh Abdul Aziz Khuli
8.      Syeikh Muhammad Rasyid Ridho
Dan mencatat sebagian nama-nama tokoh terkemuka, seperti :
1.      Ahmad Taimur Pasya
2.      Nasim Pasya
3.      Abu Bakar Yahya Pasya
4.      Abdul Aziz Muhammad Pasya
5.      Mutawalli Ghonim Bik
6.      Abdul Hamid Said Bik
Mereka semua diundang untuk suatu pertemuan dan terlaksanalah pertemuan demi pertemuan, sehingga dapat menerbitkan majalah “AL FATH”.  Dipimpin oleh As Sayid Muhibuddin Khattib dengan pimpinan redaksinya Syeikh Abdul Baki Surur, perkumpulan dan kegiatan ini terus berlangsung sampai Hasan Al Banna lulus kuliah dari Darul Ulum dan terus menggerakkan beberapa orang pemuda sehingga terbentuklah Jam’iyyah Syubanul Muslimin.
Hasan Al Banna berhasil mengumpulkan beberapa ulama dan tokoh masyarakat terkemuka, dan terbentuklah Jamaah Islamiyah yang menyeru untuk menghadapi arus gelombang kehidupan materialis, membatasi kegiatan maksiat dan kekufuran.  Akan tetapi Hasan Al Banna melihat aktifitas jamaah itu tidak cukup, dimana kegiatannya terbatas pada menyampaikan ceramah atau nasehat di masjid-masjid dan menulis artikel di majalah-majalah, akan tetapi siapa yang menyampaikan dakwah kepada orang-orang yang tidak ke masjid yang sebenarnya mereka lebih berhak dari pada orang-orang yang aktif ke masjid.  Siapa yang menyampaikan dakwah kepada orang-orang yang tidak membaca koran dan majalah.  Dengan demikian harus adanya kader yang siap berdakwah ke berbagai lapisan masyarakat.
Al Banna melihat bahwa yang dapat melaksanakan tugas berat itu adalah para mahasiswa Al Azhar dan Darul Ulum.  Al Banna berhasil mengumpulkan beberapa orang rekannya untuk berlatih berpidato, khotbah di masjid, berdakwah di warung-warung kopi dan tempat-tempat umum, kemudian pergi ke kampung-kampung.  Diantara mereka yg terlibat dalam aktivitas ini :
1.      Syeikh Muhammad Madkur
2.      Syeikh Hamid Askari
3.      Syeikh Ahmad Abdul Hamid
Setelah mereka berlatih dan siap terjun ke lapangan, Al Banna mengajak rekan-rekannya untuk berdakwah ke warung-warung kopi dengan memperhatikan  3 hal :
1.      Memilih tema yang sesuai
2.      Sistem penyajian yang menarik
3.      Memperhatikan waktu, jangan sampai membosankan
Pergilah mereka ke warung-warung kopi dan cukup berhasil.
Jama’ah Ikhwanul Muslimin (selanjutnya disebut Ikhwan) adalah gerakan besar yang didirikan oleh al-Banna. Gerakan ini dibentuk pada bulan Dzulqa’dah 1347 H/1938 di kota Ismailiyah. Gerakan ini tumbuh dengan pesat dan tersebar di berbagai kelompok masyarakat.
Maka mulailah Hasan al Banna dengan dakwahnya. Dakwah mengajak manusia kepada Allah, mengajak manusia untuk memberantas kejahiliyahan (kebodohan). Dakwah al Banna dimulai dengan menggalang beberapa muridnya. Kemudian al Banna berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini Al Banna lakukan teratur dua minggu sekali. Al Banna dengan perkumpulan yang didirikannya “Al-Ikhwanul Muslimun,” bekerja keras siang malam menulis pidato, mengadakan pembinaan, memimpin rapat pertemuan, dan lain-lain.Metode gerakan yang diserukan oleh Ikhwan adalah bertumpu pada tarbiyah (pendidikan) secara bertahap. Tahapan tersebut adalah dengan membentuk pribadi muslim, keluarga muslim, masyarakat muslim, pemerintah muslim, Negara Islam, Khalifah Islam dan akhirnya menjadi Ustadziyatul ‘Alam (kepeloporan dunia).[7]
Dalam konferensi para mahasiswa Ikhwanul Muslimin yang diselenggarakan bulan Muharram tahun 1357H, Imam Hasan Al-Banna menyampaikan: “Dengan lantang saya kumandangkan bahwa keislaman seorang Muslim belum sempurna, hingga ia memahami masalah politik, mendalami persoalan-persoalan aktual yang menimpa umat Islam serta punya perhatian dan kepedulian terhadap masalah keumatan. Dalam kesempatan ini, dengan lantang saya ungkapkan bahwa pendikotomian agama dengan politik tidak diakui oleh Islam. Karena setiap pergerakan Islam sejak awal harus meletakkan misi dan programnya menyangkut masalah kepedulian terhadap problematika politik umat. Karena bila tidak, berarti pergerakan Islam tersebut mesti mengkaji pemahaman konsep Islam mereka kembali.
