Selasa, 15 Desember 2015

PEMIKIRAN POLITIK DUNIA YANG BERPENGARUH

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakan Masalah

Studi tentang pemikiran politik merupakan sebuah studi yang selalu menarik untuk dikaji karena karya-karya dari para pemikir itulah yang memberikan kontribusi dalam teori politik.Dari segi politik mereka dianggap  sebagai salah satu tokoh utama yang mempelopori  reformasi tentang pemisahan  antara kekuasaan  negara. Karya-karyanya yang telah diterbitkan dan menjadi kajian populer dalam sejarah akademisi mulai zaman yunani kuno hingga moderen. Pemikiran mereka dalam berbagai buku  memberikan beberapa cara pandang yang berbeda tentang pendekatan politik, terkhusus dalam kontribusi idenya terhadap kekuasaan negara
Di tanah air untuk membahas dasar-dasar pemikiran politik Barat, merupakan hal yang jarang dilakukan. Kecenderungan untuk melupakan teori politik klasik, cap kuno  menjadi alasan mengapa tidak banyak dari kita  mau menekuni kajian pemikiran politik klasik Barat secara serius.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep pemikiran politik pada setiap zaman?


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pemikiran Politik Yunani  Kuno
Yunani kuno memang menaruh perhatian pada permasalahan kehidupan, termasuk masalah sosial dan politik. Setidaknya ada tiga faktor yang mempengaruhi: Pertama, adanya kebebasan untuk berbicara.  Kedua, negara-negara di Yunani kuno sering berganti-ganti sistem pemerintahan, dari mulai aristrokasi, tirani, hingga demokrasi. Ketiga, ketika itu adanya persamaan tentang pengertian masyarakat dan negara. Keempat, keadaan dan cara hidup orang Yunani kuno ketika itu memang mengharuskan mereka untuk selalu memperhatikan dan mendiskusikan masalah-masalah kehidupan. Tokoh-tokoh pemikir politik Yunani Kuno.

