PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Mesir termasuk wilayah Afrika, dari sisi sejarah dan budaya
selama berabad-abad merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Asia Barat.
Mesir adalah salah satu negara belahan Arab yang dinamis. Negara yang secara geografis
masuk di bagian Afrika belahan timur laut, sejak lama dianggap sebagai negara
Islam modern. Mesir merupakan barometer modernisasi yang arahnya sekuler dan
kebarat-baratan. Sejak beberapa dasawarsa, Islam merupakan bagian dari arena
politik di Mesir yang digunakan oleh pemerintah maupun oposisinya.
Dunia telah melahirkan banyak tokoh dengan pemikiran dan
perjuangannya yang berbeda. Dalam gerakan Islam muncul nama-nama terkenal
karena pemikiran dan aktivitasnya yang cukup menonjol dalam memperjuangankan
Islam, salah satunya adalah Hasan Al-Banna. Dialah pendiri gerakan Ikhwanul
Muslimin yang sampai sekarang masih menggema diseluruh pelosok bumi. Pemikiran
yang cukup luas dan aktivitasnya diberbagai tempat telah melahirkan penafsiran
yang beragam tentang Manhaj (metode)
dan model dari gerakan Ikhwanul Muslimin.
Hasan Al-Banna dianggap sebagai pionir kebangkitan peradaban
Islam, ia melakukan formulasi untuk membangkitkan gerakan kebangkitan Islam
kontemporer yang disebut dengan “Jamaah
Al-Ikhwan Al Muslimun”. Al-Banna mampu membentuk dirinya dan ikhwannya
melalui halaqah
bagi warga Mesir.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
latar keluarga Hasan Al-Banna?
2. Bagaimana
peran dan pemikiran Hasan Al-Banna?
BAB
II
LATAR
KELUARGA
Nama lengkapnya adalah
Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna. Terkenal dengan nama Hasan Al-Banna. Lahir
pada tahun 1906, di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah Mesir. Dia dibesarkan oleh
keluarga yang terkenal dengan keilmuan agamanya. Al-Banna dilahirkan dalam
keluarga yang sederhana, dengan mengamalkan Islam disegenap sudut kehidupan
mereka. Ayahnya bernama Syaikh As-Sa’ati adalah seorang ulama fiqih dan ahli
hadits.
Ibunya bernama Ummu Sa’d Ibrahim Saqr, mempunyai tipologi yang cerdas, disiplin, cerdik dan
kokoh pendirian.
Sejak usia 12 tahun
Al-Banna telah bergabung dalam aktivitas dakwah yaitu Masyarakat untuk Tingkah
Laku Moral. Puncaknya ia mendirikan aktivitas dakwahnya sendiri dengan nama
Ikhwanul Muslim (IM) pada tahun 1928.
Dunia islam mengenal Al-Banna sebagai mujahid dakwah dan pembangkit umat
Islam, hingga akhirnya Al-Banna syahid karena dibunuh oleh penembak misterius
yang diduga suruhan dari pemerintah, pada 12 Februari 1949.
A. Pendidikan
Hasan Al-Banna
memperoleh pendidikan dasar di sekolah Ar-Rasyad Ad-Diniyah. Kemudian
pendidikan menengah pertama, ditempuh di sekolah muhammadiyah. Di dalam usianya
yang ke 12, Hasan Al-Banna yang selalu meraih rangking pertama dalam semua
jenjang sekolahnya ini, menyelesaikan hafalan separuh al-Qur’an, kemudian
menyempurnakan hafalannya di sekolah diniyah al-Rasyad. Hasan Al-Banna sering
mengunjungi perpustakaan As-Salafiyah dan tempat-tempat para ulama Al-Azhar.
Setelah itu, melanjutkan ke sekolah menengah
atas yakni Mu’allimin Awwaliyah di
Damanhur, Hasan al-Banna lulus tahun 1923 dan berhasil mendapat rangking 5
tingkat Negara Mesir dan melanjutkan pendidikan tingginya di Darul Ulum dan
lulus pada tahun 1927 dengan mendapat ranking pertama. Di Dar al-Ulum al Banna
mempelajari ilmu biologi, sistem pemerintahan, ekonomi, dan politik, selain itu
juga mempelajari ilmu Bahasa, sastra, syair, geografi dan sejarah.