Benar Itulah fakta yang selalu mengaspirasikan bahwa tiada kebaikan dalam agama yang menafikan politik dan sebaliknya politik yang hampa nilai-nilai agama, karena politik semacam ini merupakan politik dalam konsep Barat. Sementara Islam dengan politiknya membawa misi pembahagiaan manusia di dunia maupun akhirat kelak, sebuah politik yang melindungi semua hak mereka, sehingga diharapkan pada suatu masa nanti umat Islam dan non-Islam menggunakan etika politik Islam yang akan melahirkan kebahagiaan bagi mereka. Sehingga mereka bisa hidup tenang, damai dan tenteram serta terlindungnya nyawa, harta dan kehormatan mereka.[8]
Pemikiran
            Hasan Al-Banna dan pembaharu Islam lainnya meyakini bahwa kelemahan kaum Muslim diakibatkan oleh dominasi Eropa dan penyimpanan dari ajaran Islam. Untuk membangkitkan Mesir dan kaum muslimin harus ada tekad untuk kembali memahami ajaran Islam secara kaffah (sempurna). Imam Al-Banna mengajukan manhaj dakwah yang menurutnya Islam itu sendiri. Dalam bukunya “Risalah Baina al-Ams wal Yaum”, ia menulis “ sejujurnya ikhwan sekalian, kita harus ingat bahwa kita berdakwah dengan dakwah Allah Swt. Yang merupakan dakwah yang paling mulia. Kita mengajak manusia untuk memegang pemikiran Islam yang merupakan pemikiran paling lurus. Dan kita mengajukan syari’at Alquran kepada manusia yang merupakan syari’at yang paling adil.
            Pemikiran Al-Banna dan dakwahnya adalah Islam, tidak ada unsur selain Islam, dan ia tidak pernah mencampuradukkan Islam dengan unsur lain sedikitpun, berupa agama, aliran, atau kepercayaan selain Islam. Al-Banna tidak membawa agama baru atau pemikiran baru, namun yang ia bawa adalah apa yang telah Nabi Muhammad saw. Sampaikan, oleh karena itu pemikiran Al-Banna menjadi istimewa dibandingkan pemikiran yang lainnya.
            Dalam masalah politik, Hasan Al-Banna berpendapat  “jika ada yang menyangka bahwa agama tidak berkaitan dengan politik atau politik bukan bagian dari sasaran agama, berarti orang itu telah menzalimi dirinya sendiri dan menzalimi keilmuannya terhadap Islam. Dan kita tidak mengatakan bahwa dia menzalimi Islam, karena Islam adalah Syari’at Allah yang tidak mengandung kebathilan dari dalamnya maupun belakangnya.
            Kegiatan politik adalah salah satu bagian dari misi ikhwan. Karena ikhwan adalah Harakah Islam yang integral. Ia secara aktif menunjukkan pandangannya dalam upaya perbaikan kondisi umat. Landasan utamanya adalah syari’ah Islam. Ia melihat urgensi penyatuan umat dan meninggalkan perpecahan demi kepentingan umum. Ia memberikan dukungan kepada pihak yang berbuat baik dan memberikan nasihat dengan etika Islam bagi pihak yang berbuat buruk. Usaha meraih kekuasaan bukanlah tujuan utama Ikhwan, namun yang dituntut adalah kerjasama untuk mendirikan daulah Islam yang menyerahkan urusannya kepada Allah Swt. Serta melakukan perbaikan individu, keluarga, dan masyarakat.[9]
Pemikiran Politik Islam Menurut Hasan Al- Banna.