1.      Socrates
Socrates lahir pada tahun 469 sebelum Masehi. Seorang yang kuat jasmaninya dan tahan menghadapi rintangan hidup, ia pernah berkali-kali membaktikan dirinya untuk Athena dalam peperangan dan pernh pula aktif dalam politik. Tetapi akhirnya ia mengundurkan diri dari kehidupan politik, dan mencurahkan perhatiannya semata-mata kepada pemikiran-pemikiran masalah yang bersangkutan dengan masyarakat. Ia mengaku sebagai seseorang yang tidak tahu apa-apa, suatu sikap yang terkenal dengan istilah ironi Socrates. Oleh karna mengku tidak tahu itu, ia pun mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada orang-orang, tetapi setiap jawaban yang ia terima ia sambut lagi dengan pertanyaan lebih lanjut.[1]
Doktrin politik Socrates bahwa “kebijakan adalah pengetahuan” merupakan dasar bagi pemikiran politiknya mengenai negara. Socrates tidak terlalu banyak menulis mengenai pandangan politik namun dengan konsep pemikiran Socrates tersebut telah banyak pemikir lainnya terpengaruh oleh pandangan Socrates, diantaranya adalah muridnya sendiri Plato. Socrates mencurahkan perhatiannya dengan sungguh-sungguh pada perkembangan metodologi atau model procedural untuk mencapai kebenaran. Baginya prinsip politik juga mendasarkan pada etika yang ia simpulkan kebajikan pengetahuan. Salah satu kepandaian Socrates adalah bersilat lidah. Salah satu kepandaian yang ia miliki adalah menyampaikan kebenaran. Socrates juga mengajarkan bahwa terdapat prinsip-prinsip moralitas yang tidak berubah dan universal yang terdapat pada hukum-hukum dan tradisi-tradisi yang beragam di berbagai belahan dunia ini. Socrates menegaskan bahwa norma-norma kebenaran itu bebas dari dan penting antuk opini individu. Ketika para Sophis (golongan cendekiawan yunani) menyatakan bahwa hukum tidak lain kecuali konvensi yang muncul demi kemaslahatan dan bahwa kebenaran adalah yang dianggap benar individu. Socartes menjawab bahwa terdapat kerajaan Islam yang supra-manusiawi yang peraturannya mengikat seluruh rakyatnya. Socrates mendasarkan hukum tersebut pada akal, konsepsi ini secara formal menjadi bagian dari pemikiran filosopisnya
2.      Plato
Plato lahir dari keluarga aristokrat pada tahun 429 SM. Plato adalah salah satu dari murid Socrates, ia menuliska buah pikiran gurunya yang hingga sekarang masih bisa dibaca. Dalam tulisannya Plato mengambil Socrates sebagai seorang tokoh yang bertindak sebagai penanya dan pengambil kesimpulan. Ia berniat untuk memasuki bidang politik sebagai karier hidupnya, tetapi kemudi beralih hidup sebagai seorang filosof. Pada masa Plato Athena mengalami kemunduran. Ia berusaha memikirkan bagaimana sebaiknya mengobati Athena dan negara pada umumnya dari kemunduran, dengan menciptakan pemikiran-pemikiran yang diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia secara konkret. Baginya ilmu dan amal berhubungan erat, tidak dapat dipisahkan. Plato mendirikan sebuah sekolah di Athena yand ia beri nama akademi. Dalam Akademinya tersebut ia membentuk ilmu pengetahuan politik, serta  mengajarkan  mengenai segala aspek manusia dan masyarakat dalam srti keseluruhan. Bersamaan dengan Akademinya tersebut Plato juga menciptakan kitab yang bernama Politeia (republik) yang merupakan kitab pegangan di sekolahnya. Politeia itu juga bernama keadilan, karna pada pikiran Plato keadilan itu terletak pada persesuian dan keselarasan antara fungsi di satu pihak dan kecakapan serta kesanggupan  pun di pihak lain.[2]
Bentuk terbaik dari suatu pemerintahan, menurut Plato, adalah pemerintahan yang dipegang oleh kaum aristokrat. Yang dimaksud aristokrat di sini bukannya aristokrat yang diukur dari takaran kualitas, yaitu pemerintah yang digerakkan oleh putera terbaik dan terbijak dalam negeri itu. Orang-orang ini mesti dipilih bukan lewat pungutan suara penduduk melainkan lewat proses keputusan bersama. Orang-orang yang sudah jadi anggota penguasa atau disebut “guardian” harus menambah orang-orang yang sederajat semata-mata atas dasar pertimbangan kualitas.

3.      Aristoteles
Aristoteles mengemukakan dalam Politea bahwa setiap polis merupakan jenis perkumpulan dan setiap perkumpulan bertujuan mencapai sesuatu yang dianggap baik yang kemudian  melahirkan adanya politikos yang menyelenggarakan soal politik sama seperti raja dalam suatu kerajaan yang mempunyai suatu otoritas sesuai dengan  seni kenegarawannya sendiri sendiri.maka kita juga harus memikirkan konstitusi yang terbaik dan cara hidup yang baik bagi mayoritas orang.cara penentuan konstitusi menurut aristoteles adalah musyawarah yang berdaulat yang memutuskan tentang Perang, Undang-undang, Dalam hal pembuangan,penyitaan dan  hukuman mati Dan dalam pengangkatan pejabat-pejabat pemerintah. Sebagai murid Plato, walaupun Aristoteles banyak terpengaruh olehnya, namun tidak semua ajarannya diterima mentah-mentah. Ajarannya dikupas secara praktis. Pengupasan juga dilakukan secar logis dan sistematis berdasarkan metode induksi atas penyelidikan ilmiah dan perbandingan sistem yang ada. Aristoteles mengklasifikasikan sistem-sistem politik seperti di bawah ini:
•  Monarki (kerajaan), diperintah oleh seorang raja untuk kepentingan semua, tapi jika sebaliknya dapat berpotensi tirani
•    Aristokrasi,   diperintah   beberapa   orang   untuk   kepentingan   bersama,   jika sebaliknya dapat berpotensi oligarki, memperkaya sekelompok orang saja.
          Polity, diperintah semua rakyat untuk kesejahteraan umum, jika sebaliknya, mayoritas rakyat memerintah untuk kepentingan si miskin saja dapat menjadi demokrasi.
Menurut  Aristoteles,  sistem  politik  terjelek  adalah  tirani  dan  demokrasi yang terlalu berlebihan. Baginya tidak ada sistem politik terbaik, maka diperlukan adanya konstitusi. Selain berpikiran pentingnya suatu keadilan dalam suatu negara, Aristoteles juga berpikir bahwa hukum yang dapat dipaksakan diperlukan untuk memupuk persahabatan. Negara terbaik bagi Aristoteles adalah negara di mana tiap warganya sejauh mungkin turut serta dalam kehidupan politik atau negara.

