Selasa, 15 Desember 2015

Sejarah berdirinya dan perkembangan serta kontribusi PERSIS (Persatuan Islam)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan agama Islam di Indonesia begitu pesat ketika adanya suatu gerakan pembaruan atau organisasi yang dilancarkan dengan tujuan untuk melahirkan generasi Islami sekaligus untuk menyiarkan ajaran agama Islam ke segala penjuru Indonesia. Gerakan pembaruan di yang terjad idi Indonesia dimulai pada awal abad ke-20 M, yang mana pada dekade tersebut banyak bermunculan gerakan pembaruan atau organisasi. Gerakan pembaruan yang paling menentukan saat itu adalah gerakan pendidikan, misalnya, Jamiat al-Khair, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, al-Irsyad, dan lainnya.[1] Gerakan pendidikan begitu penting pada saat itu dikarenakan para ulama atau cendekiawan dari luar Indonesia yang datang ke Indonesia membuka wawasan bagi masyarakat Indonesia yang masih terpuruk akibat penjajahan. Sehingga, masyarakat Indonesia akan memilki wawasan untuk merdeka dari penjajah, maju, dan berkeilmuan. Serta, dengan ilmu atau pendidikan tersebut memberikan angin segar dan energi positif untuk mengubah kehidupan ke arah yang baik.
Kehadiran gerakan pembaruan di Indonesia bertujuan pula untuk mengembalikan kemurnian ajaran Islam dengan berpegang pada Alquran dan Hadis. Sebagaimana yang akan penulis paparkan lebih jauh mengenai Persatuan Islam (PERSIS), terutama dalam pembahasan mengenai peran tokoh Islam dalam mengembangkan pendidikan Islam melalui PERSIS.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah perkembangan Persatuan Islam (PERSIS) ?
2.      Apasaja kontribusi PERSIS dalam bidang pendidikan ?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Berdirinya
Persatuan Islam atau yang biasa disingkat dengan PERSIS didirikan pada tanggal 12 September 1923 M di Bandung, lebih tepatnya di Gang Pakgede, yaitu tempat para saudagar berkempul, para saudagar itu dikenal dengan urang pasar.
Awal muasal ide pendirian organisasi PERSIS berawal dari kenduri yang dilakuakn di salah satu rumah milik perkumpulan orang asal Sumatera (Palembang) yang sudah lama tinggal di Bandung, yaitu rumah di belakang Gang Pakgede. Dalam acara kenduri tersebut, berhasil menarik perhatian orang, sehingga tidak saja dihadiri oleh para pedagang Palembang. Serta, acara kenduri yang dilakukan tidak hanya menikmati hidangan saja, melainkan setelah makan, banyak terjadi perbincangan dan diskusi yang membahas mengenai masalah agama dan gerakan-gerakan agama pada saat itu, misalnya, permasalahan organisasi Sarekat Islam yang terpecah-pecah karena masuknya paham komunis, membahas majalah al-Munir yang dari Padang dan majalah al-Manar yang dari Arab, dan permasalahan yang lainnya.
Pada tahun 1923, acara kenduri tersebut bertransformasi menjadi kelompok studi dalam bidang keagamaan yang dinamakan dengan Persatuan Islam,[2] yang bersemboyankan kembali kepada Alquran dan Sunnah.[3] Pengambilan nama PERSIS didasarkan atas firman Allah dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 103 dan hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan isi (matan), “kekuatan Allah itu beserta jamaahnya.”[4]
Pendiri dari PERSIS adalah K. H. Zamzam dan Muhammad Yunus. Zamzam dari awal adalah tokoh yang berpengaruh dalam diskusi yang diadakan, ia selama tiga tahun belajar di Darul Ulum, Makkah dan mengaplikasikan ilmunya dengan menjadi guru di Dar al-Mutallimin, Bandung. Sedangkan, Muhammad Yunus adalah seorang yang lebih tertarik masalah urusan keagamaan dan ekonomi dalam dunia perdagangan.[5]