Mesir sebagai background perjuangan Hasan al-Banna merupakan wilayah yang syarat dengan tantangan dakwah Islam waktu itu. Dengan sarana perjuangan yang diwadahi Ikhwanul Muslimin –yang notabene organisasi yang didirikannya-, sangat konsen perhatiannya dalam pergerakan politik. Dimana salah satu sisi Tarbiyyah Ikhwanul muslimin yang penting adalah bidang politik. Politik disini, sebagaimana dijelaskan Yusuf al-Qaradhawi, merupakan bidang yang berhubungan dengan urusan hukum, sistem negara, hubungan pemerintah dan rakyat, hubungan antara satu negara dengan yang lainnya dari negara-negara Islam ataupun non Islam, hubungan negara dengan kolonial penjajah, dan hubungan-hubungan yang lainnya dari ketentuan-ketentuan yang sekian banyaknya.[10]
            Dalam eksistensinya, Mesir menurut Hasan Al- Banna mengalami pembodohan dalam berorganisasi. Hal ini terletak pada klasifikasi organisasi politik dan organisasi agama. Ada dikotomi/ pemisahan antara agama dan politik dalam organisasi- organisasi di Mesir. Maka terjadi perbedaan konsep, dimana konsep politik bertolak belakang dengan konsep agama. Sehingga organisasi agama, tidak boleh mengurusi politik dan organisasi politik tidak dianjurkan untuk mengurusi agama. Hasan al-Banna menembus pemahaman adanya dikotomi agama dan politik tersebut untuk meniadakannya. Ia menganggap bahwa hal tersebut merupakan pemahaman yang didasari kebodohan dan hawa nafsu yang dilestarikan oleh kolonial peradaban. Maka menjadi keniscayaan dalam memerangi dan meniadakan pemikiran berbahaya tersebut dengan pemikiran yang benar, yakni kesempurnaan Islam untuk setiap bidang kehidupan, termasuk politik, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an, hadits, petunjuk Rasul SAW
Dalam pemikiran politiknya, setidaknya ada empat hal yang menjadi perhatian beliau dalam mengawal gerak perjuangannya. Keempat point pemikirannya menjadi sisi penting untuk memahami bagaimana ia menggerakan Ikhwanul Muslimin hingga menjadi organisasi Islam yang menjadi panutan dan rujukan pergerakan ormas Islam lain di beberapa penjuru dunia. Pertama, mengenai konsep Arabisme (‘Urūbah). Kedua, konsep patriotisme (Wathaniyyah). Ketiga, konsep nasionalisme (Qaumiyyah). Keempat, konsep internasionalisme (Ālamiyyah). Mari kita bahas satu persatu konsep tersebut:
·         Arabisme
Arabisme memiliki tempat tersendiri dan peran yang berarti dalam dakwah Hasan al-Banna. Bangsa Arab adalah bangsa yang pertama kali menerima kedatangan Islam. Dia juga merupakan bahwa yang terpilih. Arabisme menurut al-Banna adalah kesatuan bahasa. Menurut Al-Banna, Arab adalah umat Islam yang pertama, yang merupakan bangsa pilihan. Islam, menurutnya, tidak pernah bangkit tanpa bersatunya bangsa Arab. Batas-batas geografis dan pemetaan politis tidak pernah mengoyak makna kesatuan Arab dan Islam. Islam juga tumbuh pertama kali di tanah Arab, kemudian berkembang ke berbagai bangsa melalui orang-orang Arab. Kitabnya datang dengan bahasa Arab yang jelas, dan berbagai bangsa pun bersatu dengan namanya.
·         Patriotisme
Dalam memaknai Wathaniyah (patriotisme), ada tiga arti yang dikemukakan oleh Hasan Al-Banna, yaitu: Pertama, Patriotisme Kerinduan (Cinta Tanah Air). Al-Banna berkata: “Jika yang dimaksud dengan patriotisme oleh para penyerunya adalah cinta negeri ini, keterikatan padanya, kerinduan padanya, dan ikatan emosional dengannya, maka hal itu sudah tertanam secara alami dalam fitrah manusia di satu sisi, dan dianjurkan Islam di sisi lainnya.”Kedua, Patriotisme Kemerdekaan dan Kehormatan (Kemerdekaan Negeri). Al-Banna berkata: “Jika yang mereka maksudkan dengan patriotisme adalah keharusan berjuang untuk membebaskan tanah air dari cengkeraman perampok imperialis, menyempurnakan kemerdekaannya, dan menanamkan kehormatan diri dan kebebasan dalam jiwa putra-putra bangsa, maka kami sepakat dengan mereka tentang itu.” Ketiga, Patriotisme Kebangsaan (Kesatuan Bangsa). Al-Banna berkata: “Jika yang mereka maksudkan dengan patriotisme adalah mempererat ikatan antara anggota masyarakat suatu Negara dan membimbingnya ke arah memberdayakan ikatan itu untuk kepentingan bersama, maka kami pun sepakat dengan mereka.”
·         Nasionalisme
Dalam pandangan al-Banna, nasionasionalisme dipahami dalam 5 bentuk Pertama, nasionalisme kebanggaan, yaitu rasa bangga generasi penerus terhadap pendahulunya diiringi adanya tanggung jawab kewajiban untuk mengikuti jejak para pendahulu yang beriman kepada Allah sebagai Tuhan yang mesti disembah dan ditaati, Islam sebagai sistem hidup, Muhammad SAW.
Kedua, nasionalisme kebangsaan, yakni umat suatu bangsa mesti mengorbankan apa yang dimiliknya dari usahanya yang baik untuk menjadikan bangsa yang lebih baik.
Ketiga, nasionalisme jahiliyyah yang berarti nasinalisme yang dianut oleh kaum jahiliyyah. Dimana para penyeru nasionalisme ini berupaya menghidupkan kembali semangat-semangat jahiliyyah yang telah dibumihanguskan oleh Islam, seperti semangat fanatisme kesukuan, sikap sombong, dan merasa lebih dari orang lain. Prinsip-prinsip nasionalisme seperti ini berusaha dihidukan kembali oleh partai-partai sekuler yang menuduh Islam terbelakang atau kuno, sehingga harus dikikis dari kehidupan. Oleh karena itu, Hasan al-Banna menyatakan bahwa nasionalisme seperti ini amat tercela dan berakibat buruk dan akan meruntuhkan nilai-nilai kemuliaan serta menghilangkan watak-watak terpuji.