B.     Pemikiran Politik Romawi
Romawi kuno adalah sebuah peradaban yang tumbuh dari Negara kota Roma, didirikan di semenanjung Italia sekitar abad ke 9 SM, Periode 100-510 SM di semenanjung Apenina dihuni oleh bangsa pendatang dari laut Kaspia sedangkan di bagian selatan dihuni oleh bangsa Funisia dan Yunani. Di antara mereka terjadi percampuran sehingga melahirkan bangsa romawi. kebudayaan romawi berubah dari sebuah monarki menjadi republic oligarki sampai kekaisaran yang luas.

Pada zaman Romawi Kuno (354 - 430 M) muncullah pemikir-pemikir politiknya yang sangat terkenal yaitu Santo Agustinus dan Thomas Aquinas. Pada zaman Romawi Kuno ini bangsa Eropa berada dibawah dogma-dogma gereja yang sangat kuat, maka pemikiran tokoh-tokohnya juga akan memiliki pemikiran yang religius, yakni:

1.      Santo Agustinus
Pemikiran pertama yang dengan jelas mengajukan tuntutan legitimasi etis terhadap negara adalah St.Agustinus. Ia menganalogikan negara ibarat tubuh (body) dan jiwa (soul).[3] Tubuh tidaklah kekal, fana, semasa yang akan hancur secara alamiah, sebaliknya jiwa itu bersifat kekal abadi tidak akan pernah mati atau hancur. Berdasarkan hal itu, Agustinus membuat kategori dua bentuk Negara, yaitu Negara Tuhan dan Negara Iblis atau Negara Duniawi.tuhan menggunakan negara untuk berbuuat manusia menjadi patuh sebab tuhanlah yang menciptakan  negara fungsi negara adalah memberi kedamaiaan seperti halnya gereja meski tak sempurna[4].Kedudukan gereja di bawah Paus lebih tinggi daripada negara yang dipimpin Raja.

2.      Thomas Aquinnas
Thomas menyatakan dalam Summa Theologica bila suatu pemerintahan yang tidak adil diselenggarakan oleh satu orang yang mencari keuntungan belaka dengan kekuasaan dan bukan untuk kelompok dan negaranya,dapat dikatakan dia tirani.dan apabila pemerintahan itu diselenggarakan oleh beberapa orang dapat dikatakan oligarki.bila dikerjakan oleh sebuah kelompok maka disebut demokrasi. Negara merupakan lembaga yang menguasai sebuah masyarakat dan jelas pula bahwa negara-negara terdiri dari berbagai lembaga di dalamnya. Lembaga-lembaga ini saling berinteraksi dalam sebuah aturan dan prosedur yang membentuk sebuah sistem kekuasaan. Aturan dan prosedur ini didasarkan pada sebuah prinsip, sebuah norma yang dikaitkan untuk suatu tujuan tertentu. Karena itu, untuk mengerti negara, kita juga harus mengerti dan memahami prinsip dan norma serta tujuan dari negara tersebut.