Dalam AD/ART PERSIS atau yang sering disebut dnegan Qanun Asasi dan Qanun Dakhili disebutkan bahwa organisasi PERSIS didirikan dengan berasaskan Islam yang dibentuk dengan dua tujuan. Pertama, mengamalkan segala ajaran Islam dalan setiap segi kehidupan anggotanya dalam masyarakat. Kedua, menepatkan kaum muslim pada ajaran akidah dan syariah yang murni berdasarkan Alquran dan Sunnah. Dengan asas dan tujuan tersebut, PERSIS merupakan organisasi kemasyarakatan yang berdasarkan Alquran dan Sunnah yang agenda kegiatannya mencakup dua hal, yaitu rencana jihad umum dan rencana jihad khusus.[6]
PERSIS adalah organisasi independen, dengan segala pembiayaan dana untuk organisasi ditanggung oleh organisasi itu sendiri, hal ini tidak mengherankan karena beberapa orang dari kader PERSIS adalah wirausahawan. Salah satu pendonor dana dakwah dalam PERSIS adalah K. H. M. Anang Tojib bin Samsudin.
Dakwah PERSIS yang pertama kali  adalah yang sesuai dengan semboyan, yaitu kembali kepada Alquran dan Sunnah. Sebagaimana dikutip dalam buku Api Sejarah, bahwa PERSIS awal gerakan dakwahnya lebih mengutamakan penyadaran terhadap TBC, yaitu Tachajoel, Bid’ah, dan Choerofat baru menyusul mensosialisasikan jilbab.[7] Dengan seiring perkembangan zaman, PERSIS pun mengalami perkembangan yang signifikan terlebih dalam bidang pendidikan, walau pernah mengalami stagnasi. Adapun, periodisasi dalam perkembangan PERSIS, yaitu.[8]
1.                  Periode Pertama (1923-1942)
Pada periode ini kepemimpinan di bawah Zamzam dan Muhammad Yunus. Menurut penulis, periode ini adalah periode transformasi PERSIS dari diskusi kecil menjadi organisasi independen, dengan dijadikannya PERSIS sebagai organisasi biasanya memiliki pemikiran atau semacam ideologi yang khas.
Pengkaderan pada periode ini membuahkan tokoh besar PERSIS, yaitu Ahmad Hasan (selanjutnya ditulis A. Hasan) dan M. Natsir. Dengan adanya dua tokoh tersebut mengantar organisasi PERSIS ke organisasi Islam modern di Indonesia.[9] Hal ini dikarenakan atas pemikiran dari A. Hasan sebagai guru utama di PERSIS yang lebih mengutamakan ajaran Islam dan mengedapankan pendidikan Islam Indonesia. Serta, atas pemikiran M. Natsir selaku kader A. Hasan dan juru bicara di PERSIS, dengan kontribusi pemikirannya terhadap pendidikan di PERSIS yang sejalan dengan A. Hasan, serta pemikiran terhadap dunia politik di Indonesia yang pemikirannya bertolak belakang dengan A. Hasan.
2.                  Periode Kedua (1942-1962)
Pada periode ini adanya kevakuman terhadap organisasi PERSIS masa kependudukan Jepang. Serta, setelah kemerdekaan Indonesia, PERSIS melakukan reorganisasi di bawah kepemimpinan K. H. Isa Anshary. PERSIS pada periode ini lebih bergerak di bidang politik dengan bergabungnya PERSIS bersama Masyumi yang mengedepankan ideologi Islam.[10] Begitu pun, salah satu kader PERSIS menjabat sebagai menteri, sebagaimana yang lebih dikenal dengan Kabinet Natsir.
3.                  Periode Ketiga (1962-1983)
Pada periode ini di bawah kepemimpinan K. H. E. Abdurrahman yang lebih memfokuskan PERSIS dengan tabligh dan pengembangan lembaga pendidikan pesantren PERSIS. Ia mengorientasikan PERSIS pada organisasi agama, sehingga tidak terlihat perjuangannya pada dunia politik.
4.                  Periode Keempat (1983-1997)
Regenerasi dari tokoh-tokoh PERSIS dalam pengkaderan ini dicetuskan oleh K. H. A. Latief Muchtar selaku ketua PERSIS. Pada periode ini PERSIS tampil sebagai organisasi yang low profile yang bersifat persuasif-edukatif dalam menyebarkan paham Alquran dan Sunnah, misalnya, pada masa kepresidenan Soeharto dengan diberlakukannya asas tunggal, K. H. A. Latief Muchtar mengeluarkan strategi dengan slogan “PERSIS mandiri, tidak mengisolasi diri.”[11]