Keempat, nasionalisme permusuhan, yaitu nasionalisme yang berlandaskan semangat merampas hak-hak orang lain tanpa alasan yang benar. Semangat seperti merupakan semangat jahiliyyah yang terus berkembang dari dulu sampai sekarang. Bahkan era jahiliyyah dulu ada sebuah sya’ir yang mengatakan, “Siapa yang tidak menganiaya orang lain, maka dia yang akan dianiaya.
Kelima, nasionalisme Islam, yakni nasionalisme yang berlandaskan aqidah, bukan darah, keluarga, kepentingan, dan wilayah geografis tertentu.
·         Internasionalisme
Internasionalisme menurut Hasan al-Banna inheren dalam Islam, oleh karena Islam adalah agama yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. Dunia, tidak bisa tidak, bergerak mengarah ke sana. Persatuan antar bangsa, perhimpunan antar suku dan ras, bersatunya sesama pihak yang lemah untuk memperoleh kekuatan, dan bergabungnya mereka yang terpisah untuk mendapatkan hangatnya persatuan, semua itu merupakan pengantar menuju terwujudnya kepemimpinan prinsip internasionalisme untuk menggantikan pemikiran rasialisme dan kesukuan yang diyakini umat manusia sebelum ini.




















BAB VI
PENUTUP
SIMPULAN
Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna lahir kawasan Buhairah Mesir. Dia dibesarkan oleh keluarga yang sederhana  dan terkenal keilmuan agamanya dengan mengamalkan Islam disegenap sudut kehidupan mereka. Sehingga Al Banna mempunyai  tipologi yang cerdas, disiplin, cerdik, dan kokoh pendirian.
 Dalam perkembangannya, berperan aktif dalam dakwah dengan tujuan penyatuan umat.  Al-Banna mendirikan  Ikhwanul Muslimin  sebagai b kepeduliannya tentang keadaan Mesir, dan Ikhawanul Muslimin masih menghiasi dunia Islam sampai sekarang.

DAFTAR PUSTAKA
Ihsanudin, Mahfud. Pemikiran Politik Islam Al-Banna Dan Pengaruhnya Terhadap Mesir Tahun 1928-1949 M. Yogyakarta: Fak. Adab dan Ilmu Budaya, 2009.
Mohammad, Herry dkk. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani. 2006.
Mursi, Muhammad Sa’id. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta: Pustaka Al Kausar. 2007.
Firmansyah, Joni. Pemikiran Politik Islam Kajian,  dilihat http://jonifirmansyahfull.blogspot.co.id/2013/10/pemikiran-politik-islam-kajian.html (diakses 27September 2015, Pukul 20.00 WIB)
Kirmasyah, Makalah Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna, dilihat http://kirmansyah.blogspot.co.id/2014/07/makalah-pemikiran-pendidikan-islam.html
Diakses pada senin, 28 September 2015.
Yusuf al-Qaradhawi, al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa Madrasah Hasan al-Bannā,(Kairo: Maktabah Wahbiyyah, 1992), hal. 51-52 dalam http://robimulya.blogspot.com/2009/12/politik-islam-dalam-kacamata-hasan-al.html, (diakses pada 27 September 2015, pukul 20.05 wib)
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-hasan-al-banna.html(diakses 27 september 2015, pukul 20.02 WIB)



[1]Halaqah disini adalah lingkaran orang-orang yang sedang mempelajari ilmu agama dengan berkelompok-kelompok serta membentuk lingkaran. 
[2] Herry Mohammad dkk. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. (Jakarta: Gema Insani, 2006.) hlm.201
[3]http://jonifirmansyahfull.blogspot.co.id/2013/10/pemikiran-politik-islam-kajian.html(diakses 27September 2015, Pukul 20.00 WIB)
[4] Herry Mohammad dkk. Ibid, hlm.207
[5] Herry Mohammad dkk. Ibid, hlm.202
[6]Mahfud Ihsanudin, Pemikiran Politik Islam Al-Banna Dan Pengaruhnya Terhadap Mesir Tahun 1928-1949 M, (Yogyakarta: Fak. Adab dan Ilmu Budaya, 2009), Hlm. 19-20.
[7]http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-hasan-al-banna.html(diakses 27 september 2015, pukul 20.02 WIB)
[8] http://kirmansyah.blogspot.co.id/2014/07/makalah-pemikiran-pendidikan-islam.html (Diakses 28 September 2015, pukul 16.00 Wib)

[9] Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani. 2006), hlm. 202-206.