Pada 1927, setelah
menamatkan pendidikan tinggi di Dār al-‘Ulūm.al-Banna sangat menyukai syair.
al-Banna menjadi guru Sekolah Dasar di Ismailiyah selama sembilan belas tahun.
B. Pengalaman
·
Hasan al-Banna
sering mengunjungi tempat-tempat hiburan, gedung-gedung pertemuan dan
klub-klub.
·
Dalam usia 12
tahun, Al-Banna telah bergabung dengan Masyarakat untuk Tingkah Laku Moral.
·
Hasan al-Banna
telah berhasil menyelesaikan hafalannya pada usia 14 tahun
·
Al- Banna
mempelajari Tarekat Al-Hashafiyah
·
Al-Banna selalu
berpindah dari tempat 1 ke tempat lainnya, kemudiaan Al-Banna menetap di
Isma’iliyah
·
Tahun 1928,
Hasan Al-Banna mendirikan organisasi dengan nama Jama’ah Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan
Islam)
·
Tahun 1941,
Al-Banna dipenjarakan selama sebulan karena pidato yang Ia sampaikan berisi
tentang mengkritik sistem politik Inggris pada Perang Dunia II.
·
Tahun 1948,
Al-Banna mengirim satu batalyon pasukan ke Palestina.
·
Di Isma’iliyah,
Al-Banna mendirikan masjid, kantor organisasi Ikhwanul Muslimin dan Sekolah
Hara untuk memperlajari Islam.
·
Al-Banna juga
mendirikan sekolah yang diberi nama Ummahatul Mukminin
BAB
III
PERAN
DAN PEMIKIRAN
Situasi
dan Kondisi Mesir
Setelah perang dunia
pertama, kekuatan pendukung Barat di Mesir memperoleh peluang emas disaat
melemahnya kekuatan Islam, muncul kekuatan baru yaitu dinasti Usmaniya di didi
Mesir membawa angin segar untuk bangkit kembali merebut kejayaannya.
Turki masih menganggap
bahwa Mesir adalah wilayah kekuasaannya, sedangkan Inggris berkeinginan untuk
menguasai lembah Nil, Laut Tengah, dan Laut Merah. Adapun Turki ingin
mengembalikan kekuasaan sebelum diduduki Prancis. Sementara kekuatan rakyat
yang sedang berjihad seperti masa-masa ekspansi Prancis. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh pejuang Mesir khususnya Umar Makrom yang mempunyai peranan
penting dalam mobilisasi jalannya pemerintahan dan dialah yang mengangkat
Muhammad Ali Pasya sebagai panglima perang, Kemudian menjadi pemimpin
pemerintahan.
Pada masa pemerintahan
Muhammad Ali Pasya, Mesir kembali mengalami kemajuan, ia mengirimkan pemuda
Mesir belajar ke Eropa terutama Prancis, dan memberikan dorongan kemerdekaan
kepada negara-negara Arab. Kondisi ini telah mampu mengangkat Mesir sejajar
dengan negara-negara lain, sayangnya kepemimpinan Muhammad Ali Pasya tidak
berlangsung lama, setelah ia wafat digantikan oleh putranya Said Pasya, ia
kurang bijaksana dan kurang memperhatikan kebutuhan sosial utama Mesir. Kondisi
ini kembali menjebak Mesir dalam kehancuran.
Sebelum adanya dakwah
Hassan Al-Banna, aspek politik di Mesir kurang mendapat perhatian dari
masyarakat Islam. Kelompok kleagamaan berada di luar medan politik. Pengertian
politik menjadi pertentangan dengan perhatian agama. Sekilas Mesir mengalami
kemajuan setelah berhubungan dengan dunia Barat, namun dibalik semua itu
sebenarnya Mesir juga mengalami kemunduran. Umat Islam banyak yang meninggalkan
kebiasaan mereka dengan kehidupan secara Islami dan rela diperbudak oleh Barat.
Melemahnya komitmen umat Islam untuk menjalankan nilai-nilai Islam dalam
keseharian mereka ini sempat dimanfaatkan oleh gerakan tasawuf Mesir, yang
berhasil mempengaruhi pikiran rakyat di daerah perkampungan.