B.     Konstribusi
Organisasi ini tidak kalah dengan organisasi-organisasi lain yang selalu memperhatikan pendidikan. Persis melaksanakan berbagai macam kegiatan pendidikan seperti halnya tabligh dan publikasi. Kegiatan tersebut ditujukan untuk melatih generasi muda Islam untuk selalu giat dalam mengembangkan ajaran Islam melalui kegiatan pendidikan tersebut.
Dalam bidang pendidikan Persis mendirikan sebuah madrasah yang mulanya dimaksudkan untuk anak-anak dari anggota Persis. Tetapi kemudian madrasah ini diluaskan untuk dapat menerima anak-anak lain. Kursus-kursus dalam masalah agama untuk orang-orang dewasa mulanya juga dibatasi pada anggota-anggotanya. Hassan dan Zam-Zam mengajar pada kursus-kursus ini yang terutama membahas soal-soal iman serta ibadah dengan menolak segala kegiatan bid’ah. Masalah-masalah yang sangat menarik masyarakat pada waktu itu seperti poligami dan nasionalisme juga dibicarakan.[12]
Kursus-kursus tersebut disediakan untuk anak-anak muda yang telah menempuh sekolah menengah pemerintah dan memiliki minat untuk mendalami agama Islam dengan maksimal. Jadi Kursus-kursus keagamaan tersebut tidak dikhususkan bagi para anggota Persatuan Islam, tetapi juga untuk semua masyarakat yang ingin mendalami agama Islam. Didalam Kursus-kursus tersebut terdapat guru-guru yang professional. Diantaranya adalah Hassan. Didalam mengajar, Hassan memperoleh banyak manfaat terutama dalam hal pendalaman pengetahuan agama Islam dan penggalian terhadap sumber-sumber ajaran Islam.
Sebuah kegiatan lain yang penting dalam rangka kegiatan pendidikan Persis ini adalah lembaga pendidikan Islam sebuah proyek yang dilancarkan oleh  Nasir, dan terdiri dari beberapa sekolah yaitu: taman kanak-kanak, HIS (keduanya tahun 1930), sekolah Mulo (1931) dan sebuah sekolah guru (1932).[13]
HIS merupakan lembaga untuk memperoleh pendidikan barat khususnya mempelajari bahasa Belanda sebagai kunci untuk pendidikan lanjutan, pintu kebudayaan barat, dan syarat untuk memperoleh pekerjaan. Bahasa Belanda memberikan prestise dan memasukkan seseorang kedalam golongan intelektual dan elit.[14]
Kursus Mulo dimaksud sebagai sekolah rendah dengan program yang diperluas dan bukan sebagai sekolah menengah. Sebagai guru diangkat mereka yang memiliki ijazah HA (Hoofdacte, kepala sekolah) atau diploma untuk pelajaran tertentu.[15]
Keinginan Nasir untuk mendirikan berbagai sekolah ini  dipicu oleh berbagai macam tuntutan dari berbagai pihak. Selain itu timbulnya keinginan Nasir untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan adalah karena ia melihat ada beberapa sekolah di Bandung yang tidak memberikan pelajaran agama pada siswanya. Adapun murid-murid yang masuk kedalam lembaga pendidikan yang didirikan oleh organisasi Persis ini pada umumnya adalah anak-anak dari lingkungan sekitarnya, tetapi ada beberapa diantara mereka ada yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan dari Sumatra. Bagi para siswa yang telah lulus studinya mereka diperbolehkan untuk kembali ke tempat asal mereka masing-masing untuk membuka sekolah baru atau bergabung dengan sekolah yang ada di daerahnya.
Disamping pendidikan Islam, Persis mendirikan sebuah pesantren (disebut pesantren Persis) di Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Pesantren ini dipindahkan ke Bangil, Jawa Timur ketika Hassan pindah kesana dengan membawa 25 dari 40 siswa dari Bandung.[16]
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diterima di sekolah ini meliputi: umur 18 tahun, kesehatan yang baik, kemampuan untuk membaca dan menulis Arab dan latin, pengetahuan membaca al-Qur’an, bersumpah bahwa kalau akan menjadi guru mereka akan menjadi guru atau propagandis “Persatuan Islam”, dan akan berikhtiar mendirikan cabang-cabang Persatuan Islam. Mereka juga harus menjaga disiplin yang ketat dan wajib mengerjakan perintah agama, menjauhkan segala larangan, menjauhi kegiatan merokok di dalam pesantren, bersih badan dan pakaian, menjaga kesopanan dan adab-adab Islam, menjaga kesopanan adat yang tidak dilarang oleh agama serta selalu menjaga syari’at Islam.
Organisasi Persis ini sangat gemar dengan perdebatan-perdebatan hal ini berlainan dengan Muhamadiyah, yang mana dalam penyebaran pemikiran-pemikirannya dilakukan secara damai. Didalam Persis para anggotanya selalu siap untuk menantang orang-orang yang tidak menyetujui pemikiran mereka. Hal ini tentunya menunjukkan berbagai dalih yang kuat yang mereka ajukan kepada lawan debat.
Salah satu bentuk tantangan dari Persis adalah berbagai ungkapan yang dicerminkan dalam publikasinya melalui majalah Pembela Islam. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan ajaran-ajaran Islam yang dikecam oleh berbagai pihak. Selain itu terdapat tujuan lain yaitu untuk meyebarkan pemikiran-pemikiran Persis. Hasil publikasi itu tentunya dibaca oleh masyarakat luas bahkan anggota-anggota organisasi lain baik di jawa maupun luar jawa. Hassan juga mendirikan sebuah percetakan untuk majalah yang berbahasa Indonesia dengan tulisan jawa. Majalah-majalah yang diterbitkan membicarakan masalah-masalah agama tanpa adanya pertentangan dari pihak-pihak non-Islam. Nama-nama majalah itu antara lain al-Fatwa, al-Taqwa, al-Lisan dan majalah Sual jawab.
Itulah diantara beberapa usaha pendidikan yang dilakukan oleh organisasi Persatuan Islam. Tentunya masih banyak lagi keterangan tentang usaha pendidikan Islam oleh organisasi ini yang dimuat didalam buku-buku tentang sejarah pendidikan Islam.

