[10] Yusuf al-Qaradhawi, al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa Madrasah Hasan al-Bannā,(Kairo: Maktabah Wahbiyyah, 1992), hal. 51-52 dalam http://robimulya.blogspot.com/2009/12/politik-islam-dalam-kacamata-hasan-al.html, (diakses pada 27 September 2015, pukul 20.05 wib)

Hoesein Djojodiningrat : Historiografi Modern di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Historiografi modern Indonesia dimulai pada abad XX, yang mana dalam masa ini historiografi telah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Mulai dari masa tradisonal yang penulisan sejarahnya berkisar tentang agama, dewa-dewa, mitos, dan sebagianya. Kemudian masa kolonial yang penulisan sejarah Indonesia didominasi oleh orang asing yang banyak mengandung unsur subyektifitas. Kemudian babakan baru penulisan sejarah Indonesia yaitu oleh bangsa sendiri mulai terlihat pada era modern. Setelah peran pribumi dalam penulisan sejarah di era kolonial tidak terlihat karena lebih didominasi para sejarawan Barat.
Pada era baru ini penulisan sejarah berkisar pada sejarah nasional Bangsa Indonesia dan para tokoh pejuang. Setelah pada era kolonial penulisan sejarah banyak ditulis atas dasar kepentingan pribadi. Maka dalam babakan baru ini sejarah ditulis atas dasar prinsip-prinsip metode kritis. Metode kritis sejarah oleh pribumi dimulai oleh Husein Djojodiningrat dengan karyanya yang berjudul “Critische Beschouwning van de Sedjarah Banten (tinjauan kritis tentang sejarah Banten) . Karyanya tersebut kemudian mendapat apresiasi dari sejarawan Barat seperti Snouck Hurgronje.

B.                 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Latarbelakang Hoesein Djojodiningrat ?
2.      Apa Kontribusi Husein Djojodiningrat dalam Historiografi ?
3.      Apa kelemahan dan kelebihan dari penulisan sejarah Hoesein Djojodiningrat ?










BAB II
PEMBAHASAN
A.                Latarbelakang Hoesein Djojodiningrat
Husein Djajadiningrat adalah putera seorang Bupati di Banten. Ia lahir pada 8 Desember 1886 di Kramat Waru, sebuah distrik diantara Serang dengan Cilegon Banten[1], dan wafat pada 12 November 1960 dengan usia 74 tahun. Husein merupakan salah seorang yang beruntung karena bisa mengenyam pendidikan di Belanda. Ia mengenyam pendidikan Barat sampai tingkat Hogare Burger Schoool (HBS) dan bila lulus bisa meneruskan ke universitas. Model sekolah-sekolah yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir anak pembesar pribumi. Pendidikan yang sama juga diperoleh dua saudara Husein yaitu Ahmad dan Hasan. Ahmad kemudian menjadi bupati Banten dan Hasan menjadi tokoh sarikat Islam.
Husein Djajadiningrat adalah seorang yang memiliki kecerdasan, karena kecerdasannya tersebut yang menjadi salah satu faktor yang membawanya bisa sampai ke Belanda. Husein ke Belanda atas usulan dari Snouck Hurgronje. Snouck yang merupakan seorang ahli pribumi, karena ia adalah kaki tangan dari Belanda, sehingga ia memiliki kedekatan dengan pribumi seperti para bupati dan sebagainya. Atas anjuran Snouck, selulusnya dari HBS, Husein berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studinya. Awalnya, terlebih dulu ia  belajar bahasa latin dan Yunani Kuno antara tahun 1904-1905 di sebuah Gymnasium kota Leiden, lalu ikut ujian masuk Universitas Leiden. Husein lulus diterima dan menjadi mahasiswa calon sarjana pada jurusan bahasa dan sastra kepulauan Indonesia. Husein tidak berhenti pada tingkatan sarjana namun terus sampai tingkat Doktor. Husein merasa tertarik dengan ilmu sejarah, dia berniat melihat tanah Hindia, yang juga tanah kelahirannya dengan kacamata historis.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Leiden, Husein kemudian kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai peneliti bahasa-bahasa di Indonesia pada Kantoor voor Inlandsche Zaken (kantor Urusan Bumiputra) sampai tahun 1918. Pada 19 Mei 1920 sampai dengan tahun 1925, Husein bekerja sebagai Adjunct Adviseur voor Inlandsche Zaken (Ajun atau wakil penasehat urusan pribumi Hindia Belanda) pada kantor yang sama. Kantor tempat Husein bekerja, Kantoor voor Inlandsche Zaken, berdiri sejak tahun 1899 oleh Snouck Hurgronje. Kantor ini diisi oleh banyak orang antara lain ahli agama Islam, bahasa sastra maupun bahasa.[2]
Selain tersebut, Husein juga bergerak dibidang jurnalistik dan pendidikan mengenai kebudayaan Jawa. Tahun 1919 Husein mendirikan Java Institut dan menerbitkan majalah bulanan Jawa ditahun 1921. Husein menjadi redakturnya bersama J. Kats, Sam Koperberg, R. Ngabehi Poerbatjaraka dan J.W. Teiler. Tahun 1924, Husein diangkat sebagai guru besar di Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta untuk mata kuliah bahasa Melayu dan hukum Islam.[3]
Satu hal yang menarik dari Husein adalah ia merupakan orang Indonesia pertama yang mendapat gelar doktor dan professor. Gelar yang ia peroleh dari Universitas Leiden  di Belanda dengan desetasinya Critische Beschouwning van de Sedjarah Banten (tinjauan kritis tentang sejarah Banten) “. Dengan munculnya karya Husein tersebut maka dianggap bahwa itu adalah akhir atau berakhirnya historiografi tradisional.[4]

B.                 Kontribusi Hoesein Djojodingrat dalam Historiografi
Perkembangan historiografi dari masa kemasa terus mengalami kemajuan, begitu juga historiografi di Indonesia. Historiografi Indonesia tradisional yang berbau mitologi cukup tinggi mulai memudar pada periode selanjutnya, yaitu pada historiografi Indonesia modern. Periode dalam perkembangan historiografi Indonesia tersebut ditandai dengan adanya studi sejarah yang kritis, dan mengakhiri periode historiografi Indonesia tradisional.