Masyarakat Mesir pada
awal abad 20 menghadapi arus gelombang dan arus pemikiran yang dapat memberikan
pengaruh positif dan negatif. Semangat kebangsaan tumbuh seiring dengan makin
gencarnya pengaruh Barat ke Mesir, abad 19 merupakan awal semangat nasionalisme
itu muncul dan menjadi isu yang hangat ditengah isu masyarakat. Pada zaman ini
banyak ditemui perubahan, kudeta, dan revolusi naik di skala regional maupun
internasional.
Peran
Perpindahan Al Banna dari tempat
kelahirannya Mahmudiyah ke Damanhur kemudian ke Kairo membuatnya banyak
mengetahui permasalahan situasi dan kondisi umat Islam. Dimasa Al Banna tinggal
di Mahmudiyah, daerah yang tenang dan menjaga tradisi Islam dan ajarannya,
belum terlintas di benaknya bahwa di ibukota Kairo, banyak penyimpangan dan
kerusakan yang sudah sangat parah. Belum pernah tergambarkan olehnya
bahwa para penulis terkemuka, ulama dan para pakar bekerja demi kepentingan
musuh Islam. Tetapi ketika Al Banna berada di Kairo semua itu dilihatnya,
kemudian beliau banyak berfikir untuk menghadapinya segala sesuatu sudah
berubah seakan-akan manusia sudah jalan dengan kepala dan berfikir dengan
dengkul.
Ulama sibuk dengan urusan pribadi,
masyarakat umum dalam keadaan bodoh, peristiwa demi peristiwa datang
bertubi-tubi seakan-akan hujan yang deras, atau badai yang kencang, segala
sesuatunya sudah berubah.
Surat kabar, majalah dan sarana
informasi lainnya memuat dan menyebarkan pemikiran sesat, pornografi dan
macam-macam kemungkaran di mimbar politik, masing-masing partai hanya
mementingkan golongannya dan cenderung menjadi ajang permusuhan, perpecahan
ummat.
Masyarakat sudah meninggalkan dan
menjauhi nilai-nilai luhur, sudah asing dengan nilai-nilai Islam.
Begitupun di Perguruan Tinggi sudah banyak berubah, yang tadinya disiapkan
untuk menjadi lampu penerang, pusat kebangkitan dan mimbar peradaban dan
kebudayaan menjadi sumber malapetaka, pusat kerusakan dan alat penghancur
sehingga banyak orang memahami bahwa Perguruan Tinggi dan Universitas adalah
tempat revolusi terhadap akhlaq, menentang agama dan memusuhi tradisi yang
baik.
Turki yang tadinya menjadi pusat
Khilafah Islamiyah pada tahun 1924 M sudah berubah menjadi negara sekuler,
negeri Mesir dan negeri-negeri Islam lain dalam keadaan terjajah dan
perekonomian ummat Islam dikuasai oleh orang-orang asing kaum penjajah.
Semua itu disaksikan oleh Al-Banna,
bahwa kondisi dan situasi semakin memburuk sehingga menyusahkannya dan ia
menjadi gelisah. Sampai beliau tidak dapat tidur selama 15 hari di bulan
Ramadhan, akan tetapi ia tidak putus asa, tidak menyerah bahkan menambahnya
semangat dan bertekad untuk berbuat sesuatu yang positip bahwa yang bisa
mengembalikan Khilafah Islamiyah, mengusir penjajah dan mengangkat martabat
hanyalah kesungguhan, cita-cita yang tinggi, kerja yang tak mengenal lelah dan
harokah yang berkesinambungan.
Banna mulai melakukan aktifitasnya
dengan menghubungi para pemimpin, tokoh masyarakat dan para ulama mengajak
mereka untuk membendung arus kerusakan itu. Beliau menghubungi Syeik Ad
Dajawi salah seorang ulama Mesir terkemuka dan beliau menjelaskan permasalahan
kepada Syeikh tersebut, tapi Syeikh hanya memperlihatkan keprihatinannya saja,
tidak ada sesuatu yang diharapkan oleh Al Banna darinya, dengan alasan bahwa
Mesir sedang dijajah Inggris yang memiliki kekuatan dan persenjataan yang dapat
menghadapi gerakan apapun yang menentang dan merugikannya. Al Banna tidak
puas dengan jawaban Ad Dajawi itu dan membuatnya lemah semangat. Kemudian
Syeikh Ad Dajawi mengajaknya berziarah ke rumah Syeikh Muhammad Saad yang
merupakan juga salah satu ulama terkemuka, disana banyak yang hadir selain
Syeikh Ad Dajawi, Syeikh Muhammad Saad dan Al Banna. Al Banna menjelaskan
lagi permasalahan ummat namun Syeikh Ad Dajawi memintanya untuk berfikir, tapi
Al Banna seorang pemuda yang memiliki semangat yang tinggi berpendapat waktu
itu bukan saatnya untuk berfikir tapi untuk berbuat.