C.     Pemikiran Politik Abad Pertengahan
Pada zaman ini terdapat pendapat bahwa agama menempati kedudukan penting dalam kehidupan humanis Kristen, ia tidak lagi menjadi faktor yang menyeluruh dan penting sebagaimana selama abad pertengahan. Dan bagi beberapa humanis pangan, Tuhan sepenuhnya digantikan oleh manusia sebagai sumber kekuasaan, karena manusia yang tunduk pada otoritas yang tidak dia ciptakan berarti merendahkan derajatnya sebagai makhluk rasional.
Jika pendapat Tuhan sepenuhnya digantikan oleh manusia sebagai sumber kekuasaan, maka akan terjadi kesewenang-wenangan dalam mengendarai kekuasaan. Sebab tidak ada lagi yang ditakuti dan tidak ada lagi yang membatasi apapun perilaku yang diperbuat, termasuk doktrin menghalalkan segala cara dalam mendapatkan sesuatu. Selain itu pada jaman ini telah terjadinya perpecaha yang ditandai dengan adanya perang antar suku dan etnis. Tokoh-tokoh pemikir politik pada abad pertengahan:

1.      Ibnu Khladun
Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah[5] mengemukakan adanya ashabiyah menbentuk adanya suatu negara dan secara otomatis juga menentukan kepala negara yang harus berpenggetahuan luas disertai kesanggupan untuk menggambil keputusan sesuai syariat Islam,jujur,berpegang pada kebenaran,mempunyai kesanggupan dalam menjalankan kewajiban seorang kepala negara. Perubahan-perubahan dalam masyarakat, termasuk bangkit dan jatuhnya negara-negara  disebabkan  oleh kekuatan-kekuatan sosial  di dalam  masing- masing  kelompok.  Kekuatan-kekuatan  ini  identik  dngan  ashabiyah (suatu bentuk solidaritas sosial), mungkin dijumpai di kalangan masyarakat nomaden dan cenderung untuk menggerakkan nafsu paling kuat terhadap perang dan menggiring pada konflik tetap di antara mereka. Pada sisi yang lain, agama adalah suatu  perasaan spiritual dari  persaudaraan yang  mungkin  menjadi  matang dalam komunitas-komunitas tidak  berpindah, dan oleh karena itu  merupakan kekuatan yang lebih lunak daripada ashabiya.

2.      Niccolo Machiavelli
Machiavelli sering dikemukakan sebagai seorang pemikir yang tidak mengindahkan nilai moral.bahkan dalam The Prince [6]ia menganjurkan para pemimpin untuk mengesampingkan nilai moral untuk mempertahankan kekuasaan bersamaan  dengan  kemasyuran,  reputasi  dan  kehormatan.Machiavelli sangat kasar dalam menerapkan strategi-strategi yang bisa dipakai oleh penguasa. Kekejaman bisa dilakukan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Penguasa tidak harus memakai keimanannya ketika melakukan hal itu karena akan menghancurkan kepentingannya, dan dia tidak harus belajar menjadi baik. Ia tidak perlu khawatir jika dibenci karena kekejamannya, selama ia membuat rakyat bersatu dan tunduk. Penguasa perlu melakukan tindakan yang bijaksana, bahkan tindakan licik dalam mengejar kekuasaan. Machiavelli juga bersiteguh bahwa generalitas rakyat itu sederhana dan mudah ditipu.Jadi dalam hubungan dengan ikatan janji, kalau perlu tidak perlu mengikatkan pada janji itu. Juga sikap belas kasih, jujur, kemanusiaan, semuanya bergantung pada keperluan. Hanya  saja,  Machiavelli  mengingatkan,  orang  harus  yakin bahwa penguasa mempunyai sifat-sifat itu, sungguhpun sebenarnya tidak. Machiavelli sepertinya menyuruh orang mengelabui atau menipu orang lain. Pemikiran ini banyak dipakai oleh penguasa di negara eropa pada masa merkantilisme seperti Tsar Rusia Peter Agung,Louis XVII.