Hoesein Djajadiningrat dapat disebut sebagai pionir historiografi Indonesia modern.[5] Hal itu dikarenakan usahanya dalam penelitian sejarah yang menerapkan di dalamnya metode kritis. Husein merasa tertarik dengan ilmu sejarah, dia berniat melihat tanah Hindia, yang juga tanah kelahirannya dengan kacamata historis.  Dia dicatat sebagai putra Indonesia pertama yang menggunakan prinsip-prinsip metode kritis sejarah.[6] Dia tidak hanya dinobatkan sebagai Bapak Metodologi Ilmu Sejarah di Indonesia, namun juga Indolog atau ahli Indonesia pertama dari kalangan pribumi. Dialah orang Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar Doktor.[7] Bahkan dia juga menjadi Guru Besar pertama orang Indonesia di perguruan tinggi Indonesia.
Karya Hoesein Djajadiningrat yang terkenal ialah Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten, karyanya inilah yang membawanya menjadi sejarawan terkemuka. Karya Hoesein Djajadiningrat, Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten, pada hakekatnya adalah studi filologi yang menggunakan suatu karya dari historiografi tradisional sebagai obyek dan sekaligus sebagai sumber sejarah.[8] Dalam studi tersebut secara teliti dia menggunakan metode kritis dalam mengungkapkan makna dan isi dari sumber-sumber sejarah tradisional. Tulisannya mendapat pujian karena analisanya yang kritis, alur pikirnya yang logis dan metodenya yang jernih.
Pada karyanya tersebut, yang terdapat 400 halaman, Hoesein membagi menjadi empat bab. Pada Bab Pertama diuraikan isi Sajarah Banten. Bab Kedua menganalisis bagian yang tergolong fakta sejarah, dan Bab Ketiga mengupas bagian yang berupa legenda. Dalam Bab Keempat Hoesein menerangkan ciri pokok penulisan sejarah Jawa.[9]
Semua berita yang ada, diuji kebenarannya dengan menggunakan sumber sejarah yang lain sebagai pembanding. Adapun naskah pembanding tersebut sebagian besar merupakan kepunyaan dari Snouck Hurgronje, berikut merupakan naskah-naskah yang diteliti dalam penulisan buku Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten oleh Hoesein:
1.                  Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje, dalam pegon[10], bentuk tulisannya kuno, sebagian besar permulaan dan penghabisannya hilang. Diterima pada tahun 1892 dari Bupati Serang waktu itu.
2.                  Naskah koleksi Brandes no. 86, pada Bataviaasch Genootschap, dalam pegon. Salinan suatu naskah yang dipinjamkan pada akhir tahun 1890 dan berasal dari Banten.
3.                  Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje, dalam pegon, dengan teks yang telah cacat sejalan dengan teks yang diatas, apa yang tidak ada di situ, untuk sebagian besar ada disini, tetapi naskah ini mempunyai kekurangan lain. diterima pada tahun 1890 dari Bupati Serang pada waktu itu.
4.                  Cod. 236 dari Bijbel-Genootshap, dalam pegon. Pengharakahan sangat buruk, redaksi isinya berlainan dari ketiga naskah 1,2 dan 3.
5.                  Cod. 652 koleksi Brandes pada Bat. Genootshap, dalam pegon. Merupakan salinan dari naskah 4.
6.                  Naskah kepunyaan Hoesein sendiri, diterima dari Banten, dalam pegon. Redaksinya juga berlainan pada bait penutupnya. Salinan dimulai hari Senin 26 Sja’ban tahun Ehe, menurut sebuah naskah asli dalam tulisan Jawa yang diselesaikan pada hari Rabu 9 Ruwah tahun Be, 1144 Hijriah, yaitu 6 Februaru 1732. Penanggalan lain tanpa tahun tak cukup dapat ditentukan. Jika tanggal itu benar, maka itu berarti penanggalan menurut kalender Reboan yang dimulai 28 September 1821, sehingga naskah tersebut seharusnya ditulis sebelum waktu itu.