Syeikh Muhammad Saad pada waktu itu
menjamu para tamunya kue-kue khas dibuat untuk bulan Ramadhan
(halawiyat). Para tamu asyik menikmati makan dan minuman yang disuguhkan,
pemandangan ini membuat Al Banna semakin bersedih dan prihatin. Beliau
memahami bahwa mereka dalam keadaan lalai dari kondisi Islam, maka ia berusaha
menyadarkan mereka seraya berkata : “Wahai tuan Syeikh ! Islam sedang
diperangi dengan dahsyat, sementara para tokoh, pelindung dan para pemimpin
ummat sedang menghabiskan waktunya dengan keni’matan seperti ini, apakah kalian
mengira bahwa Allah tidak akan menghisab apa yang kalian sedang lakukan ?
Jika kalian tahu disana ada pemimpin Islam dan pelindungnya selain kalian,
tunjukilah saya kepada mereka agar saya mendatangi mereka, mudah-mudahan saya
dapati apa yang tidak ada pada kalian”.
Perkataan Al Banna menyentuh hati
Syeikh Muhammad Saad, sehingga ia menangis membuat yang lainpun menangis.
Lalu Syeikh bertanya : “Apa yang mesti saya lakukan wahai Hasan ...?” Al
Banna mengusulkan agar Syeikh mengumpulkan nama-nama para ulama dan zuama serta
para pemuka, lalu mereka diundang untuk suatu pertemuan dalam rangka memikirkan
dan memusyawarahkan apa-apa saja yang harus mereka lakukan. Sekalipun
hanya menerbitkan majalah mingguan untuk mengimbangi majalah-majalah yang ada
atau membentuk perkumpulan yang dapat menampung para pemuda. Syeikh
setuju atas pemikiran Al Banna itu dan ia mencatat sebagian nama ulama
terkemuka seperti :
1.
Syeikh Yusuf Ad Dajawi
2.
Syeikh Muhammad Khudlori Husain
3.
Syeikh Abdul Aziz Jawis
4.
Syeikh Abdul Wahab Najjar
5.
Syeikh Muhammad Khudlori
6.
Syeikh Muhammad Ahmad Ibrahim
7.
Syeikh Abdul Aziz Khuli
8.
Syeikh Muhammad Rasyid Ridho
Dan mencatat sebagian nama-nama
tokoh terkemuka, seperti :
1.
Ahmad Taimur Pasya
2.
Nasim Pasya
3. Abu
Bakar Yahya Pasya
4.
Abdul Aziz Muhammad Pasya
5.
Mutawalli Ghonim Bik
6.
Abdul Hamid Said Bik
Mereka semua diundang untuk suatu
pertemuan dan terlaksanalah pertemuan demi pertemuan, sehingga dapat
menerbitkan majalah “AL FATH”. Dipimpin oleh As Sayid Muhibuddin Khattib
dengan pimpinan redaksinya Syeikh Abdul Baki Surur, perkumpulan dan kegiatan ini
terus berlangsung sampai Hasan Al Banna lulus kuliah dari Darul Ulum dan terus
menggerakkan beberapa orang pemuda sehingga terbentuklah Jam’iyyah Syubanul
Muslimin.
Hasan Al Banna berhasil mengumpulkan
beberapa ulama dan tokoh masyarakat terkemuka, dan terbentuklah Jamaah
Islamiyah yang menyeru untuk menghadapi arus gelombang kehidupan materialis,
membatasi kegiatan maksiat dan kekufuran. Akan tetapi Hasan Al Banna
melihat aktifitas jamaah itu tidak cukup, dimana kegiatannya terbatas pada
menyampaikan ceramah atau nasehat di masjid-masjid dan menulis artikel di
majalah-majalah, akan tetapi siapa yang menyampaikan dakwah kepada orang-orang
yang tidak ke masjid yang sebenarnya mereka lebih berhak dari pada orang-orang
yang aktif ke masjid. Siapa yang menyampaikan dakwah kepada orang-orang
yang tidak membaca koran dan majalah. Dengan demikian harus adanya kader
yang siap berdakwah ke berbagai lapisan masyarakat.