3.      Al-Farabi
Al Farabi menyatakan bahwa suatu negeri ibarat suatu badan yang lengkap dan saling bekerja satu sama lain[7] dengan dipimpin oleh seorang kepala negara hingga mencapai kebahagian yang diinginkan. Sistem masyarakat dalam pemikiran Al Farabi seperti piramida bagian atas di duduki oleh para filsuf  di bawahnya ada tentara yang siap melindungi penguasa barulah pada bagian yang terakhir terdapat rakyat yang harus patuh pada penguasa.seperti halnya Ibn Khaldun pemimpin harus mempunyai akal yang bagus.Kota demokratis dalam pemikiran politik al-Farabi nampaknya adalah sebuah alternatif untuk terwujudnya sebuah kota utama. Model kota utama yang terlalu idealistik, dan juga mensyaratkan adanya seorang pemimpin yang sempurna, karena pemimpin yang sempurnalah yang mampu menujukkan dan mengarahkan yang dipimpinnya pada kebahagiaan, yang tentu akan sulit sekali ditemukan sosoknya. Sedangkan manusia membutuhkan sebuah institusi negara untuk dapat menjalani hidup mereka. Oleh karena itu muncul opsi kota demokratis, di mana seperti yang dikatakan al-Farabi dalam al-Siyasah al-Madaniyah bahwa kota ini akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang diidealkan, paling tidak memiliki peluang lain yang lebih besar daripada kota-kota dengan model lainnya.

4.      Ibnu Taimiyah
Mengatur urusan umat adalah bagian dari kewajiban agama.maka dari itu dibutuhkan suatu penegakan imamah sebagai pembantu dalam mengatur umat ia juga tak membenarkan khalifah- khalifah daulah Abbasiyah hanya  dijadikan sebuah simbol oleh sekelompok elite.bahkan ia juga menolak jika pemimpin harus dipilih  ahl al-hall wa al aqd yang dipandang hnya sebagai alat dalam memperoleh legitimasi kekuasaan yang panjang[8]

5.      Jean Jaqques Rosseau
Negara yang terbentuk atas kehendak bersama merupakan kebaikan yang bersifat universal sehingga menampung setiap aspirasi yang berasal dari rakyatnya. Sedangkan negara berkewajiban untuk melindungi kekayaan atau harta yng dimiliki oleh warganya serta menjamin warga negaranya agar mereka mendapatkan kebahagiaan serta mereka merasa aman. Hukum yang pada dasarnya berasal dari aspirasi tiap warga negara maka harus ditegakkan demi kepentingan rakyatnya. Pemerintahan dalam definisi rousseau adalah suatu badan perantara yang dibentuk antara warganegara dan kedaulatan tertinggi demi terjalinnya komunikasi timbal balik. Pemerintahan merupakan badan yang terdiri dari kalangan governours, prince atau magistrates dan memilki melaksanakan kewajiban hukum serta menjaga kebebasn sipil dan politik rakyat[9]. Dengan diselenggarakannya perjanjian masyarakat itu, berarti bahwa tiap-tiap orang melepaskan dan menyerahkan semua hak nya kepada kesatuan yaitu masyarakat. Jadi sebnagai akibat diselenggarakannya perjanjian masyarakat ini adalah : 1. Terciptanya kemauan umum, yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat, dan inilah yang bisa disebut sebuah keadulatan. 2. Terbentuknya masyarakat, yaitu kesatuan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat, masyarakat inilah yang mempunyai kemauan umum yaitu sebuah kekuasaan tertinggi dan kedaulatan yang tidak bisa dilepaskan.