7.                  Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje, dalam pegon. Menurut Snouck, dibuat pada tahun 1892, menurut naskah tua dalam tulisan Jawa, berisi redaksi yang sama dengan 6, tetapi bait penutup 6 dengan penanggalan Senin 26 Sja’ban tahun Ehe, tidak terdapat disini, namun ada penanggalan penyelesaian kronik itu.
8.                  Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje, dalam tulisan Jawa, merupakan turunan yang aslinya, menurut tambahan yang ada ditulis pada hari Selasa Haji, tahun Alip, 1155 H, yaitu 3 Februari 1743 berisi redaksi yang sama dengan 7.
9.                  Naskah yang dipinjam dari Dr. D. A. Rinkes, dalam huruf Latin, mempunyai teks yang sama dengan 8.
10.              Cod, 1982 dari Hibah Warner (Legatum Warnerianum), dalam pegon, bagian besarnya hilang, redaksi sama dengan 7.
Tidak satupun dari naskah-naskah diatas itu lengkap. Akan tetapi dalam pandangan sepintas ada beberapa naskah yang memberikan kesan lengkap, namun setelah ditelaah lebih jauh, naskah tersebut mempunyai kesalahan-kesalahan kecil, dan hal ini tentusaja menyebabkan kesukaran-kesukaran dalam mengartikan beberapa bagian.
Hoesein merekonstruksikan isi Sajarah Banten yang merupakan fakta sejarah. Perbandingan dilakukan agar menghindari mitologi dalam penulisan sejarah, dan memisahkan yang tergolong ke dalam fakta sejarah, ia juga menguraikan latar belakang isi Sajarah Banten yang tidak merupakan fakta sejarah. Misalnya, silsilah Mahdum Gunung Jati dari Nabi Adam dan Nabi Muhammad, yang bertujuan memuliakan salah seorang Wali Songo[11], ini termasuk dalam fakta sejarah. Kemudian contoh lainnya yang tidak merupakan fakta sejarah atau lagenda, ialah pengembaraan Bondan Kajawan ke hutan-hutan kemudian bertemu dengan bidadari yang tercantik, yang pada akhirnya Ki Bondan memperistri bidadari tersebut serta mendapatkan anak laki-laki yang yang diberi nama Pandjuwed. Dimasa sekarang cerita dari Ki Bondan tersebut lebih terkenal dengan Jaka Tarub dan Bidadari. Maka disinilah Husein mencoba menguraikan isi Sajarah Banten dengan kritis pada Bab ke II yang berupa bagian Fakta Sejarah, dan Bab ke III yang berupa Lagenda begitu seterusnya.
Karyanya yang tak kalah hebat ialah Kamus Bahasa Aceh dua jilid. Kamus ini merupakan kamus yang terlengkap yang pernah dibuat orang tentang bahasa-bahasa Nusantara hingga kini. Jilid pertama terdapat 1011 halaman, dan jilid kedua terdapat 1349 halaman.[12] Selama satu tahun berada di Aceh Hoesein belajar bahasa Aceh dalam rangka penyiapan kamus Aceh, karya itu diselesaikan di Jakarta dengan bantuan Teuku Mohammad Nurdin, H. Abu Bakar Aceh, dan Dr. Hazeu.
Tulisannya Critische overzicht van de geschiedenis van het Soeltanaat van Aceh (1913), memperoleh mendali emas dalam lomba mengarang sejarah Aceh berdasarkan sumber naskah Indonesia atau Melayu di Universitas Laiden.[13]Analisis Kritis Atas Sumber Berbahasa Melayu Tentang Sejarah Kesultanan Aceh menghasilkan 130 halaman, dan isi dari analisanya kritis dan juga logis.

C.                Kelebihan dan Kekurangan dalam penulisan sejarah Hoesein Djojodiningrat
Hoesein Djojodiningrat
Kelebihan
Kekurangan
1.   
Menulis buku yang berjudul “Cristiche Beschouwing van de Sadjarah Banten” yang merupakan tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten[14]
1.    
Mengkaji tentang Sejarah Banten secara tekstual, filologis dan historiografi antropologis,  sehingga terlihat seperti  fakta sejarah walaupun sebenarnya, tidak akurat dalam tahun, karena angka memiliki makna simbolis.[15]
2.
Memisahkan antara aspek-aspek histori dari aspek nonhistoris.
2.
Historiografi tradisional sebagai obyek sekaligus sumber sejarah, padahal Historiografi tradisional banyak memuat tentang kehidupan kerajaan saja
3.
Dalam bukunya tersebut isinya menjelaskan studi filologis yang menggunakan historiografi tradisional.
3.