Al Banna melihat bahwa yang dapat
melaksanakan tugas berat itu adalah para mahasiswa Al Azhar dan Darul
Ulum. Al Banna berhasil mengumpulkan beberapa orang rekannya untuk
berlatih berpidato, khotbah di masjid, berdakwah di warung-warung kopi dan
tempat-tempat umum, kemudian pergi ke kampung-kampung. Diantara mereka yg
terlibat dalam aktivitas ini :
1.
Syeikh Muhammad Madkur
2.
Syeikh Hamid Askari
3.
Syeikh Ahmad Abdul Hamid
Setelah mereka berlatih dan siap
terjun ke lapangan, Al Banna mengajak rekan-rekannya untuk berdakwah ke
warung-warung kopi dengan memperhatikan 3 hal :
1.
Memilih tema yang sesuai
2.
Sistem penyajian yang menarik
3.
Memperhatikan waktu, jangan sampai membosankan
Pergilah mereka ke warung-warung
kopi dan cukup berhasil.
Jama’ah Ikhwanul Muslimin (selanjutnya disebut Ikhwan)
adalah gerakan besar yang didirikan oleh al-Banna. Gerakan ini dibentuk pada
bulan Dzulqa’dah 1347 H/1938 di kota Ismailiyah. Gerakan ini tumbuh dengan
pesat dan tersebar di berbagai kelompok masyarakat.
Maka mulailah Hasan al Banna dengan dakwahnya.
Dakwah mengajak manusia kepada Allah, mengajak manusia untuk memberantas
kejahiliyahan (kebodohan). Dakwah al Banna dimulai dengan menggalang beberapa
muridnya. Kemudian al Banna berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini Al Banna
lakukan teratur dua minggu sekali. Al Banna dengan perkumpulan yang
didirikannya “Al-Ikhwanul Muslimun,” bekerja keras siang malam menulis pidato,
mengadakan pembinaan, memimpin rapat pertemuan, dan lain-lain.Metode gerakan
yang diserukan oleh Ikhwan adalah bertumpu pada tarbiyah (pendidikan) secara
bertahap. Tahapan tersebut adalah dengan membentuk pribadi muslim, keluarga
muslim, masyarakat muslim, pemerintah muslim, Negara Islam, Khalifah Islam dan
akhirnya menjadi Ustadziyatul ‘Alam (kepeloporan dunia).
Dalam konferensi para
mahasiswa Ikhwanul Muslimin yang diselenggarakan bulan Muharram tahun 1357H,
Imam Hasan Al-Banna menyampaikan: “Dengan lantang saya kumandangkan bahwa
keislaman seorang Muslim belum sempurna, hingga ia memahami masalah politik,
mendalami persoalan-persoalan aktual yang menimpa umat Islam serta punya
perhatian dan kepedulian terhadap masalah keumatan. Dalam kesempatan ini,
dengan lantang saya ungkapkan bahwa pendikotomian agama dengan politik tidak
diakui oleh Islam. Karena setiap pergerakan Islam sejak awal harus meletakkan
misi dan programnya menyangkut masalah kepedulian terhadap problematika politik
umat. Karena bila tidak, berarti pergerakan Islam tersebut mesti mengkaji
pemahaman konsep Islam mereka kembali.
Benar Itulah fakta yang
selalu mengaspirasikan bahwa tiada kebaikan dalam agama yang menafikan politik
dan sebaliknya politik yang hampa nilai-nilai agama, karena politik semacam ini
merupakan politik dalam konsep Barat. Sementara Islam dengan politiknya membawa
misi pembahagiaan manusia di dunia maupun akhirat kelak, sebuah politik yang
melindungi semua hak mereka, sehingga diharapkan pada suatu masa nanti umat
Islam dan non-Islam menggunakan etika politik Islam yang akan melahirkan
kebahagiaan bagi mereka. Sehingga mereka bisa hidup tenang, damai dan tenteram
serta terlindungnya nyawa, harta dan kehormatan mereka.