6.      Thomas Hobbes
Adapun kekuasaan terbesar untuk kebahagiaan manusia adalah negara (Leviathan)[10]. Hobbes  mengibaratkan Negara sebagai Leviathan, sejenis monster (makluk raksasa) yang ganas, menakutkan dan bengis yang terdapat dalam kisah perjanjian lama. Makluk raksasa ini selalu mengancam keberadaan makluk-makluk lainnya. Leviathan tidak hanya ditakuti tapi juga di patuhi segala perintahnya. Hobbes menjuluki Negara kekuasaan (machtsstaat) sebagai Leviathan. Negara ini menimbulkan rasa takut kepada siapapun yang melanggar Hukum Negara, Negara leviathan tak segan-segan menjatuhkan vonis Hukuman mati. Negara Leviathan harus kuat. Bila lemah akan timbul anarkhi, perang sipil mudah meletus dan dapat  mengakibatkan kekuasaan terbelah.[11] Menurut Hobbes keadaan yang berpotensi menimbulkan anarkhi dan perang didasarkan pada hakikat alamiah yang melekat pada diri manusia itulah yang melahirkan persaingan sesama manusia. Dalam usaha memaksimalisasi kebahagiaan dan meminimalisai penderitaan diri, manusia akan berhadapan dengan manusia lain. Maka ada sebagian manusia yang akan lebih berhasil mencapai lebih banyak kebahagiaan dan sedikit penderitaannya, tetapi dilain pihak sebagian besar manusia lainnya lebihbanyak menderita dari pada memperoleh kebahagiaan mereka yang kalah dalam persaingan itu akan tersingkir dan mereka yang menang akan berkuasa. Hobbes berpendapat bahwa kehidupan manusia akan selalu diwarnai oleh persaingan dan konflik kekuasaan, kekerasan menjadi alat yang ampuh yang sering digunakan dalam persaingan dan konflik itu. Secara alamiah manusia akan memerangi manusia lain manusia akan menjadi serigala bagi manusia lain ( homo homini lupus). Semua manusia akan berperang melawan semua (bellum omnium contra omnes).

D.     Pemikiran Politik Zaman Modern
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad modern. Abad modern adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan. Tokoh-tokoh pemikir politik modern:
1.      John Locke
Pandangan Locke tentang negara terdapat dalam bukunya yang berjudul "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Civil Government)[12]. Ia menjelaskan pandangannya itu dengan menganalisis tahap-tahap perkembangan masyarakat. Locke membagi perkembangan masyarakat menjadi tiga, yakni keadaan alamiah (the state of nature), keadaan perang (the state of war), dan negara (commonwealth).
Tahap keadaan alamiah adalah tahap dimana manusia memiliki hubungan harmonis,  memiliki  kebebasan  dan  kesamaan  hak  yang  sama. Setiap  manusia  bebas menentukan dirinya dan menggunakan apa yang dimilikinya tanpa terjadi kekacauan karena telah patuh terhadap ketentuan hukum kodrat yang diberikan oleh Tuhan.
Tahap kedua adalah Keadaan Perang. Locke menyebutkan bahwa ketika keadaan alamiah telah mengenal hubungan-hubungan sosial maka situasi harmoni mulai berubah. Penyebab utamanya adalah terciptanya mata uang yang dapat membuat manusia lupa akan keadaan alamiah nya dimana mereka hanya mencari nafkah untuk sekedar konsumsi. Dengan adanya uang, manusia berlomba – lomba membuat dirinya kaya. Ketidaksamaan harta kekayaan membuat manusia mengenal status tuan-budak, majikan-pembantu, dan status-status lainnya. Untuk mempertahankan harta miliknya, manusia menjadi iri, saling bermusuhan, dan bersaing. Masing-masing berusaha untuk mempertahankan miliknya sendiri. Keadaan alamiah yang harmonis dan penuh damai tersebut kemudian berubah menjadi permusuhan, kedengkian, kekerasan, dan saling menghancurkan. Situasi seperti ini berpotensi memusnahkan kehidupan manusia jika tidak ada jalan keluarnya,Tahap yang ketiga adalah tahap Terbentuknya Negara. Untuk menciptakan jalan keluar dari keadaan perang sambil menjamin milik pribadi, maka masyarakat sepakat untuk mengadakan "perjanjian asal". Inilah saat lahirnya negara persemakmuran (commonwealth).   Dengan   demikian,   tujuan   berdirinya   negara   bukanlah   untuk menciptakan  kesamarataan  setiap  orang,  melainkan  untuk  menjamin  dan  melindungi milik pribadi setiap warga negara yang mengadakan perjanjian tersebut. Di dalam perjanjian tersebut, masyarakat memberikan dua kekuasaan penting yang mereka miliki di  dalam  keadaan  alamiah  kepada  negara. Kedua  kuasa  tersebut  adalah  hak  untuk menentukan bagaimana setiap manusia mempertahankan diri, dan hak untuk menghukum setiap pelanggar hukum kodrat yang berasal dari Tuhan.