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Persatuan Islam (Persis) merupakan sebuah organisasi Islam yang beridiri pada tahun 1923 di Bandung. Organisasi ini berasal dari sebuah acara yang sangat sederhana yaitu kenduri. Didalam kenduri itu para anggotanya berbincang-bincang mengenai masalah keagamaan dan kegiatan keagamaan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Tokoh-tokohnya diantaranya adalah H. Zam-Zam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan dan Muhammad Nasir
Organisasi ini tidak kalah dengan organisasi-organisasi lain yang selalu memperhatikan pendidikan. Persis melaksanakan berbagai macam kegiatan pendidikan seperti halnya tabligh dan publikasi. Kegiatan tersebut ditujukan untuk melatih generasi muda Islam untuk selalu giat dalam mengembangkan ajaran Islam melalui kegiatan pendidikan tersebut.
Adapun usaha yang telah dilakukan Persis sebagai berikut :
a.      pendirian madrasah
b.      pendirian kursus-kursus keagamaan
c.      pendirian lembaga-lembaga pendidikan Islam
d.      pendirian pesantren Persis
e.      pendirian percetakan 

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari ada beberapa kekesalahan dalam penulisan ataupun isinya, untuk itu penulis sungguh berterimakasih atas saran dan masukan dari pembaca sekalian yang sekiranya akan memberikan saran atau yang telah member saran yang membangun dalam penulisan makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Rafid., Ijtihad Persatuan Islam: Tela’ah atas Produk Ijtihad PERSIS tahun 1996-2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013
Nasution, Harun., Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. 2001.
Noer, Deliar., Gerakan Moderen Islam di Indonesia (1900-1942). Jakarta: LP3ES. 1982.
Suryanegara, Ahmad Mansur., Api Sejarah. Bandung. PT Grafindo Media Pratama. 2013.
Suharto, Toto. Pendidikan Berbasis Masyarakat Organik: Pengalaman Pesantren Persatuan Islam. Surakarta. Fataba Press. 2013.
Zuhairini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.
.




[1]Rafid Abbas, Ijtihad Persatuan Islam: Tela’ah atas Produk Ijtihad PERSIS tahun 1996-2009 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 30
[2]Toto Suharto, Pendidikan Berbasis Masyarakat Organik: Pengalaman Pesantren Persatuan Islam,  (Surakarta: Fataba Press, 2013), hlm. 144.
[3] Rafid, Ijtihad Persatuan, hlm. 31.
[4] Toto, Ibid, hlm. 145.
[5] Rafid, Ibid, hlm 33.
[6] Toto, Pendidikan Berbasis, hlm. 146.
[7] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung: PT Grafindo Media Pratama, 2013), hlm. 491.
[8] Toto, Ibid, hlm.152
[9] ibid., hlm. 152.
[10] Toto.,Ibid., hlm. 155.
[11] Ibid., hlm. 162.
[12] Zuhairini, et.al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). 190
[13] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia (1900-1942), (Jakarta: LP3ES, 1982). 101

[14] Harum, Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), 115
[15] Ibid., hlm. 122
[16] Zuhairi, Sejarah., hlm. 191

Tidak ada komentar:

Posting Komentar