Pemikiran
Hasan
Al-Banna dan pembaharu Islam lainnya meyakini bahwa kelemahan kaum Muslim
diakibatkan oleh dominasi Eropa dan penyimpanan dari ajaran Islam. Untuk
membangkitkan Mesir dan kaum muslimin harus ada tekad untuk kembali memahami
ajaran Islam secara kaffah
(sempurna). Imam Al-Banna mengajukan manhaj dakwah yang menurutnya Islam itu
sendiri. Dalam bukunya “Risalah Baina al-Ams wal Yaum”, ia menulis “ sejujurnya
ikhwan sekalian, kita harus ingat bahwa kita berdakwah dengan dakwah Allah Swt.
Yang merupakan dakwah yang paling mulia. Kita mengajak manusia untuk memegang
pemikiran Islam yang merupakan pemikiran paling lurus. Dan kita mengajukan
syari’at Alquran kepada manusia yang merupakan syari’at yang paling adil.
Pemikiran
Al-Banna dan dakwahnya adalah Islam, tidak ada unsur selain Islam, dan ia tidak
pernah mencampuradukkan Islam dengan unsur lain sedikitpun, berupa agama,
aliran, atau kepercayaan selain Islam. Al-Banna tidak membawa agama baru atau
pemikiran baru, namun yang ia bawa adalah apa yang telah Nabi Muhammad saw.
Sampaikan, oleh karena itu pemikiran Al-Banna menjadi istimewa dibandingkan
pemikiran yang lainnya.
Dalam
masalah politik, Hasan Al-Banna berpendapat
“jika ada yang menyangka bahwa agama tidak berkaitan dengan politik atau
politik bukan bagian dari sasaran agama, berarti orang itu telah menzalimi
dirinya sendiri dan menzalimi keilmuannya terhadap Islam. Dan kita tidak
mengatakan bahwa dia menzalimi Islam, karena Islam adalah Syari’at Allah yang
tidak mengandung kebathilan dari dalamnya maupun belakangnya.
Kegiatan
politik adalah salah satu bagian dari misi ikhwan. Karena ikhwan adalah Harakah
Islam yang integral. Ia secara aktif menunjukkan pandangannya dalam upaya
perbaikan kondisi umat. Landasan utamanya adalah syari’ah Islam. Ia melihat
urgensi penyatuan umat dan meninggalkan perpecahan demi kepentingan umum. Ia
memberikan dukungan kepada pihak yang berbuat baik dan memberikan nasihat
dengan etika Islam bagi pihak yang berbuat buruk. Usaha meraih kekuasaan
bukanlah tujuan utama Ikhwan, namun yang dituntut adalah kerjasama untuk
mendirikan daulah Islam yang menyerahkan urusannya kepada Allah Swt. Serta
melakukan perbaikan individu, keluarga, dan masyarakat.
Pemikiran
Politik Islam Menurut Hasan Al- Banna.
Mesir sebagai background perjuangan Hasan al-Banna merupakan
wilayah yang syarat dengan tantangan dakwah Islam waktu itu. Dengan sarana
perjuangan yang diwadahi Ikhwanul Muslimin –yang notabene organisasi yang
didirikannya-, sangat konsen perhatiannya dalam pergerakan politik. Dimana
salah satu sisi Tarbiyyah Ikhwanul muslimin yang penting adalah bidang politik.
Politik disini, sebagaimana dijelaskan Yusuf al-Qaradhawi, merupakan bidang
yang berhubungan dengan urusan hukum, sistem negara, hubungan pemerintah dan
rakyat, hubungan antara satu negara dengan yang lainnya dari negara-negara
Islam ataupun non Islam, hubungan negara dengan kolonial penjajah, dan
hubungan-hubungan yang lainnya dari ketentuan-ketentuan yang sekian banyaknya.