2.      Karl Marx
Karl Heinrich Marx (Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – London, 14 Maret 1883) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan. Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai “Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas”, sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis.
Das Kapital Capital, dalam terjemahan bahasa Inggris, atau Modal adalah suatu pembahasan yang mendalam tentang ekonomi politik yang ditulis oleh Karl Marx dalam bahasa Jerman yang merupakan suatu analisis kritis terhadap kapitalisme dan aplikasi praktisnya dalam ekonomi dan juga dalam bagian tertentu, merupakan kritik terhadap teori-teori terkait lainnya. Kekuatan pendorong utama kapitalisme, menurut Marx, terdapat dalam eksploitasi dan alienasi tenaga kerja. Sumber utama dari keuntungan baru dan nilai tambahnya adalah bahwa majikan membayar buruh-buruhnya untuk kapasitas kerja mereka menurut nilai pasar, namun nilai komoditi yang dihasilkan oleh para buruh itu melampaui nilai pasar. Para majikan berhak memiliki nilai keluaran (output) yang baru karena mereka memiliki alat-alat produksi (kapital) yang produktif. Dengan menghasilkan keluaran sebagai modal bagi majikan, para buruh terus-menerus mereproduksikan kondisi kapitalisme melalui pekerjaan mereka.
Marx bukan saja sebagai filsuf yang memiliki pandangan yang berbeda dari lain mengenai sejarah materi, sejarah manusia kaitannya dengan perubahan sejarah itu sendiri. Ia memiliki pandangan bagaimana perubahan itu harus terjadi, ia memahami lebih dari itu ia ingin mengubah dunia ini.

3.      Friedrich Engels
Friedrich Engels adalah keturunan Inggris dan Jerman. Friedrich Engels mempunyai banyak sekali profesi selama hidupnya. Dia pernah menjadi seorang industrialis, ilmuwan social, penulis, teoreyikus politik, ahli filsafat dan juga bapak Marxisme. Orang-orang mungkin mengira bahwa hanya Karl Marx lah yang menjadi bapak Marxisme, tetapi ternyata Friedrich Engels pun adalah seorang bapak Marxisme seperti Karl Marx.
Sebagai seorang penulis, Friedrich Engels menghasilkan banyak sekali karya yang tentunya sudah dikenal banyak orang. Beberapa karya utama yang telah ditulis oleh Friedrich Engels dimulai dari sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 1844 berjudul “The Holy Family”. Penulisan buku ini dibantu oleh Karl Marx. Buku ini berisi kritik yang ditujukan pada sebuah kelompok bernama “Young Hagelians” atas pemikiran mereka pada dunia pendidikan pada saat itu. Buku kedua yang sangat terkenal dari Friedrich Engels berjudul “The Condition of the Working Class in England“. Buku ini diterbitkan pada tahun 1844 juga. Buku ini menyajikan detail-detail yang mendiskripsikan dan menganalisis kaum pekerja di BBritania Raya. Pendeslripsian dan analisis ini merupakan hasil pengamatan dari Friedrich Engels pada saat dia tinggal di daerah Manchester and Salford dBritania Raya. Buku ketiga terbit pada tahun 1878. Buku ini berjudul “Herr Eugen Dühring's Revolution in Science”. Buku ini juga dikenal dengan judul “Anti-Dühring, Herr Eugen Dühring's Revolution in Science”. Buku ini mendiskripsikan dengan detail kritik yang ditujukan untuk posisi filosofis dari seorang bernama Eugen Dühring yang merupakan seorang ahli filsuf Jerman dan pengkritik Marxisme yang diyakini olek h Karl Marx dan Friedrich Engels. Buku yang merupakan karya utama Friedrich Engels berjudul “Socialism: Utopian and Scientific”. Buku ini diterbitkan pada tahun1880. Buku ini berisi kritik dari Friedrich Engels terhadap sosialis Utopia seperti Fourier dan Owen. Selain itu, buku ini berisi penjelasan tentang kerangka sosialis untuk mengerti kapitalisme.
Kekuasaan otoriter dalam revolusi. Pendapat Engles yang mengatakan tidak segan-segan menjalankan terror guna mencapai suatu maksud. Kekuasaan (authority), menurutnya adalah sama dengan "paksa kemauan orang lain terhadap kita, dan sebaliknya orang yang dipaksa itu akan terpaksa tunduk suatu revolusi. Engles pernah mengemukakan bahwa bila kelas social telah tidak ada, maka kekuasaan politik pun akan lenyap. [13]