4.
Ia dicatat sebagai Putera Indonesia Pertama yang menggunakan prinsip-prinsip metode kritis sejarah.[16]
4.































BAB III
Penutup
Simpulan
Hoesein Djojodiningrat lahir pada 8 Desember 1886 di Kramat waru Serang Banten. Ia adalah putera dari seorang Bupati Banten. Latar belakang keluarga yang golongan atas membuatnya mudah dalam memperoleh pendidikan, yang pada masa kolonial pendidikan bagi pribumi sangat sulit diperoleh, karena hanya kalangan tertentu saja yang bisa merasakan pendidikan tersebut. Karena kepandaian yang dimiliki kemudian ia melanjutkan studinya ke Universitas Leiden. Dalam studinya di Belanda ia memperoleh gelar doctor, yang mana gelar tersebut merupakan gelar pertama bagi pribumi.
Karyanya yang berjudul “Critische Beschouwning van de Sedjarah Banten (tinjauan kritis tentang sejarah Banten) telah menjadi tonggak penulisan sejarah kritis di Indonesai terutama oleh pribumi bukan lagi oleh orang Barat. Karyanya tersebut merupakan salah satu kontribusi Hoesein yang paling penting dalam pensejarahan Indonesia. Selain itu ia juga disebut sebagai bapak metodologi sejarah Indonesia. Dalam membuat atau menulis sebuah sejarah ia melakukan kritik sumber dengan melakukan perbandingan-perbandingan antara satu sumber dengan sumber yang lain untuk dapat menemukan fakta yang sesungguhnya.
Hoesein Djojodiningrat yang mendapat gelar bapak metodologi sejarah Indonesia, pada dasarnya masih terdapat kekurangan dalam karyanya. Yang mana ia masih menggunakan historiografi tradisional sebagai objek kajian.














Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik dan Abdurrahman Surjomihardjo. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif . Jakarta: PT. Gramedia, 1982.
Djajadiningrat,  Husein. Tinjauan Historis Sajarah Banten. Djakarta: Djambatan, 1983
Kartodirdjo,  Sartono. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 1992.
Kahin, G. McT. An Introduction to Indonesian Historiography. Ed. Soejatmoko and Mohammad Ali, G.J. Resink, and G. Mct. Kahin. London : Cornell University Press. Cet III. 1975.
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah,Edisi kedua. Yogyakarta:PT. Tiara Wacana Yogyakarta. 2003.
http://dewimutiaraintanberlianpakidulan.blogspot.co.id/2011/12/prof-dr-ir-husein-djajadiningrat.html, diakses pada 23 November 2015.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52175f1148b36/profesor-indonesia-dalam-pembukaan-irechtshogeschool-i, diakses pada 23 November 2015.
 https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2011/11/24/resume-tinjauan-kritis-tentang-sejarah- banten/, diakses pada 23 November 2015.
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3662, diakses pada 23 November 2015.
http://rafazky.blogspot.co.id/2014/12/historiografi_3.html diakses pada tanggal 24 nov 2015,20.58 wib
http://sertifikasi-kearsipan.blogspot.co.id/2011_03_01_archive.html diakses pada tanggal 24 November 2015, 20.29 wib







[1]http://dewimutiaraintanberlianpakidulan.blogspot.co.id/2011/12/prof-dr-ir-husein-djajadiningrat.html, diakses pada 23 November 2015.
[2]http://www.kompasiana.com/maspet/husein-djajadiningrat-indolog-pertama_5500223ca33311537250fd54 diakses pada 16 November 2015.
[3] Ibid.,
[4] Kuntowijoyo,Metodologi Sejarah,Edisi kedua, (Yogyakarta:PT. Tiara Wacana Yogya,2003), Hlm, 1.
[5]Taufik Abdullah dan Abdurrahman Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif (Jakarta: PT. Gramedia, 1982), hlm. 30.
[6] Sartono Kartodirdjo,  Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 1992),  hlm. 22.
[7] http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3662, diakses pada 23 November 2015.
[8] Sartono,  Pemikiran, hlm. 22.
[9]https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2011/11/24/resume-tinjauan-kritis-tentang-sejarah-banten/, diakses pada 23 November 2015.
[10] Pegon adalah tulisan Arab tanpa harakah
[11] Ibid.
[12]http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52175f1148b36/profesor-indonesia-dalam-pembukaan-irechtshogeschool-i, diakses pada 23 November 2015.
[13] http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3662, diakses pada 23 November 2015.
[14] http://rafazky.blogspot.co.id/2014/12/historiografi_3.html diakses pada tanggal 24 November 2015,20.58 wib
[15] http://sertifikasi-kearsipan.blogspot.co.id/2011_03_01_archive.html diakses pada tanggal 24 November 2015, 20.29 wib
[16] Sartono.,  Ibid.,hlm 22