Dalam
eksistensinya, Mesir menurut Hasan Al- Banna mengalami pembodohan dalam
berorganisasi. Hal ini terletak pada klasifikasi organisasi politik dan
organisasi agama. Ada dikotomi/ pemisahan antara agama dan politik dalam
organisasi- organisasi di Mesir. Maka terjadi perbedaan konsep, dimana konsep
politik bertolak belakang dengan konsep agama. Sehingga organisasi agama, tidak
boleh mengurusi politik dan organisasi politik tidak dianjurkan untuk mengurusi
agama. Hasan al-Banna menembus pemahaman adanya dikotomi agama dan politik
tersebut untuk meniadakannya. Ia menganggap bahwa hal tersebut merupakan
pemahaman yang didasari kebodohan dan hawa nafsu yang dilestarikan oleh
kolonial peradaban. Maka menjadi keniscayaan dalam memerangi dan meniadakan
pemikiran berbahaya tersebut dengan pemikiran yang benar, yakni kesempurnaan
Islam untuk setiap bidang kehidupan, termasuk politik, sebagaimana yang
dijelaskan dalam al-Qur’an, hadits, petunjuk Rasul SAW
Dalam pemikiran politiknya, setidaknya ada empat hal yang
menjadi perhatian beliau dalam mengawal gerak perjuangannya. Keempat point
pemikirannya menjadi sisi penting untuk memahami bagaimana ia menggerakan
Ikhwanul Muslimin hingga menjadi organisasi Islam yang menjadi panutan dan
rujukan pergerakan ormas Islam lain di beberapa penjuru dunia. Pertama,
mengenai konsep Arabisme (‘Urūbah). Kedua, konsep patriotisme (Wathaniyyah).
Ketiga, konsep nasionalisme (Qaumiyyah). Keempat, konsep internasionalisme
(Ālamiyyah). Mari kita bahas satu persatu konsep tersebut:
·
Arabisme
Arabisme memiliki tempat tersendiri dan peran yang berarti
dalam dakwah Hasan al-Banna. Bangsa Arab adalah bangsa yang pertama kali menerima
kedatangan Islam. Dia juga merupakan bahwa yang terpilih. Arabisme menurut al-Banna adalah
kesatuan bahasa. Menurut Al-Banna, Arab adalah umat
Islam yang pertama, yang merupakan bangsa pilihan. Islam, menurutnya, tidak
pernah bangkit tanpa bersatunya bangsa Arab. Batas-batas geografis dan pemetaan
politis tidak pernah mengoyak makna kesatuan Arab dan Islam. Islam juga tumbuh
pertama kali di tanah Arab, kemudian berkembang ke berbagai bangsa melalui
orang-orang Arab. Kitabnya datang dengan bahasa Arab yang jelas, dan berbagai
bangsa pun bersatu dengan namanya.
·
Patriotisme
Dalam memaknai Wathaniyah (patriotisme),
ada tiga arti yang dikemukakan oleh Hasan Al-Banna, yaitu: Pertama,
Patriotisme Kerinduan (Cinta Tanah Air). Al-Banna berkata: “Jika yang dimaksud
dengan patriotisme oleh para penyerunya adalah cinta negeri ini, keterikatan
padanya, kerinduan padanya, dan ikatan emosional dengannya, maka hal itu sudah
tertanam secara alami dalam fitrah manusia di satu sisi, dan dianjurkan Islam
di sisi lainnya.”Kedua, Patriotisme Kemerdekaan dan Kehormatan
(Kemerdekaan Negeri). Al-Banna berkata: “Jika yang mereka maksudkan dengan
patriotisme adalah keharusan berjuang untuk membebaskan tanah air dari
cengkeraman perampok imperialis, menyempurnakan kemerdekaannya, dan menanamkan
kehormatan diri dan kebebasan dalam jiwa putra-putra bangsa, maka kami sepakat
dengan mereka tentang itu.” Ketiga, Patriotisme Kebangsaan
(Kesatuan Bangsa). Al-Banna berkata: “Jika yang mereka maksudkan dengan
patriotisme adalah mempererat ikatan antara anggota masyarakat suatu Negara dan
membimbingnya ke arah memberdayakan ikatan itu untuk kepentingan bersama, maka
kami pun sepakat dengan mereka.”
·
Nasionalisme
Dalam pandangan al-Banna, nasionasionalisme dipahami dalam 5
bentuk Pertama, nasionalisme kebanggaan, yaitu rasa bangga generasi
penerus terhadap pendahulunya diiringi adanya tanggung jawab kewajiban untuk
mengikuti jejak para pendahulu yang beriman kepada Allah sebagai Tuhan yang
mesti disembah dan ditaati, Islam sebagai sistem hidup, Muhammad SAW.
Kedua,
nasionalisme kebangsaan, yakni umat suatu bangsa mesti mengorbankan apa yang
dimiliknya dari usahanya yang baik untuk menjadikan bangsa yang lebih baik.
Ketiga, nasionalisme jahiliyyah yang berarti nasinalisme yang dianut
oleh kaum jahiliyyah. Dimana para penyeru nasionalisme ini berupaya
menghidupkan kembali semangat-semangat jahiliyyah yang telah dibumihanguskan
oleh Islam, seperti semangat fanatisme kesukuan, sikap sombong, dan merasa
lebih dari orang lain. Prinsip-prinsip nasionalisme seperti ini berusaha
dihidukan kembali oleh partai-partai sekuler yang menuduh Islam terbelakang
atau kuno, sehingga harus dikikis dari kehidupan. Oleh karena itu, Hasan
al-Banna menyatakan bahwa nasionalisme seperti ini amat tercela dan berakibat
buruk dan akan meruntuhkan nilai-nilai kemuliaan serta menghilangkan
watak-watak terpuji.
Keempat, nasionalisme permusuhan, yaitu nasionalisme yang
berlandaskan semangat merampas hak-hak orang lain tanpa alasan yang benar.
Semangat seperti merupakan semangat jahiliyyah yang terus berkembang dari dulu
sampai sekarang. Bahkan era jahiliyyah dulu ada sebuah sya’ir yang mengatakan,
“Siapa yang tidak menganiaya orang lain, maka dia yang akan dianiaya.”
Kelima,
nasionalisme Islam, yakni nasionalisme yang berlandaskan aqidah, bukan darah,
keluarga, kepentingan, dan wilayah geografis tertentu.
·
Internasionalisme
Internasionalisme
menurut Hasan al-Banna inheren dalam Islam, oleh karena Islam adalah agama yang
diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. Dunia, tidak bisa tidak, bergerak
mengarah ke sana. Persatuan antar bangsa, perhimpunan antar suku dan ras,
bersatunya sesama pihak yang lemah untuk memperoleh kekuatan, dan bergabungnya
mereka yang terpisah untuk mendapatkan hangatnya persatuan, semua itu merupakan
pengantar menuju terwujudnya kepemimpinan prinsip internasionalisme untuk
menggantikan pemikiran rasialisme dan kesukuan yang diyakini umat manusia
sebelum ini.
BAB
VI
PENUTUP
SIMPULAN
Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna lahir kawasan Buhairah
Mesir. Dia dibesarkan oleh keluarga yang sederhana dan terkenal keilmuan agamanya dengan
mengamalkan Islam disegenap sudut kehidupan mereka. Sehingga Al Banna mempunyai tipologi yang cerdas, disiplin, cerdik, dan
kokoh pendirian.
Dalam
perkembangannya, berperan aktif dalam dakwah dengan tujuan penyatuan umat. Al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin sebagai b kepeduliannya tentang keadaan
Mesir, dan Ikhawanul Muslimin masih menghiasi dunia Islam sampai sekarang.
DAFTAR
PUSTAKA
Ihsanudin, Mahfud. Pemikiran Politik Islam Al-Banna Dan Pengaruhnya Terhadap Mesir Tahun
1928-1949 M. Yogyakarta: Fak. Adab dan Ilmu Budaya, 2009.
Mohammad, Herry dkk. Tokoh-tokoh
Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani. 2006.
Mursi, Muhammad Sa’id. Tokoh-Tokoh
Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta: Pustaka Al Kausar. 2007.
Firmansyah,
Joni. Pemikiran Politik Islam Kajian,
dilihat http://jonifirmansyahfull.blogspot.co.id/2013/10/pemikiran-politik-islam-kajian.html
(diakses 27September 2015, Pukul 20.00 WIB)
Diakses pada senin, 28 September 2015.
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-hasan-al-banna.html(diakses 27 september 2015, pukul 20.02 WIB)
http://jonifirmansyahfull.blogspot.co.id/2013/10/pemikiran-politik-islam-kajian.html(diakses
27September 2015, Pukul 20.00 WIB)
Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20,
(Jakarta: Gema Insani. 2006), hlm. 202-206.