4.      Vladimir Llyich Lenin

Vladimir Ilyich Lenin; lahir dengan nama  Vladimir Ilyich Ulyanov (lahir  22 April 1870 - 21 Januari 1924) adalah seorang Rusia komunis revolusioner , politisi dan ahli teori politik yang menjabat sebagai pemimpin SFSR Rusia dari 1917, dan kemudian merangkap Perdana Menteri Uni Soviet pada tahun 1922.
Lenin memiliki tujuan yang pasti dibandingkan Marx dalam merealisasikan konsep komunisme, yakni merebut kekuasaan di negerinya (Uni Soviet) dengan melakukan perubahan radikal dalam stuktur politik, social dan ekonomi. [14] Lenin adalah tokoh komunis yang lebih merasakan kenyataan bahwa ditahun-tahun awal setelah usai revolusi oktober 1917 bahwa mewujudkan masyarakat komunis, membangun stuktur kenegaraan yang baru, tidaklah mudah seperti yang dikatakan oleh karl marx.


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Para pemikir politik Yunani dan Romawi lebih sering menggunakan filsafat sebagai pedoman pembahasan politik meraka. Sedangkan para pemikir dari abad pertengahan cenderung lebih kepada berjalannya suatu pemerintahan dengan cara-cara pembagian kekuasaan berdasarkan dokrin-dokrin agama yang di anut oleh para pemikir tersebut, dan para pemikir abad modern lebih mengedepankan rasio untuk menguji kebenaran atas doktrin-doktrin yang telah ada sebelumnya.
Teori-teori politik para pemikir ini semua tidak bisa diadopsi secara utuh sesuai dengan kehendaknya. Kita harus memasukkan unsur-unsur lain yang menyangkut pandangan optimis terhadap manusia (melihat manusia dari sifat baiknya) karma manusia juga menginginkan hidup dalam keadaan aman.



DAFTAR PUSTAKA
Basalim, Umar, Pemikiran Politik Barat Sejarah Filsafat Ideologi dan Pengaruhnya Terhadap Dunia ke-3, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Iqbal, Muhammad, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Kotemporer, Jakarta: Kencana, 2010.
Maridjan, Kacung, Ilmu politik dalam paradigma abad 21, Jakarta: Kencana, 2013.
Noer, Deliar, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Bandung: Mizan, 1998.
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007



[1] Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat, (Bandung: Mizan, 1998), hlm.5
[2] Ibid, hlm.7                                                               
[3] Umar Basalim, Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan pengaruhnya Terhadap Dunia ke-3, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.44
[4]  Kacung Maridjan, Ilmu politik dalam paradigma abad 21, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm.936
[5]  Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat, (Bandung: Mizan, 1998), hlm.
[6] Ibid, hlm.92
[7] Muhammad Iqbal, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2010),hlm.11
[8]  Ibid hlm.33
[9]  Deliar Noer , Pemikiran Politik di Negeri Barat, (Jakarta: Rajawali. 1982), hlm.159
[10] Ibid, hlm.108
[11] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 165.
[12] Deliar Noer , Pemikiran Politik di Negeri Barat, (Jakarta: Rajawali. 1982), hlm.25
[13] Umar Basalim, Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan pengaruhnya Terhadap Dunia ke-3, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.187
[14] Pemikiran Politik Barat , Umar Basalim, 2007, PT Bumi Aksara, Jakarta, hal.194

3 komentar: